Ya, bahasa Arab nya "bi idznihi" , atau juga dalam konteks ini sepadan dengan "bi idznillah" - dengan izin Allah.
Kenapa Ia mengulang kata-kata ini,kata "izin", di samping kata "kehendak", atau pun "rencana" dan "ketentuan"?
Menurutku Ia sangat indah menyusun kalimat2 nya di dalam alQur'an. Coba kita perhatikan sejenak.
Kata izin, berarti memberikan keputusan,apakah sebuah rencana,atau gagasan, atau keinginan, boleh dilaksanakan,bisa dilaksanakan,atau bahkan tidak sama sekali. Kata izin tidak serta merta memaksa seseorang untuk melakukan suatu hal. Kata izin justru memberikan kebebasan bagi seseorang untuk mengajukan idenya, rencananya, atau rancangannya.
Izin berperan sebagai penentu,apakah rencana dan rancangan itu lah yang nantinya akan direalisasikan, atau si pemberi izin tidak memberikan izin, sehingga entah rencana tersebut ditolak,diganti dengan yang lebih baik,atau diperbaiki dari rencana awal. Tapi sekali lagi, si pemberi izin tidak pernah memaksa sang pemohon izin untuk melakukan sesuatu hanya dengan satu bentuk rencana.
Aku baru saja memahaminya,setidaknya dari ilmu yang kupunya sejauh ini, bahwa Allah,Sang Pemberi Izin, memang Maha Bijaksana. Ia tidak serta merta mendikte hambanya untuk menapaki satu desain kehidupan saja. Ia tidak mematahkan segala ide dan rencana hamba Nya, hanya dengan dalih TAKDIR, yang hanya membuat hambanya pasrah, tanpa usaha, tanpa rancangannya sendiri, tanpa rencananya sendiri.
Dengan "bi idznillah", Allah seakan memberikan kebebasan bagi kita untuk merencanakan rancangan kita masing2. Dengan kalimat itu, Ia tidak mematahkan cita-cita hambaNya, dan menimbulkan pesimisme pada hambaNya. Dia yang punya kehendak, namun menurutku, kehendak itu ialah tentang seperti apa keputusan yang Ia ambil atas rencana yang kita ajukan.
Maka berencanalah. Buatlah rancanganmu sendiri. Akan seperti apa hidup kita kelak. Akan seperti apa tahun depan, bulan depan, minggu depan, bahkan besok. Kita memang tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok dan di belahan bumi mana kita akan mati. Tapi Ia juga memerintahkan kita untuk merencanakan apa yang akan kita lakukan esok. Dan kedua nya ada di Al Qur'an (ayat tepatnya lupa :D).
Berencanalah. Tapi tetap pegang dua prinsip tentang interaksi kita terhadap keputusan Nya : harap dan takut, roja dan khauf. Ketika berencana, berharaplah sebesar-besarnya bahwa rencana itu akan terwujud. Namun, ketakutan dan kecemasan akan ketidakterwujudan rencana itu juga sudah sepantasnya ada dalam hati. Karena Ia yang memberi izin. Ia yang paling tau, rencana itu sudah cukup baik bagi kita, sangat buruk, atau ada yang lebih baik lagi. Maka terciptalah tiga jenis akhlak yang sudah sepantasnya dilakukan manusia : usaha, tawakkal, dan qonaah. Usaha menghindarkan kita dari kemalasan dan kepasrahan buta. Tawakkal (berserah diri pada keputusan Allah) menghindarkan kita dari kesombongan. Qonaah (menerima apa pun keputusan Nya dgn penuh prasangka baik) menghindarkan kita dari frustrasi, ketika keputusan yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan.
Semoga setiap kita bisa mengajukan rencana masing-masing. Tidak pesimis dan skeptis terhadap takdir, sehingga pada akhirnya, tidak semata menyalahkan Tuhan atas segala peristiwa buruk yang terjadi. Aamiin.
Bandung, 1 des 10,hujan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H