Tidak ada bintang yang terlihat malam ini, awan hitam berhasil membuatnya hilang. Menampakkan langit malam yang terlihat suram dengan angin yang berhembus kencang meggugurkan daun lebih dahulu sebelum pagi. Kilatan petir dan suaranya yang bergemuruh meramaikan malam hari ini.
Hujan turun dengan lebat tanpa menghiraukan udara yang akan bertambah dingin, dengan Suara petir yang saling bersautan. Kebanyakan orang akan memilih bersembunyi dibalik selimut untuk menghindari udara dingin yang menembus masuk dinding rumah mereka. Rega yang terbangun dari tidurnya memilih untuk membuka gorden  kamar, menampakkan kilatan cahaya petir yang seakan ingin menunjukkan kehebatannya.
Rega duduk menghadap jendela kamarnya, tidak peduli sekeras apa petir dan hujan saat ini. Langit malam menggambarkan dirinya yang baru, dirinya yang menjauhi segala hal yang memuakkan. Membiarkan semua berjalan tanpa memperdulikan apapun. Tidak akan ada lagi ekspresi senang saat ia mendapatkan nilai tinggi, tidak akan ada senyum bahagianya saat hari libur, dan tidak akan ada lagi hari bahagia menurutnya.
Udara  yang semakin dingin tidak membuat Rega bangkit menuju kasur dan menutup diri dengan selimut tebal, justru yang ia lakukan saat ini adalah membuka jendela membiarkan air hujan masuk kedalam kamarnya yang gelap. Apapun yang akan terjadi besok, Rega tak akan pernah peduli lagi.Â
Ia telah mencapai batas akhirnya, tidak ada lagi tenaga yang akan ia siapkan untuk mengungkapkan kekesalannya, tidak ada keberanian lagi dalam dirinya untuk menuliskan keinginannya. Rumah tak lagi ramah, ekspresi Rega tak lagi sama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H