Perdebatan mengenai apakah negara maju sengaja menghalangi kemajuan negara berkembang telah menjadi topik yang sering diperbincangkan. Ada yang percaya bahwa negara-negara maju memang memiliki kepentingan untuk mempertahankan dominasi mereka di kancah global. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa faktor internal negara berkembang justru menjadi hambatan terbesar bagi kemajuan mereka sendiri. Artikel ini akan membahas kedua sisi permasalahan ini dengan contoh yang relevan.
Teori Intervensi Negara Maju
Salah satu teori populer adalah bahwa negara maju menggunakan berbagai cara untuk mempengaruhi negara berkembang agar tetap berada dalam posisi ketergantungan. Salah satu cara yang sering disebut adalah melalui kontrol budaya dan media digital. Misalnya, aplikasi populer seperti TikTok menjadi sorotan, bukan hanya sebagai platform hiburan, tetapi juga sebagai alat yang berpotensi membentuk pola pikir masyarakat, terutama generasi muda.
Konten di TikTok sering kali berfokus pada hiburan ringan, seperti tarian, tantangan viral, atau guyonan receh. Meski ada konten edukatif, jumlahnya masih kalah jauh dibandingkan dengan konten yang kurang memberikan manfaat jangka panjang. Beberapa influencer seperti Raymond Chin bahkan mengklaim bahwa menonton video TikTok secara berlebihan dapat menurunkan tingkat IQ seseorang karena sifatnya yang instan dan kurang menuntut pemikiran kritis.
Contoh Nyata Pengaruh TikTok
Salah satu contoh menarik adalah bagaimana opini publik dapat dipengaruhi melalui konten di TikTok. Misalnya, sebuah video yang memutarbalikkan fakta dengan framing tertentu bisa membuat penonton percaya bahwa sesuatu yang salah adalah benar, dan sebaliknya. Banyak video viral yang menampilkan argumen keliru namun disampaikan dengan sangat meyakinkan sehingga orang-orang cenderung mempercayainya tanpa kritis.
Sebagai contoh, sebuah video menampilkan seseorang yang menyatakan bahwa pelajar harus berhenti belajar matematika karena menurutnya tidak berguna dalam kehidupan nyata. Meski pandangan ini tidak sepenuhnya salah jika dipertimbangkan dalam konteks tertentu, penyampaiannya yang emosional dan didukung oleh komentar yang mendukung sering kali membuat audiens muda menelan mentah-mentah informasi ini tanpa memverifikasi kebenarannya.
Pengaruh Buzzer dan Opini Publik
Di Indonesia, peran buzzer di media sosial, termasuk TikTok, semakin menjadi perhatian. Buzzer ini sering kali digunakan untuk membentuk opini publik, baik itu untuk kepentingan politik maupun ekonomi. Misalnya, seorang buzzer dapat mempromosikan opini tertentu tentang kebijakan yang dianggap salah, meskipun kebijakan tersebut sebenarnya bermanfaat. Atau sebaliknya, mereka dapat mendukung narasi yang membenarkan tindakan yang tidak etis.
Pengaruh ini semakin berbahaya jika disebarkan melalui platform seperti TikTok, yang pengguna utamanya adalah generasi muda. Mereka cenderung lebih mudah terpengaruh oleh tren dan opini mayoritas, sehingga kurang memiliki kesempatan untuk menganalisis informasi secara kritis.
Faktor Internal yang Menghambat Kemajuan
Selain pengaruh dari luar, negara berkembang seperti Indonesia juga menghadapi banyak masalah internal. Faktor-faktor seperti korupsi, lemahnya penegakan hukum, dan rendahnya literasi digital membuat masyarakat sulit membedakan antara informasi yang valid dan yang tidak. Generasi muda yang menghabiskan lebih banyak waktu di platform seperti TikTok, tanpa panduan atau edukasi yang memadai, semakin terjebak dalam arus informasi yang membingungkan.
Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?
Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu fokus pada beberapa langkah strategis:
- Peningkatan Literasi Digital: Pemerintah dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk meningkatkan literasi digital, terutama bagi generasi muda, agar mereka mampu memilah informasi yang benar dari yang salah.
- Regulasi Konten Digital:Â Platform seperti TikTok perlu diawasi dengan lebih ketat agar konten yang merugikan tidak mendominasi.
- Pengembangan Konten Lokal:Â Mendorong kreator lokal untuk membuat konten edukatif yang menarik dan relevan sehingga dapat bersaing dengan konten hiburan ringan.
Benarkah negara maju sengaja menghalangi negara berkembang untuk maju? Mungkin ada beberapa bukti yang mendukung teori ini, namun faktor internal seperti lemahnya literasi digital dan kurangnya kontrol terhadap media sosial juga memainkan peran besar.
Indonesia memiliki potensi besar untuk maju, tetapi langkah konkret seperti memperkuat pendidikan, memperbaiki regulasi, dan memberdayakan generasi muda untuk berpikir kritis adalah kunci untuk mewujudkan itu. Dengan cara ini, kita dapat menghadapi tantangan baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk pengaruh dari platform digital seperti TikTok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H