Mohon tunggu...
Yasmin Aqillah
Yasmin Aqillah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hanya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relationship Berujung Tindak Kriminalitas

7 November 2020   03:58 Diperbarui: 7 November 2020   08:20 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kriminalitas sudah semakin marak di negeri ini dan sangat meresahkan masyarakat. Banyak orang yang melakukan hal apa saja untuk memenuhi kehidupannya termasuk melakukan penyimpangan sosial, yaitu tindakan kriminalitas. 

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tindakan kriminalitas ini juga dilandasi oleh paksaan-paksaan yang kuat baik dari dalam diri maupun dalam lingkungan sekitar yang mendukung. Tindakan kriminalitas ini dapat dilakukan semua orang, pria maupun wanita; kaya maupun miskin; bahkan dapat dilakukan oleh seorang pemuda. 

Dalam UU No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan Pasal 1 ayat 1 Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembanan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Kriminalitas yang dilakukan pemuda dapat dikategorikan kedalam kenakalan remaja. 

Menurut Kartono (2005), pakar sosiologi Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.Kenakalan remaja dilakukan para pemuda bukan karena untuk memenuhi kehidupannya, namun seringkali remaja melakukan perilaku menyimpang atas dasar kemauannya sendiri dan terpengaruh oleh teman sebaya. 

Kriminalitas merupakan perilaku remaja yang tidak dapat ditolerir tindakannya karena sudah menyalahi aturan hukum yang berlaku secara sah dan sangat meresahkan masyarakat.

Dari segi hukum, menurut Singgih D Gunarsa (1988) kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum, yaitu: 1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diatur dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggar hukum, 2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.

Perilaku Kriminalitas yang dilakukan remaja dapat berupa pembegalan, pencurian, penjambretan, penganiayaan, pengeroyokan, sajam, pencabulan, pelecehan seksual, dan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat. Kriminalitas bukan saja dilakukan oleh remaja terhadap masyarakat, tetapi dapat mereka lakukan terhadap orang-orang yang mereka kenal atau yang berhubungan intim dengan mereka, termasuk kekasih atau yang akrab disebut pacar. 

Karena kekasih yang sudah memiliki hubungan yang intim satu sama lain, membuat mereka kadang saling melakukan tindakan seenaknya terhadap satu dengan yang lain. Salah satunya adalah tindakan kekerasan yang sering dilakukan khususnya oleh para remaja. Hal ini disebut abusive relationship.

Abusive relationship merupakan suatu hubungan yang tidak sehat untuk diri sendiri dan pasangan. Ketika seseorang pada tahap kehidupan remaja, mereka sulit untuk mengontrol emosi yang dimiliki, sehingga dapat mempengaruhi sikapnya terhadap orang lain. Hal inilah yang dapat menimbulkan kekerasan dalam hubungan percintaan sehingga dapat disebut abusive relationship. Perilaku ini dapat merugikan satu pihak, biasanya dialami oleh perempuan.

Kekerasan dalam percintaan dapat berupa kekerasan fisik dan psikis oleh pasangan. 

Ketika suatu hubungan sudah memasuki tahap kekerasan, maka ini dapat tergolong kedalam sebuah tindakan kriminalitas. Banyak contoh kasus perilaku kekerasan fisik yang dialami dalam hubungan percintaan, misalnya dengan dipukul, didorong, digigit, dicekik, ditendang. Sedangkan kekerasan psikologis yaitu dengan cara mengancam, menghina, merendahkan, mengintimidasi dan mengisolasi. Korban juga dikontrol dalam beraktivitas seperti dengan siapa bergaul, dengan siapa berbicara dan membatasi keterlibatan korban dengan orang lain dengan menggunakan kecemburuan untuk membenarkan tindakan pelaku.  Hubungan romantis dapat menjurus pada abusive relationship, menurut McCrea, ditandai dengan adanya kecenderungan:


(1) pelaku memiliki ego yang besar (egois), karena pelaku merasa memiliki korban secara seutuhnya maka ia memiliki ego yang besar terhadap korban dan melakukan tindakan apasaja terhadap korban.


