[caption caption="Rupa Buku Sumber: www.bukalapak.com"][/caption]
Singkat cerita, buku ini saya temukan di sudut toko buku yang berada di salah satu mall ternama di kota Bandung. Tak banyak orang melirik buku ini, karena judulnya terkesan sangat radikal dan menegaskan suatu negasi terhadap sistem pendidikan yang kita anut dewasa ini. Buku ini pada mulanya merupakan tesis yang ditulis oleh Siti Murtiningsih, seorang dosen yang mengajar di Fakultas Filsafat UGM. Buku yang didominasi warna merah, dengan cover bergambar seorang filsuf pendidikan yaitu Paulo Freire. Sang penulis buku berusaha memaparkan teori pendidikan yang digagas oleh Freire, dengan melihat bahwa pendidikan bukan hanya sekedar ilmu yang kita cari untuk bekal di dunia kerja kelak melainkan sebaliknya, pendidikan merupakan alat untuk melawan ketidakadilan, ketertindasan, dan kebodohan yang meradang.
Bagian yang saya sukai dari buku ini adalah saat sang penulis menjelaskan tentang “Sistem Bank dalam Pendidikan” yaitu suatu sistem yang menolak dikotomi antara manusia dan dunia. Manusia hanya dipandang sebagai penonton dan bukan pencipta realitas karena manusia hanya dianggap ada dalam dunia bukan ada bersama dunia. Dalam sistem tersebut pun manusia dianggap sebagai makhluk yang pasif dan mampu menerima segala realitas yang berada di luarnya sehingga manusia berubah menjadi objek, bukan subjek. Manusia pun kehilangan fitrah ontologisnya yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang mudah dikendalikan sesuai keinginan. Sistem Bank dalam pendidikan menempatkan seorang pendidik pada posisi sebagai seorang penabung dan peserta didik berperan sebagai tabungan yang duduk manis mendengar cerita sang penabung. Menurut sang penulis, sistem tersebut menempatkan pendidik pada posisi seseorang yang “Maha tahu”. Dalam sistem bank tersebut peserta didik diarahkan menjadi seorang objek yang terus-menerus ditindas dengan keilmuan yang harus ia terima, hafal, dan ulangi setiap harinya. Dengan sistem bank tersebut, peserta didik pun perlahan kehilangan daya kreatifitas, dan relasinya dengan dunia karena ia dilatih hanya untuk mengikuti, mencontoh, tanpa mengekspresikan atau menciptakan. Sang penulis menjelaskan lebih jauh ciri dari sistem pendidikan ini, dengan suatu contoh, misalnya, 3x3 = 9 dan ibukota Indonesia adalah DKI Jakarta. Dari soal tersebut, sang penulis melihat bahwa peserta didik hanya akan menghafal, mencatat tanpa ia paham apa arti dari “3x3” atau makna sesungguhnya dari kata “ibu kota”.
Banyak bagian menarik dari buku ini yang perlu anda ketahui sendiri. Buku ini merupakan suatu karya yang patut dibaca oleh siapapun, baik para mahasiswa, pendidik, ataupun kalangan lainnya. Gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini pun cukup mudah dipahami. Teori-teori yang disajikan dalam buku ini mampu mendongkrak pengetahuan anda tentang dunia pendidikan. Dengan membaca mampu menambah cakrawala keilmuan kita. Jadi, segerakan membaca untuk melawan kebodohan di sekitar kita. Salam Pembaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H