3. Takut Terlihat Salah atau Bodoh
Banyak orang enggan mempertanyakan pendapat otoritas atau berpikir kritis karena takut terlihat bodoh atau salah di depan orang lain. Ketakutan ini mendorong mereka untuk menerima informasi begitu saja, daripada mempertaruhkan harga diri mereka dengan mengkritisi atau memeriksa lebih dalam.
4. Bias Konfirmasi dalam Media Sosial
Media sosial berperan besar dalam memperkuat dogmatisme. Algoritma platform seperti Facebook, Instagram, atau Twitter cenderung menampilkan konten yang sejalan dengan keyakinan kita, sehingga jarang sekali kita dihadapkan pada sudut pandang yang berbeda. Hal ini memperkuat bias konfirmasi, di mana seseorang terus-menerus dikonfirmasi dalam pandangannya dan semakin sulit menerima pemikiran lain.
Dampak Dogmatisme Terhadap Kemajuan Indonesia
Dogmatisme tidak hanya merugikan individu, tetapi juga bisa memperlambat kemajuan bangsa. Ketika masyarakat tidak terbuka terhadap ide-ide baru, inovasi menjadi terhambat. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, inovasi dan pemikiran kreatif sangat dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah yang ada, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga masalah sosial lainnya.
Sebagai contoh, di bidang teknologi dan industri, jika masyarakat atau pembuat kebijakan terjebak dalam dogma yang kaku dan menolak perubahan, hal ini bisa memperlambat adopsi teknologi baru atau metode kerja yang lebih efisien. Ketika individu atau kelompok berpikir bahwa cara lama adalah yang terbaik tanpa mau membuka diri terhadap inovasi, negara akan kesulitan untuk bersaing di pasar global yang terus berubah.
Cara Mengatasi Dogmatisme dan Mendorong Pemikiran Kritis
Untuk mempercepat kemajuan, perlu adanya upaya untuk mengurangi dogmatisme dan mendorong pemikiran kritis. Beberapa langkah yang bisa dilakukan meliputi:
1. Mendorong Pendidikan Kritis Sejak Dini
Pendidikan yang menekankan pada kemampuan berpikir kritis dan analitis perlu diterapkan di semua tingkatan pendidikan. Anak-anak harus diajarkan untuk mempertanyakan informasi, mencari bukti, dan terbuka terhadap perspektif lain. Ini akan membantu mereka tumbuh menjadi individu yang berpikir mandiri dan tidak mudah terjebak dalam dogma.
2. Meningkatkan Literasi Media
Literasi media menjadi sangat penting di era informasi. Masyarakat perlu diajarkan cara memverifikasi informasi, membedakan antara berita palsu dan fakta, serta memahami bias yang mungkin ada dalam sebuah laporan atau argumen.
3. Membuka Ruang untuk Dialog yang Terbuka
Salah satu cara untuk mengatasi dogmatisme adalah dengan menciptakan ruang di mana orang dapat berdialog secara terbuka tanpa rasa takut dihakimi. Dialog yang sehat dan terbuka akan membantu masyarakat memahami sudut pandang lain dan mengurangi kecenderungan untuk menolak pemikiran baru.
Kesimpulan
Dogmatisme di era informasi adalah salah satu tantangan besar bagi kemajuan masyarakat Indonesia. Sikap yang menolak pemikiran lain tanpa mempertimbangkan fakta atau argumen yang lebih baik dapat memperlambat inovasi dan membatasi kemampuan negara untuk berkembang. Untuk melawan ini, kita perlu membangun budaya berpikir kritis dan terbuka terhadap perspektif baru. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat maju dan bersaing di dunia global yang terus berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H