Saya turut berduka cita kepada Suroboyo Bus, atas penerimaan sampah plastiknya yang semakin sekarat.
Suroboyo Bus memberikan sedikit solusi atas masalah sampah yang sering menumpuk dan tak terkondisikan. Namun kini, warga tak perlu risau lagi, sebab Suroboyo Bus bisa menjadi tempat penampungan sampah, yang juga bisa jadi tiket bus! Sejak dirilis pada April 2018, bus merah yang kerap disapa “Bus Tayo” ini hampir tak pernah sepi oleh para “penggemar”-nya.
Saya dan 3 teman adalah sebagian kecil dari fandom Suroboyo Bus, ketika masih bayar full pakai sampah gelas dan botol plastik. Namun, sejak negara api, eh, “jalur non-sampah” menyerang, tingkat kegemaran kami pun menurun.
Sekarang, enggan sekali rasanya mengumpulkan plastik untuk ditukarkan menjadi tiket Suroboyo Bus. Para penumpang “jalur sampah” seperti kami seperti dianaktirikan dengan dengan kehadiran jalur non-sampah ini. Aturan terbaru juga membuat setiap penumpang harus memiliki aplikasi GoBis. Sangat tidak praktis, bukan? Apalagi jika sedang bersama anak kecil atau orang tua yang harus dibayarin. Belum lagi banyak penutupan pos-pos penukaran dan pembatasan pembayaran jalur sampah lainnya.
Keberadaan jalur non-sampah dan segala batasan lainnya tentu membuat orang-orang jadi malas mengumpulkan gelas dan botol plastik, kan? Dengan aturan seperti ini, para calon penumpang akan memilih jalur termudah (non-sampah) seperti QRIS ataupun kartu uang elektronik. Kalau gitu, tujuan awal buat kurangin sampah plastik jadi nggak tercapai, dong?
Ketiga teman saya pun mengamini pendapat saya.
Salah satu teman, Cika, mempertanyakan alasan kenapa pembayaran jalur sampah harus dikasih banyak aturan, padahal itulah langkah yang bagus untuk mengurangi sampah plastik. Pada 2 tahun sejak awal perilisan, pengelola Suroboyo Bus mengakui bahwa terkumpul sekitar 200 kg sampah gelas dan botol plastik. Namun kini, sampah yang terkumpul per harinya tak sampai 10 kg.
Padahal lumayan banget, lho, kalau bisa ngumpulin banyak sampah. Seenggaknya, sampah-sampah tersebut terpilah dengan baik dan bisa didaur ulang. Lha, kalau sekarang? Entah apa kabar sampah-sampah itu tanpa pengelolaan yang benar.
Teman yang lain, Isyana, berceletuk, “Jangan-jangan yang punya Suroboyo Bus butuh duit, tuh! Duit dari nge-loak sampah mana nutup,” serunya dengan gaya ngerumpi. Memang adalah fakta, setiap tahunnya Suroboyo Bus hanya menghasilkan kisaran ratusan juta rupiah dari sampah botol dan gelas plastik. Tentu, jumlah tersebut sangat sedikit jika harus menutup biaya operasional dan gaji pegawai. Nggak kaget, sih, kalau emang harus cari cuan.
Dan sepertinya kiat itu berhasil, Kawan. Kini, sekitar 94% penumpang Suroboyo Bus membayar menggunakan non-sampah, yaitu kartu uang elektronik (e-money) dan QRIS. Hanya sekitar 5% penumpang yang membayar dengan sampah. Sisanya adalah penumpang gratis, seperti lansia, veteran, anak bayi, dll. Pembayaran yang lebih mudah, serta aturan jalur “sampah” yang tidak praktis membuat penumpang Suroboyo Bus perlahan-lahan beralih.
Awalnya, pembayaran bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan langsung membawa botol atau gelas plastik, ataupun menukarkannya dengan Kartu Setor Sampah. Namun sejak 2021, pembayaran jalur sampah mulai banyak mengalami perubahan. Jalur non-sampah mulai berlaku di tahun ini. Selain itu, jalur sampah ditambah dengan voucher aplikasi dan tiket online di aplikasi.
Nah, di tahun 2022, jalur sampah mulai dibabat! Penumpang sudah tidak diperbolehkan lagi membawa sampah secara langsung, begitu pula dengan Kartu Setor Sampah. Jadi, jalur sampah hanya dengan voucher aplikasi dan tiket online.
Pembabatan terus berlanjut, dah, tuh! Di tahun berikutnya, 2023, penumpang jalur sampah hanya bisa membayar dengan tiket online di aplikasi GoBis. Selain itu, tiket yang ditukarkan hanya berlaku selama seminggu doang, ada expired date-nya! Di situlah orang-orang udah mulai beralih ke jalur non-sampah. Iya, kan? Daripada mikir harus nukerin berapa banyak sampah dan ngepasin tanggal kadaluwarsa, mending pake non-sampah aja, kan?
Utak-atik aturan jalur sampah berlanjut hingga tahun ini, 2024. Kini, setiap pembayaran melalui aplikasi hanya diperbolehkan untuk pembelian 1 tiket selama 2 jam. Terus, jadi nggak bisa bayarin orang, dong? Iya, kalau ngajak orang lain kayak keluarga atau teman yang kita mau bayarin jadi nggak bisa. Solusinya, ya, pakai aplikasi di handphone masing-masing atau kalau nggak mau ribet, ya, suruh orang yang bersamamu itu pakai non-sampah. Heleh heleh, ada aja idenya biar gampang cuan!
Kalau menurutku, sih, nggak ada salahnya kalau mau buka jalur non-sampah, karena banyak orang yang nggak sempat mengumpulkan sampah. Namun, ya, mbok jangan makin persempit kesempatan orang yang mau pakai jalur sampah, dong! Kan, kita maunya sama-sama enak. Jadi, pemkot Surabaya, tolong benahi Suroboyo Bus kalian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H