Mohon tunggu...
Yasmin Aqillah
Yasmin Aqillah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hanya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Solusi Negara ASEAN dalam Mengatasi Mobilitas sebagai Faktor Penyebaran Covid-19

2 November 2021   22:42 Diperbarui: 2 November 2021   23:03 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Latar belakang masalah

Pada Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan Covid-19 sebagai pandemi global, yang merujuk pada penyebaran penyakit yang dianggap dapat menginfeksi dari orang ke orang dengan mudah dan cepat, serta terjadi secara berkelanjutan, di berbagai wilayah. Covid 19 merupakan virus yang meresahkan masyarakat di seluruh dunia. Banyak orang yang meninggal akibat terpapar virus yang berasal dari Tiongkok ini. 

Per tanggal 18 Januari 2021, Covid 19 telah menjangkit sedikitnya 95.479.062 orang di seluruh dunia dan mungkin masih akan terus bertambah setiap harinya. Pandemi virus ini juga dirasakan oleh negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung ke dalam ASEAN. Dikutip dari kompas.com, Indonesia merupakan negara dengan total kasus terbanyak se-ASEAN dengan jumlah 907.929 kasus dan diikuti dengan Filipina sejumlah 500.577 kasus Covid 19. Kasus Covid 19 tersedikit berasal dari negara Timor Leste dengan total sebanyak 31 kasus. Adanya virus ini menyebabkan dampak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, hingga aspek sosial dan politik dan dirasakan juga oleh negara-negara ASEAN.

Salah satu faktor yang menyebabkan cepatnya penyebaran Covid 19 adalah mobilitas sosial yang dilakukan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar laporan mengenai kasus-kasus awal Covid 19 sebelum Wuhan menetapkan status lockdown, mayoritas kasus yang dilaporkan terjadi di luar kota Wuhan yang memiliki riwayat perjalanan dari kota tersebut. 

Hal ini menyebabkan virus dapat bertransmisi dari satu orang ke orang lain dan menyebabkan virus menyebar dengan cepat ke berbagai daerah lainnya, termasuk ke negara-negara lain. Salah satu upaya yang dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menangani kasus ini adalah dengan menerapkan pembatasan sosial dan menutup akses keluar masuk wilayah, baik antar negara maupun antar pulau. Hal ini dilakukan untuk memotong rantai penularan virus Covid 19.

Berdasarkan laporan WHO (11/4/20), sebanyak 167 negara telah menerapkan berbagai kebijakan yang berfokus untuk membatasi mobilitas masyarakat. Kebijakan atau program tersebut meliputi pembatasan masuknya orag-orang dari negara terdampak Covid 19, penangguhan penerbangan, pembatasan visa, penutupan perbatasan, hingga karantina. Penerapan ini tentu mengganggu ruang gerak masyarakat baik di tingkat regional maupun internasional.

Kebijakan terhadap Mobilitas Masyarakat untuk Memutus Mata Rantai Covid 19

Adanya pandemi Covid 19 menyebabkan aktivitas masyarakat di negara-negara kawasan ASEAN terganggu, hal ini diperparah dengan semakin banyaknya kasus penderita Covid 19 di wilayah tersebut. Sebagai langkah antisipasi, beberapa negara dengan jumlah penderita Covid terbanyak di Asia Tenggara menerapkan kebijakan atau program untuk mengurangi mobilitas masyarakat.

Indonesia

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi mobilitas adalah penutupan perbatasan dan larangan masuk, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga larangan mudik. Selain itu, pemerintah juga menghimbau agar masyarakat melakukan aktivitas seperti bekerja, belajar, dan beribadah dilakukan di rumah dan membatasi aktivitas di tempat maupun fasilitas umum.

Malaysia

Pemerintah Malaysia juga menerapkan kebijakan yang hampir sama dengan Indonesia, yaitu menerapkan kontrol perbatasan, serta kebijakan pembatasan sosial yang disebut Movement Control Order (MCO). Kebijakan ini lebih mengutamakan kepentingan penduduk Malaysia dan mengesampingkan kepentingan pekerja migran serta pengungsi yang datang ke Malaysia. Malaysia masih merupakan salah satu negara tujuan utama pekerja migran di Asia Tenggara, baik yang berdokumen maupun tidak berdokumen. Terkait hal tersebut, pada 22 April 2020, Departemen Imigrasi menangguhkan semua operasi pelanggaran hukum selama masa MCO berlangsung. Penerapan kebijakan MCO membuat pekerja migran di Malaysia menjadi terancam, baik oleh ancaman ekonomi maupun ancaman kesehatan karena akses yang terbatas terhadap tes dan fasilitas kesehatan.

