Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" (QS. An-Nahl: 90). Memang benar bahwa Allah memerintahkan pembagian waris yang lebih besar untuk laki-laki karena mereka bertanggung jawab atas nafkah keluarga. Namun, jika ada perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga, misalnya karena perceraian atau kematian suami, maka ia juga berhak mendapatkan bagian yang lebih besar.
Akal dan Ketaatan dalam Islam
Para ulama dan ustadz, meskipun mereka adalah orang-orang yang berilmu, tetaplah manusia yang bisa salah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk tidak hanya mengikuti mereka secara buta, tetapi juga menguji kebenaran yang diajarkan dengan akal dan penalaran yang sehat. Ketaatan dalam agama tidak berarti mematikan pikiran kritis, melainkan memahami alasan di balik setiap ajaran, termasuk sunnah.
Dalam sejarah, umat Muslim mencapai puncak kejayaan ketika mereka menggunakan akal untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Contohnya, pada masa keemasan Islam, ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina dan Al-Khwarizmi menggunakan logika dan rasio dalam mengembangkan ilmu kedokteran, matematika, dan filsafat, sambil tetap mempertahankan keimanan mereka. Mereka tidak hanya menerima sesuatu tanpa menguji kebenarannya, tetapi terus mencari dan menggali pengetahuan untuk mendekatkan diri kepada kebenaran yang hakiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H