Ketika Netflix mengumumkan adaptasi live action dari serial animasi legendaris, Avatar: The Last Airbender, kekhawatiran dan keraguan segera membanjiri komunitas penggemar. Pertanyaannya, apakah versi live action akan mampu menangkap esensi yang membuat serial animasi begitu ikonik? Namun, setelah rilisnya, Avatar Live Action membawa kejutan yang tak terduga.
Dalam minggu pertama penayangannya, Avatar Live Action mencatat prestasi memukau dengan jumlah penonton yang luar biasa, bahkan melampaui rekor yang sebelumnya dipegang oleh One Piece Live Action. Dengan 21,2 juta penonton dalam satu minggu, keberhasilan ini menegaskan daya tariknya yang tak terbantahkan.
Kolaborasi Sutradara dan Penulis Naskah Terkenal
Keberhasilan ini tidak datang begitu saja. Tim produksi, meskipun tanpa keterlibatan langsung dari pencipta asli serial animasi, bekerja keras untuk mempertahankan esensi cerita yang dicintai oleh jutaan penggemar. Dengan kehadiran sutradara berbakat seperti Jabbar Raisani dan Michael Goi di balik layar, serta naskah yang dikembangkan oleh Albert Kim, Avatar Live Action berhasil membangun fondasi yang solid.
Kritik dan Kontroversi Para Aktor Avatar Live Action
Namun, seperti adaptasi lainnya, tidak semua respon positif. Meskipun Gordon Cormier berhasil membawa karakter Aang dengan brilian, beberapa kritik muncul terhadap akting beberapa pemain lainnya. Penampilan Kiawentiio Tarbell sebagai Katara juga mendapat sorotan, khususnya terkait dengan interpretasi karakternya. Karakter Katara yang memiliki sifat keras kepala dan agresif dalam versi animasi tidak sepenuhnya muncul dalam live-action The Last Airbender. Kritik ini mengemuka terhadap akting Kiawentiio Tarbell yang dianggap tidak mampu menghidupkan esensi karakter Katara dengan baik.
Demikian pula, Elizabeth Yu sebagai Azula juga mendapat sorotan karena dianggap tidak sesuai dengan karakter aslinya. Ketika sosok Azula, adik dari Zuko itu muncul, kemunculan visualnya dianggap kontra dengan ekspektasi karena dinilai tidak sesuai dengan animasi aslinya. Azula memiliki bentuk wajah tirus dengan tatapan tajam, yang membuatnya terlihat bengis.Â
Namun, dalam serial live action ini, Azula yang diperankan oleh Elizabeth Yu mendapat penolakan dari sebagian besar penggemar karena dinilai terlalu gemuk, sehingga kurang memancarkan aura garang yang menjadi ciri khasnya, sehingga karakter Azula dinilai gagal diperankan.Â
Kritik serupa juga dialamatkan pada penampilan Mai yang diperankan oleh thalia tran, merupakan karakter yang memiliki peran penting sebagai sekutu Azula. Dalam versi animasinya, Mai digambarkan sebagai sosok yang mencerminkan stereotip orang Asia Tionghoa dengan kulit yang cerah, wajah yang tirus dan panjang, serta postur tubuh yang ramping.Â
Karakter Mai dalam animasi juga dikenal dengan ekspresi wajah yang sering kali datar dan tanpa ekspresi yang jelas, memberikannya aura misterius dan dingin. Namun, dalam adaptasi live action Netflix menyajikan Mai dengan penampilan yang sangat berbeda dari citra yang telah dikenal sebelumnya. Dalam versi live action, Mai yang diperankan oleh seorang Thalia tran memiliki badan yang gemuk, perbedaan ini memicu berbagai pendapat dari penggemar. Ada yang merasa ini menunjukkan keberagaman yang lebih baik, sementara yang lain merasa itu mengabaikan penampilan asli karakter.
Dalam menyajikan ragam negara dan budaya yang berbeda, termasuk dalam aspek desain pakaian, tata rias, dan bahkan teknik seni bela diri yang dikenal sebagai "bending", adaptasi live action Avatar tetap berpegang pada akar dan inspirasi dari serial animasinya. Salah satu elemen yang paling ikonik dari Avatar: The Last Airbender adalah pertunjukan aksi pengendalian elemen, seperti tanah, air, udara, dan api, yang dilakukan oleh para pengendali yang memukau. Dalam versi live-action Netflix, kita melihat keberhasilan dalam merealisasikan kekuatan dan keindahan bending dengan visual yang memukau dan koreografi yang menarik.Â
Daripada hanya mengandalkan efek visual CGI, setiap aksi pengendalian elemen diwujudkan dengan koreografi yang mendekati keaslian karakter aslinya. Dallas Liu, yang memerankan Zuko, bahkan melakukan sebagian besar aksi stunt-nya sendiri, menambahkan sentuhan keterampilan dan autentisitas dalam pertunjukan tersebut. Lebih dari sekadar hiburan visual, adaptasi live action ini memberikan pengalaman yang mendalam dan memuaskan bagi para penggemar setia serial Avatar.
Meskipun visual dan efek khusus yang memukau telah menjadi sorotan positif, ada juga kritik tentang bagaimana aspek cerita dan pengembangan karakter tertentu diperlakukan dalam adaptasi ini. Beberapa plot atau momen penting dalam cerita tidak diberikan cukup perhatian atau detail, sementara karakter-karakter sekunder mungkin tidak mendapat eksplorasi yang cukup untuk memperdalam daya tarik mereka.
Avatar Live Action Adaptasi yang Sangat Dinantikan
Namun demikian, melalui semua kritik dan perbedaan pendapat ini, Avatar Live Action telah berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu adaptasi live action yang paling dibicarakan dan dinanti-nantikan di platform streaming. Keberhasilan ini, meskipun tidak sempurna, menunjukkan betapa kuatnya daya tarik dan ikatan emosional yang dimiliki oleh dunia yang dibangun oleh Avatar: The Last Airbender.
Sebagai suatu kesimpulan, perdebatan tentang keberhasilan atau kegagalan adaptasi ini akan terus berlanjut di kalangan penggemar dan kritikus. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa Avatar Live Action telah memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkenalkan kembali dunia yang ajaib dan petualangan yang mendebarkan kepada khalayak baru, sambil tetap memuaskan penggemar setia serial animasi yang telah lama menunggu adaptasi ini.
Ghina Salsabila Chandra, Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital, Universitas Negeri Jakarta angkatan 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H