Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi dan saya ingin memberikan opini, pendapat atau bisa juga pengalaman hidup saya kepada anda.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

banyak yang tidak tahu, akar dari kemiskinan di indonesia

27 September 2024   21:00 Diperbarui: 28 September 2024   18:53 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar (https://chat.openai.com/)

Sejak kecil, sebagian besar orang Indonesia telah diajarkan berbagai aturan agama dan kebiasaan tanpa penjelasan yang jelas. Banyak dari kita diajarkan untuk mematuhi aturan-aturan seperti larangan makan sambil berdiri atau tidak berbicara di kamar mandi, namun ketika kita bertanya "mengapa," jawabannya seringkali tidak memadai. "Sudah dari dulu begitu," atau "jangan tanya kenapa," adalah respon umum yang diterima.Kebiasaan untuk tidak mempertanyakan ini membentuk pola pikir yang menerima sesuatu tanpa analisis kritis. Anak-anak tumbuh besar dengan pemahaman bahwa aturan agama atau adat adalah sesuatu yang tidak boleh dipertanyakan, sehingga mereka cenderung tidak mengembangkan kemampuan berpikir logis atau kritis. Ketika dewasa, mereka menghadapi tantangan hidup dengan cara yang sama: menggantungkan diri pada kebiasaan atau dogma lama tanpa menyesuaikannya dengan kondisi zaman.

Contoh paling nyata dari dampak ini adalah ketika seseorang hanya bekerja seperti mayoritas orang pada umumnya, tanpa memperhatikan apakah gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Mereka tidak berpikir untuk mencari pekerjaan lain yang menawarkan gaji lebih besar, bahkan ketika kebutuhan hidup semakin meningkat. Sementara itu, jumlah anak terus bertambah, menambah beban finansial yang seharusnya sudah diantisipasi sejak awal. Tanpa evaluasi lebih lanjut, perilaku seperti ini menjadi penghalang untuk mencapai kesuksesan karena mereka tidak mengembangkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijak berdasarkan kondisi aktual mereka sendiri.

Lebih jauh lagi, ajaran tentang berbakti kepada orang tua juga sering kali diartikan secara keliru. Meskipun agama mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, ini sering ditafsirkan sebagai keharusan untuk mematuhi setiap permintaan mereka, tanpa memperhatikan apakah hal tersebut realistis atau merugikan diri sendiri. Misalnya, seorang anak yang lebih ingin bekerja daripada kuliah sering kali terjebak dalam dilema, dipaksa untuk mengikuti kehendak orang tua, meskipun hal itu tidak sejalan dengan keinginannya.

Dogma seperti ini, yang diadopsi tanpa pemahaman yang mendalam, menjadi salah satu penyebab kegagalan banyak orang Indonesia dalam mencapai kesuksesan. Mereka tidak diberi ruang untuk berpikir mandiri dan bertanggung jawab atas pilihan hidup mereka, karena sejak kecil sudah terbiasa hidup dalam aturan-aturan yang tak boleh dipertanyakan.

Solusi untuk Mengatasi Pola Pikir yang Tidak Kritis :

Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah yang bisa diterapkan:

1. Pendidikan Kritis Sejak Dini : Penting untuk mendorong anak-anak bertanya dan berpikir kritis, bukannya hanya menerima aturan tanpa penjelasan. Pendidikan yang mendukung kebebasan berpikir dan analisis mendalam dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan untuk mengevaluasi dan menyesuaikan aturan yang diterima dengan konteks zaman mereka.

2. Keterbukaan dalam Keluarga: Orang tua juga sebaiknya membuka dialog yang lebih komunikatif dengan anak-anak. Dengan menjelaskan alasan di balik aturan atau kebiasaan, anak-anak akan belajar memahami konteks serta mampu menghargai aturan tersebut tanpa merasa dibebani.

3. Mendorong Kebiasaan Evaluasi Diri: Baik untuk anak-anak maupun orang dewasa, penting untuk mengembangkan kebiasaan merefleksikan keputusan yang diambil. Mengajarkan untuk membedakan mana nilai-nilai yang relevan dengan kondisi masa kini dan mana kebiasaan lama yang mungkin perlu diubah, akan membantu mereka dalam mengambil keputusan yang lebih bijak.

4. Menawarkan Contoh Nyata: Dalam kehidupan sehari-hari, memberikan contoh-contoh dari tokoh masyarakat atau individu yang berhasil dengan mengandalkan pemikiran kritis dan refleksi diri dapat memotivasi orang lain untuk mengambil sikap yang sama. Orang tua juga bisa menjadi role model dalam hal ini.

Dengan pendekatan seperti ini, kita bisa membentuk generasi yang lebih mandiri, mampu berpikir kritis, dan lebih siap menghadapi tantangan zaman tanpa terjebak pada dogma yang tidak relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun