Mohon tunggu...
Yasir Husain
Yasir Husain Mohon Tunggu... Guru - Guru

Teacher; Penulis Buku Nasihat Cinta dari Alam, Surga Menantimu, SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Messi dan Kehebatan Sepak Bolanya yang "Kejam"

10 Januari 2019   09:01 Diperbarui: 10 Januari 2019   09:10 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: skysports.com

Lionel Messi yang akrab disapa Messi, memiliki kemampuan sepakbola di atas rata-rata. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya prestasi yang telah ia raih di dunia sepakbola. Bahkan, Messi disebut-sebut sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah ada dalam sejarah sepakbola. Tapi, di balik perjalan sepakbola Messi untuk menjadi yang terbaik seperti sekarangt ini, terdapat beragam kejadian. Salah satunya adalah, tersisihnya beberapa bintang sepakbola demi "memuluskan" karir Messi.

Kenapa demikian? Mari kita kupas satu per satu.

Messi Mengawali debutnya di tim senior Barcelona pada tanggal 16 Oktober 2004. Saat itu, ia berusia 17 tahun 3 bulan dan 22 hari. Tentu usia yang masih sangat muda untuk bermain di tim senior sekelas barcelona. Sejak saat itu, Messi mulai mencuri perhatian dunia. Walaupun belum menjadi pemain inti, Messi telah menampakkan tanda-tanda akan menjadi pemain bintang di masa mendatang.

Tapi, perlu diketahui, sejak Messi mengawali debutnya, Barca hanya meraih 2 gelar La liga (2005 dan 2006) dan satu tropi Liga Champions (2006), di bawah asuhan pelatih Frank Rijkard. Itupun bukan Messi sebagai pemain inti. Musim kompetisi 2006/2007, Messi mulai menjadi pemain regular barca di tim inti. Tapi di tahun tersebut hingga musim kompetisi 2007/2008, Barca tak merasakan gelar apapun. Messi memang selalu menampilkan magisnya selama itu, tapi tetap tak bisa memberikan gelar juara kepada barcelona.

Kehebatan Messi Dimulai dengan "Kejam"

Barcelona yang tak mendapatkan gelar selama dua musim kompetisi berturut-turut, menyebabkan manajemen melakukan perombakan. Yang paling awal adalah, diputusnya kerjasama antara Frank Rijkard dan Barcelona. Manajemen Barca kemudian menunjuk Josep "Pep" Guardiola yang notabene tak memiliki riwayat kepelatihan yang mumpuni. Pep, begitu panggilan akrabnya, hanya bermodalkan melatih tim B Barcelona, yang bermain di kasta kompetisi yang lebih rendah. Tapi, Pep lah yang kemudian bisa mengeluarkan kemampuan terbaik Messi.

Pep memulai "kekejamannya" dengan membuang beberapa bintang, yang dianggap selama ini sebagai "penghambat" kemampuan Messi. Messi seolah kurang percaya diri selama masih ada bintang yang lebih utama darinya. Maka, bintang seperti Ronaldinho dan Deco adalah pemain yang menjadi korban pertama Guardiola. 

Nomor punggung 10 yang sebelumnya dipakai Ronaldinho diserahkan ke Messi, sebagai simbol bintang utama club Catalan tersebut. Guardiola pun memperkenalkan strategi tiki-taka yang terkenal hingga saat ini. Walaupun (katanya) strategi ini sudah dimulai di era Johan Cruiff. Tapi Guardiola lah yang menjadikannya membumi.

Messi dijadikan false-nine, istilah yang dipakai di sepakbola untuk pemain yang dijadikan striker utama, yang posisi aslinya sebenarnya bukan striker. Semua permainan harus berpusat kepada Messi. Seluruh pemain harus bekerja untuk Messi. Bola mengalir dari kaki ke kaki hanya untuk menemukan Messi. Semua pemain pun harus paham betul ke mana Messi bergerak, ke arah mana dia mengumpan bola, dan saat apa Messi tak meminta bola. Lahirlah kemudian pasangan playmaker Xavi dan Iniesta, yang benar-benar sejalan dengan gaya Messi, mengerti maunya Messi.

Hasilnya, Barcelona meraih Treble Winner di musim perdana Pep Guardiola melatih. Sangat fantastis! Bukan hanya itu. Bahkan, Barca kembali meraih tambahan 3 gelar di tahun yang sama. Jadilah Barca sebagai tim pertama yang meraih enam gelar sekaligus dalam setahun; La liga, Liga Champions, Copa del Rey, Copa de Espana, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia antar Club. Tidak berhenti sampai di situ. Messi kemudian melengkapi capaian tersebut dengan meraih Ballon d'Or pertamanya dan FIFA Best Player. Luas biasa.

"Kekejaman" Terus Berlanjut

Pep Guardiola belum puas. Ia masih ingin terus menambah tropi. Di musim perdananya, Pep kembali mengevaluasi dan ia kembali menemukan pemain-pemain yang dianggap tak sejalan dengan visi bermain Messi. Akhirnya, Samuel Eto'o pun ditendang dan digantikan oleh Ibrahimovic. Setahun kemudian, Ibra pun tak sesuai, ia pun ditendang dan diganti oleh David Villa. 

Hanya bermain 2 musim efektif, Villa juga ditendang. Alexis Sanchez datang dan bintang-bintang baru pun datang. Yang tidak cocok dengan Messi harus siap-siap angkat kaki. Bahkan hingga saat ini, setelah beberapa pergantian pelatih pasca Guardiola mengundurkan diri, tradisi ini terus berlanjut.

Jika dihitung, sudah ada banyak pemain bintang yang angkat kaki hanya karena permainannya yang dianggap tak sejalan lagi dengan Messi. Bahkan, yang baru datang pun, sehebat apapun dia, harus siap-siap menjadi penghangat bangku cadangan jika tak klop dengan Messi.

Tengok saja nama-nama bintang yang angkat kaki. Dimulai dari Ronaldinho, Deco, dan Eto'o. Disusul kemudian Ibrahimovic, David Villa, Alexis Sanchez, dan Yaya Toure. Ada Arda Turan, dan yang menjadi penghangat bangku cadangan, ada mantan striker Valencia, Paco Alcacer; pemain tengah asal Potugal, Andre Gomes hingga pemain dengan harga selangi, Osmane Dembele; dan masih banyak pemain baru yang menjadi penghangat bangku cadangan. Mereka semua dianggap tidak klop dengan Messi.

Yang paling menghebohkan adalah angkat kakinya Neymar dari Barca. Sebelumnya, ia digadang-gadang sebagai penerus Messi di Barcelona. Tapi yang terjadi tetaplah tradisi Messi. Standar Messi benar-benar tinggi. Saat ini, hanya Suarez dan Busquest yang benar-benar konsisten bertahan mendampingi Messi sebagai pemain inti. Coutinho yang datang dengan biaya termahal bahkan sudah mulai jadi penghangat bangku cadangan.

Tak ada pemain bintang kecuali yang cocok dengan Messi. Sampai kapan? Mungkin sampai Messi pensiun. Atau, sampai Messi angkat kaki dari Barcelona jika hal itu terjadi.

"Kekejaman" Berlanjut ke Timnas Argentina

Selama bergabung di Timnas Argentina, Messi telah berhasil mengantarkan Argentina menjadi juara Piala Dunia U-20 tahun 2005, dan Olimpiade tahun 2008 lalu di level junior. Untuk level senior, Messi belum sekali pun mempersembahkan tropi juara. Walaupun pernah 4 kali masuk final yaitu pada 3 gelaran Copa Amerika 2007, 2015, 2016 dan satu Piala Dunia 2014, Messi dkk selalu kandas dan harus rela menjadi runner up.

Melihat prestasi Messi di level senior tersebut, para pelatih yang menangani Timnas Argentina beranggapan, bahwa Messi harus bermain seperti ketika bermain di Barcelona. Strategi ala Barca pun semaksimal mungkin diterapkan. Hal ini tidaklah mudah, sebab kebersamaan di Timnas tentu tak seintens di club. Sangat susah untuk membangun kecocokan dalam waktu yang instan.

Meskipun demikian, pelatih tetap mamaksakan untuk melakukannya. "kekejaman" ala Barca pun diterapkan. Banyak pemain yang berstatus bintang tersisih atau tak mendapat panggilan dari Timnas. Semuanya demi mencari kecocokan dengan Messi. 

Nama-nama seperti Riquelme sudah mulai tersisih di Piala Dunia 2010 padahal saat itu masih hebat sebagai playmaker, menyusul pemain-pemain hebat yang tak mendapat panggilan masuk Timnas. 

Setiap kali skuad Timnas Argentina diumumkan, selalu memunculkan perdebatan akibat adanya pro dan kontra. Tapi pelatih tidak memedulikan itu. Yang pelatih tahu, yang penting cocok dengan Messi, dan Messi bisa bermain seperti ketika bermain di Barcelona.

Sabella, pelatih Argentina pada Piala dunia 2014, hampir berhasil memaksimalkan peran Messi. Ia membangun tim yang banyak pengamat menilai saat itu bukanlah tim juara. Sabella tetap pada pendiriannya, yang penting klop dengan Messi. Tapi sayang, Argentina pun harus gagal setelah dikalahkan oleh Jerman di partai pucak.

Saat di Piala Dunia Rusia 2018, Pelatih Argentina, Jorge sampaoli, kembali memegang prinsip yang sama. Sampaoli mengharuskan semua pemain bermain untuk Messi. 

Akhirnya, dipanggilah pemain-pemain yang notabene banyak yang tidak populer. Bahkan, bintang sekelas Mauro Icardi, Top Skor Seri-A Liga Italia di musim tersebut, harus tersisih. Bukan hanya itu, pemain terbaik sekelas Paulo Dybala pun---walaupun turut dibawa ke Rusia---harus rela menjadi penghangat bangku cadangan. Tapi apa hasilnya? Argentina lagi-lagi gagal. Bahkan kali ini hanya sampai 16 besar.

Tapi kali ini Messi tanpa keterangan. Messi belum kembali bermain sejak terakhir kali bermain melawan Prancis. Apakah ini pertanda "kekejaman" Messi telah berakhir di Timnas Argentina? 

Menarik dinanti. Saat ini, sepeningggal Messi, pemain-pemain bintang yang selama ini tersisish dan masih berusia muda telah menunjukkan aksinya di Timnas Argentina, terutama Dybala dan Icardi. Apakah Messi akan kembali "mengacaukan" semuanya? Atau era Messi yang akan tamat? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.


Yasir Husain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun