Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, memberikan panduan etis dan moral serta menawarkan makna spiritual. Namun, ketika pemahaman terhadap agama menjadi terlalu sempit atau disalahartikan, hal ini dapat menghambat kemampuan masyarakat untuk maju. Di Indonesia, sebagian umat Muslim berpegang pada pandangan yang cenderung menganggap dunia sebagai hal yang perlu dihindari karena fana dan menyesatkan.Â
Akibatnya, fokus pada spiritualitas justru menggeser perhatian dari kebutuhan duniawi, seperti kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan keterampilan praktis lainnya.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri beberapa pemikiran yang dapat memengaruhi cara berpikir umat dan, pada akhirnya, berdampak pada perkembangan masyarakat.
1. Menganggap Dunia Hanya Sekedar Godaan
Banyak yang menyampaikan bahwa dunia adalah "sumber godaan" dan perlu dijauhi untuk menjaga kemurnian hati. Dalam ceramah-ceramah agama, kita sering mendengar anjuran untuk menjauh dari keinginan duniawi, bahkan jika itu termasuk mengejar pendidikan, pekerjaan, atau usaha untuk meraih kesuksesan ekonomi. Pemikiran ini sering dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa dunia fana dan hanya akhirat yang kekal.
Namun, pandangan ini berpotensi mengarah pada sikap apatis terhadap urusan dunia. Padahal, dalam Islam, konsep dunia dan akhirat sebenarnya berjalan beriringan. Allah memerintahkan manusia untuk beribadah sekaligus berperan sebagai khalifah di bumi, yang berarti turut serta dalam membangun peradaban. Oleh karena itu, mengabaikan dunia secara total sebenarnya bertentangan dengan konsep Islam yang mengajarkan keseimbangan dan tanggung jawab sosial.
2. Menyepelekan Kerja Keras dan Keahlian Duniawi
Beberapa ustaz juga mendorong jamaah untuk mengutamakan kedekatan dengan Allah sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan kebahagiaan, kelancaran rezeki, atau kesuksesan di dunia. Dengan banyak membaca Al-Qur'an, berdzikir, salat lima waktu, dan amal-amal ibadah lainnya, mereka dijanjikan rezeki yang mudah dan kehidupan yang bahagia. Sementara kedekatan dengan Allah dan doa memang merupakan elemen penting dalam hidup seorang Muslim, anggapan bahwa rezeki dan kesuksesan akan datang tanpa kerja keras dapat mengakibatkan masyarakat kurang menghargai pentingnya usaha dan keterampilan.
Sebagai contoh, ada anggapan bahwa orang yang sukses pasti karena bakti kepada orang tuanya atau doa yang terus dipanjatkan. Hal ini menimbulkan pola pikir bahwa amal ibadah akan langsung dikonversi menjadi kemudahan hidup, sehingga aspek-aspek duniawi seperti kerja keras, ketekunan, pemikiran kritis, dan keahlian teknis kurang diperhatikan. Sikap ini berpotensi membuat umat menjadi pasif dan tidak kompetitif dalam menghadapi tantangan modern.
3. Menganggap Semua Masalah Dapat Diselesaikan dengan Ibadah
Sebagian masyarakat berpikir bahwa semua masalah hidup -- termasuk ekonomi, pendidikan, atau kesehatan -- dapat diselesaikan hanya dengan meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Akibatnya, mereka mengesampingkan solusi-solusi praktis, seperti perencanaan keuangan, pelatihan keterampilan, atau pendidikan anak. Padahal, meski ibadah sangat penting, Islam juga mendorong kita untuk menggunakan akal, berinovasi, dan belajar dari pengalaman untuk mengatasi tantangan hidup.
Pemikiran ini bisa membentuk masyarakat yang kurang berani menghadapi persoalan secara langsung dan lebih cenderung pasif menunggu "pertolongan ilahi." Hal ini pada akhirnya menghambat proses belajar dan mengembangkan keterampilan praktis yang sebenarnya dibutuhkan untuk menghadapi dinamika hidup sehari-hari.
4. Mengabaikan Pentingnya Inovasi dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam, kita mengenal tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Ibnu Rushd yang mempelajari beragam ilmu, dari kedokteran hingga matematika dan filsafat. Mereka menjadi bukti bahwa agama Islam tidak melarang ilmu dunia, bahkan mendorong umatnya untuk menguasainya demi kemaslahatan umat. Sayangnya, pemahaman ini semakin pudar di kalangan sebagian umat yang justru melihat ilmu pengetahuan sebagai "urusan dunia" yang tidak seharusnya diprioritaskan.
Pandangan sempit ini dapat mengisolasi umat dari perkembangan zaman dan membuat mereka bergantung pada teknologi atau ilmu yang diciptakan oleh pihak luar. Pada akhirnya, umat akan tertinggal, hanya menjadi pengguna dari teknologi atau ilmu yang seharusnya bisa mereka kuasai dan kembangkan.
5. Tidak Menghargai Usaha dan Strategi dalam Kesuksesan
Ketika seseorang mencapai kesuksesan atau keberhasilan finansial, sebagian orang sering mengaitkannya semata-mata dengan berkah dari amal ibadah. Mereka mengabaikan faktor-faktor duniawi seperti kemampuan membaca peluang, strategi bisnis, dan kecakapan manajemen yang mungkin berperan besar dalam keberhasilan tersebut. Akibatnya, masyarakat menjadi kurang terdorong untuk belajar dan mengembangkan diri dalam bidang-bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Mengaitkan kesuksesan hanya dengan amal ibadah tanpa mempertimbangkan usaha, perencanaan, dan strategi dapat mengurangi apresiasi terhadap kerja keras dan inovasi. Sikap ini menghambat pola pikir rasional dan kemampuan untuk bersaing dalam ekonomi modern, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi kemiskinan di masyarakat.
Kesimpulan: Memahami Agama dengan Keseimbangan
Islam mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Tidak ada larangan untuk mengejar kesuksesan di dunia selama itu dilakukan dengan cara yang halal dan tetap mengingat tujuan akhirat. Islam juga mengajarkan umat untuk menggunakan akal, menguasai ilmu pengetahuan, serta berusaha semaksimal mungkin dalam segala hal. Maka, pola pikir yang mengabaikan dunia dan hanya bergantung pada ibadah untuk mengatasi setiap masalah sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam yang menyeluruh.
Jika umat Muslim ingin maju dan berkontribusi lebih besar dalam peradaban modern, mereka perlu memahami bahwa kedekatan dengan Allah dan kerja keras di dunia adalah dua hal yang saling melengkapi. Dengan pemahaman agama yang lebih seimbang, umat dapat meraih kesuksesan dunia sekaligus mempersiapkan kehidupan akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H