Jika kita menyicipi makanan lezat, tentu kita lebih ingin tahu resepnya bagaimana dan siapa yang meraciknya, ketimbang menanyakan bahan-bahan apa saja yang digunakan. Ya, sebuah hidangan memang sangat tergantung pada resep dan kualitas koki yang membuatnya.
Bahan-bahan sederhana bisa disulap menjadi hidangan lezat, jika yang memasaknya adalah koki handal dan profesional. Ditunjang dengan racikan istimewa, terciptalah sajian makanan yang nomor satu.Â
Sebaliknya, bahan-bahan mahal dan berkualitas nomor satu, seringkali menjadi hidangan biasa-biasa saja, karena resepnya tak menarik. Dan yang mengolahnya pun bukan profesional.
Kita sering menemukan betapa lezatnya sebuah hidangan yang hanya berbahan dasar tahu dan tempe. Dan di sisi lain, ada hidangan tak terlalu berkesan di lidah, padahal bahan dasarnya adalah daging-dagingan, bumbu berkualitas import, dan pastinya semuanya mahal-mahal. Tentulah hal ini sangat berkaitan dengan cara mengolahnya.
Dalam hidup pun demikian. Kebahagian seringkali hadir dalam banyak kesederhanaan. Sementara di sisi lain, tak jarang ketidaktenangan hadir dari sebuah kehidupan yang terlihat mewah.
Layaknya resep dalam makanan, hidup pun perlu racikan agar lebih terasa lezatnya. Kualitas koki yang menentukan kelezatan makanan, juga akan tergambar pada pribadi hebat yang menjadikan hidupnya luar biasa.
Ya, hidup juga perlu resep, perlu olahan sepesial, untuk meracik berbagai liku-liku yang hadir dalam hidup itu sendiri. Dan pastinya, tak semua berbentuk kesenangan. Hidup akan sangat ditentukan dari bagaimana cara kita menerimanya, lalu menerapkannya pada dunia.
Pada bahan makanan, jika kita hanya berhenti pada garam, maka kita akan berkesimpulan betapi asinnya makanan itu. Kita juga akan mengatakan betapa asamnya suatu hidangan, jika kita hanya sampai pada tahap memeras jeruk nipis. Betapa pedasnya cabe, betapa amisnya ikan, betapa menyengatnya bau bawang, dan seterusnya.
Tapi, saat kita mampu menakar ukuran garam, bisa mengukur perasan jeruk nipis, menentukan tingkat kepedasan, manis, dan sebagainya, lalu kita racik dengan sempurna; maka makanan lezat akan siap tersaji. Bahannya boleh sederhana, tapi resepnya harus spesial, oleh koki yang profesional.
Pada kehidupan, jangan berhenti pada tahap mendapatkan cobaan saja kemudian berkata, "Betapa susahnya hidup ini." Atau, berkesimpulan ketika menemui hambatan kecil berupa kegagalan, masalah dalam percintaan, dan masalah-masalah hati lainnya. Sebab, bisa jadi semua yang terlihat susah, hakikatnya adalah hal yang membahagiakan. Kita hanya perlu resep kehidupan yang spesial serta kepribadian yang tangguh, layaknya koki profesional di dunia masakan.
Cobaan yang rasanya asin seperti garam, rintangan yang pedasnya seperti cabe, dan kegagalan yang asamnya seperti jeruk, bisa jadi hanyalah bahan dasar yang perlu ditakar dengan pas. Lalu, kita padukan dengan nikmat lain yang Allah berikan, maka tersajilah kebahagiaan hidup.
Kuncinya adalah resep yang istimewa dan pribadi yang berilmu disertai iman dalam mengolahnya. Sebaik-baik resep kehidupan adalah apa yang telah Allah tetapkan dalam Al-Qur'an dan yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadis-hadisnya.
Allah Ta'ala berfirman;
"Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thoha: 123-124)
Dalam Al-Qur'an maupun hadis, telah banyak dijelaskan beberapa perpaduan resep kehidupan. Tentang bagaimana cara bersabar, cara ikhlas, tawakal, tawaduk, dan yang lainnya. Semuanya dijelaskan dengan tuntas. Tinggal bagaimana kita memelajarinya, menerapkannya, dan menjadikannya pedoman hidup.
Resep kehidupan telah tersaji sebegitu komplit dan lengkap. Jika kita masih saja sulit menemukan kelezatan-kelezatan dalam hidup, bisa jadi kita masih kurang beriman dengan semua itu. Dan yang pasti, kita tidak terbiasa menerapkan resep-resep itu. Mungkin Menerapkan sekali, tapi setelah itu meninggalkannya.
Menerapkan pedoman hidup yang benar, haruslah rutin dan dibiasakan, agar kita semakin ahli dalam meracik kebahagiaan hidup. Ibarat kita sering salah dalam memasak, padahal di dapur tersedia buku resep yang menunggu untuk dipraktekkan. Ya, Â kita butuh untuk mencoba lagi, praktik lagi. Berulang-ulang, berkali-kali, percobaan demi percobaan, lalu temuilah makanan yang lezat ketika telah menjadi ahli.
Di bulan Ramadan ini kita belajar. Â Ada ibadah puasa yang bisa kita petik hikmahnya tentang cara menakar. Kita bisa mengerti seberapa banyak kebutuhan makanan yang kita perlukan. Setelah itu, kita pun bisa mengukur kebutuhan lainnya melalui cara kita menahan segala hal yang membatalkan puasa. Kita akan paham hal mana saja yang penting dan yang mana hanya sekadar pelengkap.
Puasa, adalah momen yang tepat untuk mulai menerapkan resep istimewa di hidup kita. Melalui puasa, kita akan menemukan bentuk hidup ideal yang sebenarnya. Ada kesederhanaan yang penuh manfaat. Ada perjuangan yang diiringi keberkahan.K
Kembali lagi ke intinya. Hidup bukanlah soal mewah atau kekurangan. Tapi bagaimana kita mengolah bagian-bagiannya menjadi istimewa. Mengolah apa yang tersedia menjadi berkualitas.
Wallahu A'lam
---Yasir Husain, Penulis Buku SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H