Salafi atau Wahabi merujuk kepada generasi awal umat Islam yang dianggap sebagai teladan dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Generasi Salaf dianggap sebagai kelompok yang paling murni dalam memahami dan menjalankan agama karena mereka hidup dekat dengan masa Nabi. Namun, golongan ini memiliki pemahaman yang keliru dan juga bertentangan dengan ayat Al-Qur'an.
Salah satu penyimpangannya adalah argumen yang menyatakan bahwa, "Barang siapa yang mencari ridha Allah walaupun dibenci manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan membiarkannya bergantung kepada manusia (Allah tidak membantunya)" (HR Tirmidzi: 2414).
Bukannya saya tidak percaya kepada hadis ini atau menganggap bahwa hadis ini palsu, tetapi segelintir orang dari kaum Wahabi menganggap bahwa hubungan antarmanusia dapat diabaikan demi 'mengagungkan' Allah. Padahal, di dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan, "Dan berbuat baiklah kepada manusia sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu" (QS. Al-Qasas: 77).
Sebagai contoh, ada seseorang yang sedang merokok atau bermaksiat, lalu datang orang dari kaum Wahabi yang langsung mengatakan bahwa merokok itu haram dan Allah membenci para pelaku maksiat. Perilaku seperti ini malah menimbulkan fitnah atau kerusakan, seperti dibenci atau dimusuhi. Kebanyakan dari mereka berargumen dengan dalil, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus menyuruh kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan." (HR Tirmidzi: 2169).
Perlu Anda ketahui bahwa berbuat baik kepada sesama manusia adalah ajaran yang sangat penting dalam Islam dan merupakan inti dari perintah-perintah Al-Qur'an. Nabi Muhammad selalu mencontohkan tindakan kasih sayang dan kebaikan kepada orang lain tanpa memandang latar belakang atau status mereka. Jadi, pada akhirnya kita harus berpikir kritis terhadap hadis atau ayat suci Al-Qur'an. Akankah dalil tersebut menimbulkan kemaslahatan atau malah menimbulkan fitnah?
Selain itu, karena perbedaan zaman antara zaman dulu dan zaman sekarang, bayangkan saja jika pada zaman Nabi atau zaman kegemilangan Islam mayoritas adalah Muslim dan jarang sekali ada orang yang bermaksiat. Ketika Nabi melihat orang yang bermaksiat, Nabi langsung menasihatinya secara terang-terangan. Itu mungkin bisa diterima pada zaman dulu, tetapi pada zaman sekarang kita bisa menemukan banyak sekali maksiat yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita. Maka, kita tidak bisa menegur seperti itu karena bisa menimbulkan fitnah atau permusuhan. Sebaiknya kita tetap berbuat baik kepada mereka dan menasihatinya secara halus serta mengajak kepada kebaikan.
Kebanyakan orang berpaham Wahabi berargumen dengan dalil bahwa kita harus patuh terhadap sunnah Nabi, mengikuti pendapat para ulama, dan tidak boleh membantah pendapat mereka walaupun mereka salah. Pada akhirnya, orang Wahabi memahami agama dalam konteks tekstual atau memahami agama secara kaku dan mengandalkan interpretasi literal terhadap hadis tanpa mempertimbangkan konteks zaman dan kemaslahatan umat.
Jika ada ustadz yang mengatakan bahwa kemaslahatan lebih penting dibanding menimbulkan fitnah, maka orang berpaham Wahabi akan mengikutinya. Sebagai contoh, jika ada pelaku maksiat, kita harus tetap lemah lembut kepada mereka, karena Nabi pernah berlaku lemah lembut kepada pelaku maksiat, seperti dalam hadis yang menyatakan bahwa Nabi memaafkan orang Arab Badui yang kencing di dalam masjid karena dia tidak mengenal adab yang baik.
Lalu, ada ustadz lain yang berkata bahwa kita harus mengingkari atau menasihati pelaku maksiat bagaimanapun keadaannya, walaupun kita dibenci oleh seluruh masyarakat. Mereka menggunakan hadis, "Barangsiapa yang mencari ridha Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan membiarkannya bergantung kepada manusia (Allah tidak membantunya)" (HR Tirmidzi: 2414). Maka orang yang berpaham Wahabi akan mengikutinya.
Walaupun begitu, tidak semua orang yang berpaham Wahabi mengikuti hadis secara literal atau kaku. Ada segelintir orang yang berpikir kritis dan menentukan kemaslahatan sesuai dengan perkembangan zaman. Saya juga termasuk yang mengikuti dakwah Wahabi, tetapi saya sadar bahwa ada keanehan dalam tata cara beragama yang saya lakukan, karena bertentangan dengan ayat Al-Qur'an yang lebih mengutamakan kemaslahatan dan kemudahan dalam beragama.