Mohon tunggu...
Yasrul Marjulyadin
Yasrul Marjulyadin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Opini

Seorang yang suka menyendiri dan tenggelam dalam pikirannya. menghabiskan watu dengan membaca buku dan bermain games serta mengajar peserta didik. Tertarik pada tulisan bertema agama, filsafat, tasawuf dan ilmu pengetahuan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Love

Arti Cinta

28 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 28 Desember 2023   18:15 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Apabila cinta memanggilmu ikutilah dia, walau terjal berliku jalannya dan apabila sayapnya merangkulmu, pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. Jika dia berbicara padamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu, bagai angin utara melantakkan taman kota.” -Kahlil Gibran.

MAKNA CINTA

Cinta”, Ketika kita mendengar kata itu apa yang langsung terbesit dalam benak kita? keluarga, teman, kekasih ataupun orang yang telah berjasa dalam hidup kita. Entah kenapa ketika kita mendengar kata cinta kita malah membayangkan orang-orang yang ada dalam hidup kita. Lantas apakah kita pernah memikirkan “apa itu cinta”?.

Secara ilmiah, tidak ada makna baku tentang cinta. Cinta memiliki makna tersendiri bagi setiap individu yang merasakannya. Selain bergantung pada subjek, makna cinta juga akan berubah-ubah tergantung objek yang dicintai. Jika objek yang dicintai oleh seseorang adalah orang tua maka itu adalah cinta pada orang tua, jika lawan jenis maka cinta terhadap kekasih, jika kepada Tuhan maka cinta kepada Tuhan dan sebagainya. Pada tiap objek akan memiliki makna, rasa, dan pengalaman yang berbeda. Cinta seseorang kepada orang tua akan berbeda maknanya dengan cinta pada kekasih begitu pula cinta kepada Tuhan maknanya pun akan berbeda dan terhadap yang lainnya. Maka dari itu wajar jika para ahli bahkan filsuf tidak memiliki konsensus tentang makna baku mengenai cinta.

MEMBAGI CINTA

Para filsuf neoplatonism membagi cinta terhadap 2 kategori yaitu cinta romantis dan cinta platonis.

Cinta romantis adalah cinta yang kebanyakan orang sudah mengetahuinya yaitu keadaan seseorang yang memiliki ketertarikan kepada orang lain dengan rasa ingin memiliki, melindungi, menyayangi yang diiringi keinginan seksual. Cinta romantis adalah jatuh cinta yang dialami oleh seseorang kepada kekasihnya seperti cinta seorang suami pada istrinya.

Cinta platonis adalah kebalikan dari hubungan cinta romantis dimana adanya keterikatan erat antar individu tanpa adanya keinginan untuk saling memiliki serta bebas dari nafsu seksual.

Pada perjalanannya bukan berarti cinta platonis tidak bisa berkembang menjadi cinta romantis. Cinta platonis yang berkembang menjadi romantis biasanya terjadi pada hubungan persahabatan lawan jenis dimana pada awalnya mereka hanya saling mencintai layaknya sahabat namun karena timbul romansa diantara salah satu atau kedua belah pihak maka itu merubah cinta platonis menjadi romantis.

JATUH CINTA

Mengikuti penggalan syair Kahlil Gibran “ketika cinta memanggilmu ikutilah dia….”. Pada syair tersebut Gibran mengatakan bahwa sejatinya cinta itu tidak bisa dikejar maupun dicari akan tetapi cinta itu sifatnya datang kepada siapa yang ingin ia datangi. Dalam istilah kita seseorang yang didatangi rasa cinta dikatakan jatuh cinta. Dikatakan jatuh cinta karena sejatinya cinta bisa membuat logika dan perasaan seseorang jatuh, sehingga ia akan melakukan apapun atas nama cinta walaupun itu tidak masuk logika.

Dalam pandangan kaum sufi cinta termasuk kategori ahwal yaitu sesuatu yang diberikan oleh Allah swt. sebagai anugerah dari-Nya. Secara umum cinta bersifat intuitif yaitu sesuatu yang datang pada diri kita tanpa bisa kita pikirkan dengan akal.

Gibran mengatakan “pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu”. Ketika cinta datang jangan pernah sekali-kali kita menghindar maupun menolaknya, karena semakin kita menolak perasaan itu maka kita akan semakin terpenjara didalamnya.

“Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhanmu, begitu pula demi pemangkasanmu”.

Biarkan cinta tumbuh dalam diri kita tanpa adanya penolakan dalam diri kita. kita tidak tahu apakah perasaan cinta itu memahkotai kita atau menyalib kita. JIka ia memberikan mahkota pada diri kita maka kita mendapatkan buah dari cinta yang sangat luar biasa. Jika cinta pada akhirnya menyalib kita, kita akan tumbuh dengan pengalaman cinta itu. Tak perlu kita tolak cinta, sebagaimana membiarkannya tumbuh biarkan pula ia layu dengan sendirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun