Ada seseorang yang diberi nikmat berupa makanan, lalu ia memakannya. Ketika mencicipi pertama kali seketika ia berkata, "Sepertinya ada yang kurang, tapi apa ya?" Kemudian ia mencicipi lagi, dan setelah itu kembali bereaksi sama, merasa ada yang kurang tapi tidak tahu apa. Terus saja ia memakannya dan pada setiap suap nya selalu saja mencari apa yang kurang. Hingga saat makanannya habis, ia hanya disibukkan dengan pikiran tentang adanya yang kurang. Ternyata, bukan makanannya yang kurang. Makanannya sudah enak dan lezat. Tapi yang kurang adalah, rasa syukurnya. Ya, kurang bersyukur. Akhirnya, jadilah semuanya terasa kurang dan kurang.
Mungkin kita juga pernah mengalami kejadian serupa. Entah soal makanan yang selalu kita anggap kurang. Entah pakaian yang kita pikir kurang pas. Entah tempat tinggal yang kita sebut kurang besar. Entah pekerjaan yang kita nilai kurang layak. Entah tetangga yang kita anggap kurang bersahabat. Entah kulit yang kita pandang kurang putih, berat badan yang kurang ideal, pasangan (suami/istri) yang kurang romantis, kendaraan yang kurang mewah. Entahlah. Apapun itu, selama kita masih memikirkan ada yang kurang, maka rasa bersyukur kita akan semakin jauh. Jika syukur sudah diabaikan maka hilanglah kelezatan-kelezatan di berbagai lini kehidupan kita.
Belajar lagi pada puasa kita. Perhatikan. Setelah seharian kita menahan lapar dan haus, rasakanlah kenikmatan ketika berbuka. Apa yang kita lakukan? Pertama, kita meneguk air putih lalu diiringi dengan ucapan 'Alhamdulillah' seraya berkata dalam hati, "Akhirnya berbuka juga." Kita benar-benar bersyukur hingga seteguk air putih pun sudah sangat terasa nikmatnya. Kemudian perhatikan lagi setelah itu.
Kita mulai mencicipi makanan dan kita pun berucap sama, Alhamdulillah. Kita tak lagi memikirkan resep apa yang dipakai, yang ada, kita terus saja menikmati makanannya. Lalu kemudian kita Salat Magrib. Istirahat sejenak. Dan, hehe, kembali makan. Kita tidak bicara banyak sedikit cukupnya ya, tapi ini soal rasa dan kelezatan dulu. Ya, yang tadinya kita awali dengan bersyukur,maka selanjutnya yang ada adalah kelezatan-kelezatan yang menyusul. Ternyata memang benar bahwa yang bersyukur akan selalu ditambahkan nikmatnya oleh Allah. Tidak percaya? Buktikan sendiri.
Nah, melalui apa yang kita rasakan saat puasa dan apa yang kita alami ketika tak berpuasa, kita bisa menyimpulkan bahwa hilangnya nikmat dari sesuatu yang kita miliki, penyebab utamanya adalah tidak bersyukur. Kita selalu mencari yang kurang, padahal dengan menerima yang sudah ada dan merasa cukup (Qana'ah),akan menjadikan kita kaya di setiap keadaan. Apa sih istimewanya yang banyak jika rasa menganggapnya kurang? Bandingkan dengan yang sedikit tapi selaluterasa cukup di hati. Bukankah itu lebih baik?
Kita itu sebenarnya kaya. Allah selalu menyediakan nikmat-Nya untuk kita. Cuma terkadang, ketika menerima nikmat tersebut, reaksi pertama kita adalah mencari versi baiknya menurut kita. Padahal, bersyukur aja dulu danperhatikan setelahnya. Bisa jadi setelah itu, versi baik yang kita rumuskan tidak ada apa-apanya karena tertutupi dengan kelezatan-kelezatan yang menyusul selanjutnya setelah kita bersyukur. Bagaimanapun, yang Allah tetapkan selalu jauh lebih baik daripada yang kita rumuskan.
Banyak mengeluh akan menjadikan kita semakin gelisah. Banyak merasa kurang akan menjadikan kita semakin miskin. Sementara banyak bersyukur akan menjadikan kita beruntung, menjadikan kita qana'ah dan dengan itu, kitalah orang kaya yang sebenarnya.
 Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,
"Sungguh beruntung orangyang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rezeki yang cukup, dan qana'ah (merasacukup) dengan rezeki tersebut." (HR. Ibnu Majah)
Selanjutnya, apalagi yang membuat kita merasa kurang? Jika hanya tidak sesuai dengan resep yang kita inginkan. Jika hanya tak sejalan dengan rumus yang kita bangun. Jika hanya tak seperti dengan model yang kita idamkan apalagi hanya beda soal warna, maka berhentilah. Berhentilah menghabiskan waktu di seputar itu-itu saja. Sebab yang kita butuhkan bukan itu semua. Kita hanya butuh berucap 'Alhamdulillah' yang disertai dengan rasa bersyukur yang tulus, maka semuanya menjadi nikmat. Belum yakin? Ingat lagi puasa kita, lalu rasakan kenikmatan yang kita peroleh ketika berbuka. Sudah tahu kan, rasanya?
Wallahu A’lam
—Yasir Husain, Penulis Buku SETIA (Selagi Engkau Taat &Ingat Allah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H