Singapura

Singapura juga telah melakukan penutupan perbatasan bagi turis, serta pembatasan sosial yang disebut circuit breaker hingga 1 Juni 2020. Istilah circuit breaker mengacu pada imbauan untuk tetap di rumah guna memutus rantai transmisi Covid-19 di masyarakat, yang meliputi imbauan untuk tetap tinggal di rumah, kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan secara online, akses terkontrol di area yang rentan terhadap keramaian seperti pasar. 

Penutupan sebagian besar tempat kerja, serta penerapan aturan-aturan keamanan tambahan di tempat kerja yang masih beroperasi. Sama seperti Malaysia, pemerintah Singapura juga telah memberlakukan denda bagi para pelanggar sehingga penerapan kebijakan tersebut menjadi lebih efektif. Sementara itu, pemerintah Singapura juga dianggap masih mengesampingkan pekerja migran yang ada. Hal ini terlihat dari merebaknya penyebaran virus di asrama pekerja migran yang penuh sesak dalam beberapa minggu terakhir.

Filipina

Sama seperti ketiga negara sebelumnya, Filipina juga telah menetapkan adanya pembatalan penerbangan domestik dan internasional, serta pembatasan sosial hingga akhir April 2020. Penerapan kebijakan pembatasan sosial dipusatkan di Pulau Luzon, yaitu pulau dengan populasi terbanyak dan merupakan pusat kegiatan ekonomi di Filipina. Pembatasan sosial yang dimaksud meliputi imbauan untuk tetap tinggal di rumah dan hanya bepergian untuk membeli kebutuhan barang-barang pokok, serta keperluan medis. Hanya saja, penerapan kebijakan ini sempat disertai dengan adanya ancaman dari Presiden Duterte yang akan memberlakukan darurat militer apabila masyarakat tidak mematuhi peraturan tersebut. Keputusan Presiden ini dipandang berlebihan, dan justru akan menambah kekhawatiran warga Filipina.

Selain upaya dari masing-masing negara, upaya bersama di tingkat ASEAN juga terlihat dengan diadakannya pertemuan virtual KTT Khusus ASEAN Plus Tiga tentang Covid-19 pada 14 April 2020. Dalam deklarasi final yang dihasilkan, terlihat bahwa rencana kerja sama di tingkat ASEAN lebih difokuskan pada kerja sama di sektor medis - seperti pertukaran informasi kesehatan, kerja sama penelitian dan pengembangan vaksin, hingga pemberian bantuan alat-alat medis -- serta kerja sama di sektor ekonomi. KTT ini tidak menyinggung atau pun membahas kerja sama yang bisa dilakukan terkait pembatasan mobilitas yang diberlakukan masing-masing negara. Padahal, kebijakan pembatasan mobilitas tersebut dapat berpengaruh terhadap pergerakan masyarakat di Asia Tenggara, khususnya bagi pekerja migran dan pengungsi, yang selama ini mengandalkan kemudahan mobilitas yang ada.

Analisis terhadap Kebijakan

Mobilitas masyarakat baik secara regional maupun internasional tentunya harus tetap berjalan karena mobilitas merupakan aspek terpenting dalam kemajuan dan perkembangan aspek lain, seperti perekonomian, politik, kesehatan, hingga aspek sosial budaya. Namun karena adanya pandemi Covid 19 membuat sebagian negara menerapkan kebijakan pembatasan sosial untuk memutus mata rantai penyebaran Covid 19. Kebijakan ini tentunya memberikan dampak bagi seluruh aktivitas masyarakat. Salah satu dampak yang dirasakan adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pengurangan karyawan sebagai dampak adanya pembatasan. Kurangnya pemasukan yang diterima oleh perusahaan menjadi salah satu akibat dari adanya PHK ini. Selain itu, banyak UMKM yang tidak bisa melanjutkan usaha nya karena sedikitnya permintaan dari konsumen. Selain itu, dari aspek pendidikan dapat dilihat dari kurang efektifnya pembelajaran yang dilakukan hanya melalui media daring.

Penutup

Kebijakan pemerintah mengenai pembatasan sosial untuk mengatasi pandemic Covid 19 sudah cukup tepat meskipun memiliki kelemahannya bagi masyarakat. Kebijakan ini dapat lebih tepat apabila pemerintah memberikan bantuan bagi masyarakat yang terkena dampak Covid 19 secara keseluruhan. Pandemi akan lebih cepat reda dan kebijakan akan lebih cepat selesai apabila pemerintah dan masyarakat bekerjasama untuk tetap menaati protokol kesehatan serta kebijakan yang berlaku.

Sumber: Yazid, Sylvia dkk. 2020. Dampak Pandemi Terhadap Mobilitas Manusia di Asia Tenggara. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional: Edisi Khusus. hlm. 75-83. DOI : https://doi.org/10.26593/jihi.v0i0.3862.75-83

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun