Mohon tunggu...
ERA SOFIYAH
ERA SOFIYAH Mohon Tunggu... Penulis - AKU ADALAH AKU BUKAN KAMU DIA ATAU MEREKA, KITA ADALAH SATU DAN KAMI BERSAUDARA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

AKU ADALAH AKU BUKAN KAMU DIA ATAU MEREKA, KITA ADALAH SATU DAN KAMI BERSAUDARA

Selanjutnya

Tutup

Money

Produk Kita, Produk Kebanggaan Indonesia Untuk Ketahanan Pangan Rumah Kita

1 Juni 2018   23:56 Diperbarui: 2 Juni 2018   02:12 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://web.facebook.com/BULOGTarakan/

Sudah menjadi hal lumrah, sejak awal Ramadhan hingga lebaran tiba, harga-harga kebutuhan pokok perlahan namun pasti akan merangkak naik.  Diawali dengan harga telur, ayam, daging lalu merembet ke sayuran maupun  bumbu-bumbu dapur. Situasi mahalnya harga kebutuhan pokok ini tidak  hanya didominasi saat ramadhan maupun lebaran tapi juga hari-hari besar  keagamaan lain seperti natal, tahun baru dan imlek. Namun, mengingat  ramadhan dan lebaran seringkali berdekatan dengan tahun ajaran baru  dimana kebutuhan sekolah juga turut merengsek membuat para pengendali  keuangan rumah tangga histeris. Bagai dua sisi mata uang, di lain pihak  masyarakat dikejar kebutuhan namun dituntut harus pandai berhemat pula  dan tentu saja itu bukan perkara mudah. 

Harga beberapa komoditas pangan yang kerap tak terkendali menurut Kepala Penelitian Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi, seperti dikutip neraca.co.id selain tidak adanya ketersediaan pangan yang cukup, ketidakakuratan data pangan yang berimbas permasalahan penanganan pangan, disebabkan beberapa hal seperti parameter pengambilan sampling yang sudah "out of date", ketidakcermatan enumerator dan jawaban narasumber. Data pangan yang tidak akurat menyebabkan banyak hal, salah satunya penentuan kebijakan yang tidak efektif. Kebijakan yang tidak efektif ini tentu berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Sementara, distribusi barang yang panjang serta adanya penimbunan yang dilakukan oleh distributor nakal dan pedagang besar yang tidak mau menjual beberapa komoditas tersebut karena terlalu lama ditimbun di gudang turut merugikan para pedagang eceran.

Hak Atas Pangan Tak Boleh Dikebiri

Hak atas pangan merupakan hak asasi paling mendasar karena merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama sehingga pemenuhan akan pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai landasan untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Hal yang paling penting dalam pemenuhan hak atas pangan adalah terjaminnya ketahanan pangan bagi setiap individu dan rumah tangga. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu.

Pengalaman telah membuktikan bahwa gangguan pada ketahanan pangan, seperti meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Posisi pangan sangat menentukan dalam stabilisasi ekonomi-politik karena merupakan kebutuhan dasar manusia, yang harus dipenuhi sesuai dengan hak asasinya sehingga merupakan salah satu pilar utama pembangunan nasional. Dengan demikian, ketahanan pangan yang kuat harus dicirikan oleh kemandirian pangan atau kedaulatan pangan.

Untuk saat ini, Indeks Ketahanan Pangan (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia sendiri berada di peringkat 71 dari 113 negara. Nilai indeks ini mengalami peningkatan dari 47,9 pada 2015 menjadi 50,6 pada 2016. Kenaikan indeks ini termasuk menjadi salah satu yang tertinggi di dunia.

The Economist Intelligence Unit dalam laporan GFSI menyatakan peningkatan indeks ketahanan pangan Indonesia terjadi karena didukung tiga aspek utama yakni keterjangkauan, ketersediaan, serta kualitas dan keamanan. Menurut Kementerian Pertanian aspek keterjangkauan mengalami kenaikan yang signifikan karena kebijakan Toko Tani Indonesia (TTI). Diluncurkan pada 2015, program ini dianggap memperpendek rantai perdagangan pangan di Indonesia. 

https://databoks.katadata.co.id/
https://databoks.katadata.co.id/
Meski mengalami perbaikan nilai, ketahanan pangan Indonesia masih dalam  kategori rendah dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Singapura menjadi  satu-satunya di ASEAN dengan nilai indeks paling tinggi. Sementara  Indonesia hanya lebih unggul dari Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos.                                                                                      

BULOG Sebagai Investasi Kesejahteraan Masyarakat

Dalam rangka terus memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia, pemerintah dituntut untuk memperbaiki semua sektor, terutama sektor pangan. Mengacu kebutuhan pangan yang tidaklah sedikit, pemerintah menunjuk Perum BULOG untuk berperan sebagai PSO (Public Service Obligation) berdasarkan Perpres 48/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun