Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyeimbangkan Iman dan Akal, Ketika Ketaatan Tidak Sekadar Mengikuti

5 Oktober 2024   11:35 Diperbarui: 5 Oktober 2024   11:39 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluatrasi gambar (Chat.openai.com)

Apakah Wajib Patuh terhadap Sunnah?

Pernahkah Anda mendengar seseorang mengatakan bahwa kita harus patuh dan taat kepada semua perintah Nabi dan para ulama, serta jangan berpikir menggunakan akal karena jika kita memikirkannya dengan akal, kita tidak akan sanggup mencapainya? Pemikiran seperti ini sering kali digemakan bagi mereka yang ingin masuk surga dan mengikuti Rasul. Namun, apakah Islam adalah agama yang mengajarkan kita untuk tidak menggunakan akal?

Nabi Muhammad Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak

Perlu dipahami bahwa semua perintah Nabi dan perintah para ulama bertujuan untuk memberikan maslahat bagi umat, kecuali perintah-perintah khusus seperti haji, puasa, shalat, dzikir, dan ibadah lainnya, yang dimaksudkan untuk mengesakan Allah dan sebagai bentuk ketaatan kita kepada-Nya.

Namun, perintah-perintah Allah bersifat fleksibel. Jika seseorang tidak mampu melaksanakannya atau merasa perintah tersebut terlalu berat, maka ada keringanan untuk tidak melakukannya. Misalnya, dalam perintah puasa, jika seseorang memiliki penyakit yang membuatnya sulit berpuasa, ia diberikan keringanan. Namun, hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk bermudah-mudahan dalam meninggalkan ibadah. Allah memberikan perintah semacam itu sebagai ujian bagi hamba-Nya, apakah ia taat atau tidak. Tentu, ujian ini harus dijalani dengan niat ikhlas dan kesediaan untuk berkorban demi mentaati perintah-Nya.

Haruskah Semua Perintah Nabi dan Ulama Kita Taat?

Lalu, muncul pertanyaan: Apakah semua perintah Nabi dan para ulama harus kita taati? Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mematuhi Nabi? Jawabannya panjang. Perlu dipahami bahwa Nabi memberikan perintah kepada umatnya untuk menegakkan keadilan dan mengajarkan akhlak yang baik. Pada zaman dahulu, banyak terjadi maksiat dan ketidakadilan, seperti pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, kerja paksa, bahkan pembunuhan terhadap anak-anak.

Salah satu contoh nyata tentang bagaimana Nabi Muhammad memperbaiki akhlak buruk menjadi baik adalah kebiasaan orang Arab Jahiliyah yang mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup. Pada masa itu, anak perempuan dianggap aib dan beban, sehingga praktik keji ini menjadi lumrah. Nabi Muhammad datang dengan tegas mengutuk dan melarang kebiasaan tersebut, menegakkan ajaran bahwa setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama dalam martabat dan perlindungan.

Dengan ajaran Nabi, umat diajarkan untuk mencintai dan menghargai anak perempuan, sehingga kebiasaan yang sangat kejam ini akhirnya ditinggalkan. Ajaran Islam menekankan betapa berharganya setiap nyawa dan betapa pentingnya berlaku adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin.


Keadilan dalam Pembagian Harta Waris

Salah satu contoh di mana ketaatan tidak harus dilakukan secara mutlak adalah dalam hal pembagian harta waris. Dalam Islam, laki-laki mendapatkan porsi warisan yang lebih besar daripada perempuan, yang pada masa lalu relevan karena laki-laki menanggung nafkah keluarga. Namun, pada zaman sekarang, ada banyak perempuan yang juga bekerja dan menafkahi keluarganya. Maka, konsep keadilan dalam pembagian waris ini bisa dipertimbangkan ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun