Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

saat rapor dibagikan, apakah karakter anak ikut dinilai?

21 Desember 2024   13:08 Diperbarui: 21 Desember 2024   15:00 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: chat gpt.com (AI) ilustrasi yang menggambarkan siswa sedang memegang rapor

Saat ini, semester pertama tahun ajaran telah usai. Rapor siswa telah dibagikan, dan orang tua mulai menilai sejauh mana pencapaian anak-anak mereka selama enam bulan terakhir. Namun, dalam perenungan ini, muncul pertanyaan yang lebih besar: apakah nilai di atas kertas sudah cukup untuk mencerminkan kualitas pendidikan seorang anak? Atau, lebih jauh lagi, apakah sekolah benar-benar memberikan pendidikan yang bermakna?

Pendidikan di Indonesia sering kali terjebak dalam rutinitas administratif. Anak-anak diajarkan untuk menyelesaikan tugas demi tugas, mengejar nilai, dan memastikan kenaikan kelas. Tetapi bagaimana dengan pembentukan karakter? Apakah sistem pendidikan kita benar-benar membantu siswa menjadi individu yang berpikir kritis, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan kehidupan?

Masalah dalam Sistem Pendidikan Saat Ini

  1. Pernyataan Guru yang Tidak Memotivasi

Saat saya sekolah, saya mendengar pernyataan dari seorang guru yang, menurut saya, sangat aneh dan kurang memotivasi. Guru tersebut mengatakan, "Kamu boleh saja malas-malasan selama tiga tahun, tapi yang penting sikapmu baik, tugasmu selesai, dan kamu pasti naik kelas kok. Nggak perlu pintar, asal tetap ikuti aturan." Pernyataan ini seakan-akan mengesampingkan pentingnya belajar untuk berkembang, bukan sekadar memenuhi standar minimum.

Pesan seperti ini dapat memberikan kesan bahwa sekolah hanya peduli pada tugas yang selesai, bukan pada proses belajar itu sendiri. Bagaimana siswa bisa termotivasi untuk belajar jika guru sendiri tidak menekankan pentingnya usaha, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk berkembang?

  1. Fokus Berlebihan pada Nilai Akademik

Sistem pendidikan kita terlalu menitikberatkan pada hasil akademik. Anak-anak dinilai berdasarkan angka, bukan proses. Padahal, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan empati jauh lebih penting untuk kesuksesan di dunia nyata. Akibatnya, banyak siswa yang kehilangan semangat belajar karena merasa sistem hanya menghargai mereka yang "pintar" di atas kertas.

  1. Minimnya Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sering kali hanya menjadi formalitas dalam mata pelajaran tertentu. Padahal, pembentukan karakter harus diintegrasikan ke dalam setiap aspek pembelajaran. Misalnya, mengajarkan tanggung jawab melalui proyek kelompok atau membangun empati dengan diskusi isu sosial. Sayangnya, hal-hal seperti ini jarang menjadi prioritas.

Peran Penting Orang Tua dalam Pendidikan

Ketika sekolah gagal memberikan pendidikan yang seimbang, orang tua harus mengambil peran lebih besar. Pembentukan karakter dan kemampuan berpikir kritis harus dimulai di rumah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua antara lain:

  • Diskusi tentang Isi Rapor: Gunakan momen pembagian rapor untuk berdiskusi dengan anak tentang proses belajar mereka, bukan hanya hasil. Tanyakan apa yang mereka pelajari, apa yang mereka sukai, dan apa yang mereka anggap sulit.

  • Meningkatkan Kebiasaan Membaca: Membiasakan membaca buku yang relevan dan menantang secara intelektual dapat membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir analitis. Orang tua dapat membeli buku-buku yang sesuai dengan minat anak, seperti buku sains populer atau cerita yang memuat nilai moral.

  • Memberikan Contoh Nyata: Anak-anak belajar dari teladan. Jika orang tua menunjukkan sikap positif terhadap belajar dan menghargai proses daripada hasil, anak akan cenderung meniru.

Kritik terhadap Sistem Pendidikan

  1. Kurikulum yang Kaku

Kurikulum di Indonesia sering kali tidak relevan dengan kebutuhan zaman. Banyak materi yang diajarkan hanya untuk memenuhi target administratif, tanpa mempertimbangkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Reformasi kurikulum yang lebih fleksibel dan kontekstual sangat dibutuhkan.

  1. Kurangnya Pelatihan Guru

Guru adalah ujung tombak pendidikan. Namun, banyak guru tidak mendapatkan pelatihan yang cukup untuk meningkatkan metode pengajaran mereka. Pemerintah perlu mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk pelatihan yang fokus pada pengajaran kreatif dan berbasis karakter.

  1. Minimnya Keterlibatan Orang Tua

Sekolah dan orang tua sering kali berjalan sendiri-sendiri. Padahal, sinergi antara keduanya sangat penting untuk keberhasilan pendidikan anak. Pemerintah dan sekolah perlu menciptakan program yang melibatkan orang tua secara aktif dalam proses pendidikan.

Menata Ulang Sistem Pendidikan

Pendidikan bukan hanya soal nilai atau ijazah. Tujuan sejati pendidikan adalah membentuk individu yang mampu berpikir kritis, beradaptasi, dan memiliki karakter yang kuat. Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan adalah:

  • Meningkatkan Pendidikan Karakter di Sekolah: Pendidikan karakter harus menjadi bagian integral dari setiap mata pelajaran. Guru perlu diberikan pelatihan khusus untuk mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam proses belajar.

  • Mengurangi Beban Tugas yang Tidak Relevan: Fokuskan tugas pada pengembangan keterampilan nyata, seperti pemecahan masalah atau proyek berbasis kolaborasi.

  • Melibatkan Komunitas dalam Pendidikan: Libatkan masyarakat dalam pendidikan melalui program mentoring, diskusi, atau pelatihan keterampilan. Anak-anak perlu melihat bahwa belajar adalah bagian dari kehidupan, bukan hanya sesuatu yang dilakukan di sekolah.

Penutup

Rapor bukan sekadar angka; ia adalah cerminan dari proses belajar seorang anak. Namun, jika sistem pendidikan hanya fokus pada tugas dan nilai, siapa yang akan mengajarkan karakter dan berpikir kritis kepada anak-anak kita? Pendidikan adalah tanggung jawab bersama: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jika setiap pihak bersedia bekerja sama, kita dapat membentuk generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berkarakter dan siap menghadapi dunia yang terus berubah.

Sekarang saatnya kita bertanya pada diri sendiri: apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang lebih baik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun