Mohon tunggu...
Yass Arlina
Yass Arlina Mohon Tunggu... lainnya -

senang menulis, dan berharap tulisannya bermanfaat bagi siapa saja. Pembaca juga dapat mengunjunginya pada blog http://yassarlina.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sahabat Maafkan Saya

19 Maret 2015   12:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:26 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ma, pernah mimpi bu tati gak?”.

“Nggak, kenapa?”.

“Bu Tati meninggal”.

Itulah percakapan saya dan suami di suatu hari saat suami menjemput saya pulang kantor.  Rasa sesak di hati membuat saya langsung menangis, betapa tidak, sahabat saya itu sudah meninggal 3 minggu yang lalu dan kami baru mengetahuinya.

Selanjutnya suami memperlihatkan HP nya yang berisi sms dari putri bu tati : “Bu Iwan, saya putrinya bu tati. Mohon maaf kalau terlambat mengabari bahwa ibu sudah meninggal pd tgl 9 Peb dan dimakamkan di Sepanjang”. Tangis saya masih tersisa, rasanya tidak percaya bu tati yang selalu terlihat sehat dan ceria sudah mendahului kami.  Dan yang membuat saya sangat sedih kami tidak menemaninya di saat akhir hidupnya.

Bu tati adalah sahabat saya dan suami. Kami bertemu pada saat menunaikan ibadah haji tahun 2011.  Beliau berangkat sendirian karena suaminya sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Saya dan bu tati sekamar selama di Mekah dan Madinah.  Kami sangat akrab, kami sering pergi bertiga. Masih terbayang betapa bahagianya dia pada saat bisa melihat dari dekat maqam Ibrahim, mencium Ka’bah, dan shalat di Hiijr Ismail ditengah jamaah tawaf yang berdesak-desakan.  Pada saat itu bu tati berusia 61 tahun, pensiunan guru SMP. Walaupun sudah berumur segitu tapi bu tati tidak pernah sakit selama di sana.  Staminanya sangat bagus, energik. Saya dan suami yang berusia lebih muda justru sempat terserang flu di sana.

Rombongan KBIH kami yang berjumlah 51 orang selanjutnya mengadakan reuni giliran ke rumah-rumah setiap 3 bulan untuk mempererat silaturahmi.  Biasanya saya dan bu tati saling telpon janjian berangkat bareng, karena rumah kami di Malang hanya berjarak waktu tempuh 10-15 menit.  Kami akan menjemput dan mengantarkan bu tati kembali ke rumahnya.  Itulah yang terjadi sampai September 2014.  Diluar reuni kami jarang bertemu karena saya dinas di luar kota dan bu tati juga kadang-kadang mengunjungi anak-anaknya yang tinggal di kota lain.

Entah kenapa reuni bulan Januari 2015 kami tidak saling telpon, ini baru saya sadari dan terheran-heran sendiri setelah bu tati tiada. Reuni Januari itu lokasinya dekat rumah bu tati, dan dari arah rumah kami justru sebelum rumah bu tati, sehingga saya pikir bu tati akan diantar putrinya. Tetapi sesampai di sana bu tati tidak datang dan saya pun tidak mencari tahu karena kami terburu-buru meninggalkan acara reuni lebih awal untuk menghadiri undangan mantu seorang teman.

Pernah beberapa kali bu tati tidak ikut acara reuni karena ada keperluan keluarga, sehingga kali ini pun saya pikir begitu.  Ternyata saya salah besar.

Berbekal sms putrinya maka kami menghubungi dan mengabari semua teman-teman KBIH. Tiga hari berikutnya, hari Minggu pagi, rombongan kami takziah bersama ke rumah putrinya.

Tambah sedih hati saya setelah tahu bu tati menderita sakit sejak bulan Oktober 2014.  Bulan Januari 2015 ternyata beliau divonis menderita kanker pada ginjal dan sudah menyebar sampai ke kepala. Putrinya menceritakan penderitaan bu tati selama sakit. Astaghfirullah.  Maafkan saya bu tati. Maafkan saya. Ya Allah, kadang kami terlalu sibuk dengan urusan sendiri sehingga tidak punya waktu untuk memperhatikan orang lain. Rasanya pun waktu sangat cepat berputar. Kita baru tersadar pada saat satu per satu teman dipanggil menghadap-Nya.

Bu Tati, profil seorang guru yang hidup bersahaja, rendah hati dan suka menolong.  Seorang yang selalu berbuat dengan tulus, selalu ingin menyenangkan orang lain dan tidak pernah memperlihatkan kesedihan.  Hari-harinya diisi dengan mengaji dan kegiatan di masjid sambil mendampingi 3 orang cucunya yang masih usia sekolah dasar dan menengah. Almarhum suaminya juga seorang guru, dan sekarang putrinya yang sedang studi doktoral bekerja sebagai dosen di Malang.

Di setiap acara reuni dia selalu membawa hasil renda atau rajutannya berupa bros atau dompet HP untuk dibagikan, dan biasanya di mobil saya sudah diberi jatah duluan.  Bu tati juga membuatkan khusus untuk putri saya.  Setelah beliau meninggal saya baru tahu dari putrinya bahwa bu tati membeli bahan untuk membuat bros dan dompet itu dengan berjalan kaki ke toko, 30 menit. Lumayan kan untuk seumur bu tati,  padahal itu jalan raya yang banyak angkutan umum lho.  Masya Allah.

[caption id="attachment_373793" align="aligncenter" width="486" caption="Sebagian pemberian bu tati kepada kami (Dokpri)"][/caption]

Dia juga selalu membawa foto-foto haji yang sudah dicetak dan dibagikan pada beberapa teman. Tidak ketinggalan buku daftar nama-nama rombongan  dan agenda perjalanan haji selalu di dalam tasnya.  Dia seorang guru sehingga setiap detil perjalanan haji dicatatnya dengan lengkap dan menjadi bahan rujukan kami bila ingin mengulas bersama-sama kembali.

Selamat jalan sahabat.  Tidurlah dengan indah dalam pelukan-NYA.  Semoga kita dipertemukan kembali di surga nanti.  Amin.

Terima kasih sudah membacanya.  Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun