Maret tahun lalu, kebakaran besar melanda Depo Pertamina Plumpang yang kedua kalinya. Kebakaran ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Diduga, kebakaran ini disebabkan oleh ledakan pada pipa BBM di Depo Pertamina Plumpang. Tercatat sebanyak 19 korban jiwa dan 50 orang luka-luka dengan berbagai tingkat keparahan. Api dari ledakan pipa BBM tersebut melanda area Depo Pertamina Plumpang dan menyebar ke dua kawasan pemukiman warga yang mengakibatkan ratusan warga tedampak. Lalu apa yang salah dari penerapan standar K3 pada fasilitas strategis yang mengelola bahan bakar ini?
Masalah K3 yang Terabaikan
Depo Pertamina Plumpang adalah fasilitas strategis yang mengelola bahan bakar. Namun, insiden kebakaran menunjukkan bahwa adanya celah besar dalam penerapan standar K3. Ledakan pada pipa BBM terjadi akibat kebocoran yang disebabkan oleh lapisan pelindung pada pipa di Depo Pertamina tersebut tidak sepenuhnya diterapkankan dengan baik. Keadaan ini mengindikasikan tindakan pencegahan, khususnya dalam hal penyalutan pipa yang tidak dilakukan dengan optimal. Regulasi yang dilanggar pada kejadian ini adalah Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan  Pengolahan Minyak dan Gas Bumi pasal 13 ayat 3, yang mengharuskan penyalutan pipa dilakukan dengan baik agar tidak menimbulkan bahaya.
Selain itu, regulasi lain yang dilanggar dalam insiden kebakaran Depo Pertamina tersebut adalah Peraturan Menteri ESDM No.32 Tahun 2021 tentang Inspeksi Teknis dan Pemeriksaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi pasal 34 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan bahwa pipa penyalur diwajibkan memiliki sistem pemantauan, pencegahan, dan pengamanan dengan tujuan untuk mendeteksi serta siap tanggap apabila darurat. Kejadian kebocoran pada pipa merupakan pemicu utama kebakaran yang menunjukkan bahwa sistem pemantauan dan pengamanan tersebut kurang ber8jalan dengan baik. Regulasi yang dilanggar memperburuk dampak kebakaran yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan prosedur yang lebih ketat dan sistem pengawasan yang lebih efektif.
Kesalahan Tata RuangÂ
Kawasan Depo Pertamina Plumpang sangat dekat dengan pemukiman warga. Tidak adanya zona aman antara Depo Pertamina Plumpang dengan pemukiman warga dapat membahayakan warga sekitar. Faktanya, ketika terjadi kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, api dengan cepat menyambar ke pemukiman warga sehingga memakan ratusan korban. Regulasi yang terlanggar karena kejadian ini yaitu Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang 2030 Pasal 61 Ayat 2b yang seharusnya menyediakan zona penyangga (buffer zone) dalam area depo bahan bakar minyak dan menata ruang kawasan sekitar depo bahan bakar.Â
Belajar dari tragedi
Tragedi kebakaran di Depo Pertamina Plumpang yang sudah dua kali terjadi menimbulkan pertanyaan besar dimana peran Ahli K3 dalam pencegahan bahaya?. Kasus kebakaran ini mencerminkan kegagalan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi keselamatan terbaru. Pasal 20 Kode Etik Keprofesian tentang Kewajiban terhadap Diri Sendiri berbunyi Profesi Ahli Kesehatan Kerja harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 20 menegaskan pentingnya peningkatan kompetensi berkelanjutan seperti melakukan inspeksi pada saluran pipa BBM, menerapkan SMK3, dan menyediakan buffer zone pada daerah sekitar Depo Pertamina Plumpang agar kejadian kebakaran tidak terjadi lagi.Â
Kebakaran Depo Pertamina Plumpang bukan sekedar bencana, melainkan kegagalan kita semua dalam menerapkan prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan tata ruang. Mari bersama-sama menjaga dan mencegah insiden berikutnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H