(2) hubungan yang dijalin menyebabkan isolasi dari lingkungan sosial, hubungan yang tidak sehat ini menyebabkan korban tidak dapat bergaul dengan lingkungannya karena adanya kekangan dari pelaku.


(3) pasangan tidak bertanggung jawab dan sering berbohong, karena kurangnya keterbukaan satu sama lain menimbulkan kesalahpahaman yang dapat memicu kekerasan dalam hubungan.


(4) salah satu pihak terlalu bergantung pada pasangannya, karena sudah bergantung pada pasangan sehingga sulit untuk mengakhiri hubungan yang sudah pasti tidak sehat.


(5) adanya riwayat kekerasan dalam kehidupan pribadinya sebelum bertemu dengan pasangannya saat ini. Karena adanya tindakan kekerasan yang dialami saat kecil atau trauma yang dimiliki membuat pelaku melampiaskan dendam terhadap orang yang berada disekitarnya, termasuk kekasihnya sendiri


(6) hubungan harus berjalan sesuai peraturan dari pelaku kekerasan, karena tindakan egois yang dimiliki pelaku membuat hubungan berjalan sesuai kehendaknya, korban dipaksa untuk mengikuti kemauannya.


(7) pelaku menggunakan zat adiktif yang berelasi dengan kekerasan, misalnya obat- obatan terlarang atau minuman keras, karena adanya faktor dari luar ini membuat pelaku susah untuk mengontrol diri


(8) adanya kejanggalan selera seksual dan sering memanipulasi demi mendapatkan yang diinginkan,


(9) hubungan berjalan dengan penuh prasangka. Pasangan tidak saling menaruh percaya pada satu sama lain (McCrea, 2012: 38).


Hal-hal tersebut adalah faktor yang menyebabkan mengapa remaja melakukan kekerasan terhadap pasangannya. Menurut John Alan Lee dalam bukunya yang berjudul "Colors of Love (1973)", motif percintaan ini disebut Mania yaitu hubungan percintaan cenderung destruktif / toxic yang cenderung obsesif, penuh rasa cemburu dan sangat bergantung dengan pasangan. Sehingga, apabila pelaku mengalami tindakan tersebut, maka ia akan melakukan kekerasan terhadap korban. Hal ini tentunya berdampak bagi korban baik dalam segi fisik maupun psikis yang dialaminya. Korban akan merasakan trauma atau bahkan menutup diri dari lingkungan sekitar.


Tentunya dibutuhkan sosialisasi yang dilakukan keluarga dan masyarakat untuk mengurangi adanya kekerasan dalam hubungan khususnya bagi remaja. Keluarga harus melakukan edukasi agar menciptakan anak-anak yang memiliki perilaku baik dan tidak menyakiti orang lain. Dalam menjalani hubungan, remaja juga harus saling terbuka dan menyelesaikan masalah dengan cara yang baik serta tidak menggunakan kekerasan satu sama lain. Apabila menjadi korban kekerasan dalam hubungan, sebaiknya segera lapor ke lembaga terkait agar segera ditindaklanjuti ke proses hukum. Jangan sampai kita menjadi korban kekerasan dalam hubungan.

Referensi:

Gunarsa, Singgih D. 1988. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Gunung Mulia

Juliyanto, Very, dkk. (2020). Hubungan antara Harapan dan Harga Diri Terhadap Kebahagiaan pada Orang yang Mengalami Toxic Relationship dengan Kesehatan Psikologis. Psikologi Interaktif. 8(1), 103-115.

Kartono, Kartini, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali, 1992.

Sumara, Dadan, Dkk. (2017). Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Penelitian dan PPM. 4(2), 129 – 389.

Unayah, Nunung., & Sabarisman, Muslim. (2015). FENOMENA KENAKALAN REMAJA DAN KRIMINALITAS THE PHENOMENON OF JUVENILE DELINQUENCY AND CRIMINALITY. Sosio Informa. 1(2), 121-140.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun