Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Indonesia Masih Sulit Menerima Kebebasan Beragama?

12 November 2024   05:26 Diperbarui: 12 November 2024   07:43 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari: https://www.cnnindonesia.com

Indonesia dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip Bhinneka Tunggal Ika---berbeda-beda tetapi tetap satu. Dalam konstitusi pun, kebebasan beragama dijamin sebagai hak setiap warga negara. 

Namun, dalam praktiknya, kebebasan beragama di Indonesia masih sering menghadapi tantangan dan batasan, baik dari masyarakat maupun kebijakan negara.

Mengapa kebebasan beragama sulit diterima di Indonesia? Mari kita telaah beberapa faktor penyebabnya.

1. Dominasi Agama Mayoritas dalam Budaya
Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, pandangan masyarakat terhadap agama sering kali didominasi oleh nilai-nilai Islam. Ini berarti bahwa ada kecenderungan untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang agama mayoritas. Seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda, atau memilih untuk tidak beragama sama sekali, sering kali dianggap sebagai "melenceng" dari norma sosial yang berlaku.

Budaya yang terbentuk dari dominasi agama mayoritas ini berpotensi memunculkan eksklusivitas, di mana pandangan yang berbeda dianggap ancaman. Sikap ini muncul tidak hanya di kalangan mayoritas agama tertentu saja, tetapi juga di kelompok agama lain yang mendominasi suatu wilayah.

2. Rendahnya Pendidikan Tentang Toleransi
Sistem pendidikan di Indonesia masih cenderung fokus pada pengajaran agama masing-masing tanpa banyak memberikan pendidikan multikultural yang mendorong pemahaman terhadap keragaman keyakinan. Kurangnya pendidikan tentang toleransi beragama membuat masyarakat cenderung melihat perbedaan sebagai sesuatu yang harus dihindari atau dicurigai.

Sementara pendidikan agama penting, pendidikan tentang keragaman dan penghormatan terhadap keyakinan orang lain tidak kalah penting. Literasi tentang pluralisme dan kebebasan beragama seharusnya menjadi bagian dari kurikulum nasional agar generasi muda memahami pentingnya menghargai perbedaan.

3. Pengaruh Media Sosial dan Penyebaran Informasi yang Bias
Di era digital, media sosial memainkan peran besar dalam membentuk pandangan masyarakat. Sayangnya, media sosial juga bisa menjadi ruang bagi intoleransi dan prasangka berkembang. Isu-isu agama yang sensitif sering kali dipelintir atau dibesar-besarkan untuk tujuan tertentu, baik politik maupun ekonomi. Kasus-kasus tentang seseorang yang dianggap melenceng dari ajaran agama tertentu sering kali menjadi bahan perdebatan panas di media sosial dan dihakimi secara sepihak.

Narasi kebencian yang dibagikan secara viral dapat memengaruhi pandangan masyarakat secara signifikan, menyebabkan munculnya penolakan atau bahkan tindakan kekerasan terhadap mereka yang berbeda pandangan. Padahal, informasi yang disebarkan belum tentu akurat atau didasarkan pada fakta yang sebenarnya.

4. Kebijakan Negara yang Masih Terbatas
Meskipun konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama, implementasi kebijakan di tingkat lokal dan nasional sering kali terbatas. Negara mengakui hanya enam agama resmi, dan mereka yang memilih keyakinan di luar agama-agama tersebut sering kali menghadapi kesulitan dalam menjalani kehidupan beragama mereka. Kebijakan ini menghambat individu yang memilih jalur kepercayaan lain atau yang memilih untuk tidak beragama sama sekali.

Terkadang, individu atau kelompok yang tidak memeluk agama mayoritas merasa terintimidasi atau bahkan dilarang melakukan aktivitas ibadah. Masih banyak kasus di mana komunitas tertentu tidak bisa mendirikan tempat ibadah karena mendapat tekanan dari masyarakat mayoritas, atau bahkan dilarang oleh otoritas lokal.

5. Pemahaman Teks Agama yang Kurang Mendalam
Banyak masyarakat yang secara tekstual berpegang pada ayat-ayat agama, tetapi pemahaman terhadap nilai toleransi sering kali masih terbatas. Dalam Al-Quran, misalnya, terdapat ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama" (Al-Baqarah: 256), yang sebenarnya menegaskan bahwa pilihan beragama atau keyakinan adalah hak setiap individu. Sayangnya, ayat-ayat seperti ini sering kali kurang ditekankan dalam wacana keagamaan sehari-hari, yang justru lebih sering mempertegas batasan-batasan antara "yang benar" dan "yang salah".

Pemahaman teks agama yang mendalam sebenarnya bisa membuka ruang dialog dan membangun toleransi. Dengan menekankan pesan-pesan perdamaian dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, agama bisa menjadi pendorong bagi terciptanya harmoni di tengah masyarakat yang beragam.

Cara Membangun Kebebasan Beragama yang Sehat di Indonesia

Kebebasan beragama seharusnya dihargai sebagai bagian dari hak asasi manusia dan dilihat sebagai pondasi bagi masyarakat yang inklusif. Agar Indonesia bisa lebih menerima kebebasan beragama, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

1. Pendidikan Toleransi Sejak Dini: Menambahkan kurikulum yang menekankan pada pentingnya penghargaan terhadap perbedaan dan hak individu sejak dini. Dengan cara ini, generasi mendatang dapat tumbuh dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya kebebasan beragama.

2. Kampanye Media Sosial Positif: Menggunakan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian, serta mendorong tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk lebih sering menyuarakan pentingnya menghormati hak beragama orang lain.

3. Penegakan Hukum yang Adil: Pemerintah harus tegas dalam menindak kasus intoleransi, termasuk kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu. Dengan adanya hukum yang jelas dan penerapan yang tegas, diharapkan akan tercipta rasa aman bagi semua orang untuk menjalankan keyakinannya masing-masing.

Penutup
Indonesia masih memiliki jalan panjang menuju penerimaan kebebasan beragama yang sepenuhnya inklusif. Namun, dengan upaya kolektif untuk memahami dan menghargai perbedaan, negara ini bisa menciptakan masyarakat yang benar-benar mencerminkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Toleransi bukan hanya tentang menerima keberagaman yang sudah ada, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang memungkinkan setiap orang untuk hidup sesuai dengan keyakinan mereka tanpa rasa takut atau tertekan. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi contoh nyata dari negara yang menghargai kebebasan beragama dalam arti yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun