Jika didefinisikan, filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang membahas tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, pengetahuan, metode-metode ilmiah, serta sikap etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuwan, yang berfungsi sebagai sarana pengujian penalaran sains, merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan; serta memberikan landasan logis terhadap metode keilmuan (Judistira, 2006; Salmon et. al., 1992; dan www.wikipedia.org). Dalam ilmu manajemen, keberadaan ilmu filsafat sebagai akar munculnya teori-teori manajemen sehingga dapat berdiri sebagai ilmu yang memiliki aspek metodologis dan epistemologis yang menghasilkan pengetahuan empiris. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W.Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Kerangka Filosofis dalam Analisis Praktik Manajemen
Seorang manajer harus memiliki kemampuan dalam memilih ilmu pengetahuan secara selektif yang akan diaplikasikan dalam praktik pengelolaan sebuah organisasi. Manajer juga harus mampu memahami dan mengontrol perilaku orang lain yang terlibat di dalam organisasi. Kemampuan tersebut akan menghasilkan nilai dalam diri seorang manajer sehingga dapat menangani permasalahan yang muncul bahkan dalam kasus-kasus ekstrim organisasi. Kemampuan menyeleksi ilmu pengetahuan dalam praktik juga dapat menjadi kekuatan homogenisasi dari heterogenitas budaya, opini, dan wewenang dalam organisasi sehingga tercipta prinsip dan tujuan organisasi secara general.
Pemahaman keilmuan yang tepat bagi seorang manajer akan memberikan kemampuan berpikir rasional kognitif dalam pencapaian tujuan organisasi dan kemampuan berpikir rasional komunikatif dalam menangani masalah-masalah normatif (Dixon dan Dogan, 2012). Pemikiran yang dilakukan oleh seorang manajer dengan melakukan interaksi baik dengan intern maupun ekstern organisasi akan menghasilkan seperangkat hirarki tersetruktur mengenai keyakinan, nilai, dan norma manajemen organisasi.
Manajer yang mampu menghadapi konflik dalam organisasi dan bangga pada organisasinya tergantung dari kecenderungan pemahaman epistemologis dan ontologis mereka. Kecenderungan epistemologis memperlihatkan cara pandang manajer pada apa yang mereka ketahui, bagaimana hal itu diketahui, dan standar kebenaran apa yang bisa digunakan. Sedangakan kecenderungan ontologis menunjukkan anggapan seorang manajer mengenai sifat makhluk, bagaimana mereka ada, kondisi keberadaan mereka, dan kemungkinan penyebab mereka ada (Dixon, 2002).
Menurut Puspasari (2021) di dalam kajian filsafat ilmu manajemen terdapat tiga poin pembahasan penting antara lain:
 -  Ada atau secara filsafat disebut sebagai ontology
 - Pengetahuan yang secara filsafat disebut epistemologyÂ
 -  Nilai yang secara filsafat disebut aksiologi
Perspektif Ontologi
Ontologi diartikan dengan meta fisika umum yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam membahas asas-asas rasional dari kenyataan (Kattsoff, 1986). Dengan kata lain, permasalahan ontologi adalah menggali sesuatu dari yang nampak.