Sejak terbangun di pagi hari, perhatikan apa yang pertama kali kita pikirkan? Apa yang paling ingin kita raih, dan tujuannya apa setelah meraihnya? Pikirkanlah, apa sebenarnya yang memenuhi pikiran kita.
Jika pikiran kita kebanyakan diisi  dengan hal-hal yang murni berkaitan dengan diri kita dan tanggung jawab kita, maka seharusnya kita bisa menghadapi hidup ini dengan teratur. Tak begitu berat dan tak banyak beban. Ya, tentunya kita telah dibekali oleh Allah dengan berbagai potensi yang bisa kita kembangkan di hidup ini, untuk menunjang segala kebutuhan kita dalam hidup. Jika kita menggunakan dan memanfaatkan semuanya sesuai jalurnya dan berdasarkan porsinya, maka kita akan menemukan segalanya akan baik-baik saja.
Masalah kemudian muncul, ketika kita sudah mulai keluar dari jalur. Pikiran kita yang tadinya fokus dengan diri sendiri dan tanggung jawab, sudah kita gunakan pada hal-hal di luar kuasa kita. Atau, pada hal-hal yang---sebenarnya---bukan urusan kita dan tak ada kaitannya dengan kita.
Sebagai contoh, tadinya kita bekerja benar-benar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dan kita pun bisa bertanggung jawab dengan itu. Apa yang kita peroleh, semuanya diterima oleh anggota keluarga dengan baik. Kita senang dengan apa yang kita dapatkan. Kita menikmatinya tanpa beban. Intinya semua fasilitas yang kita miliki sudah terasa cukup dan kita pun tak ada masalah. Pikiran kita tenang dan tak ada beban.
Ya, jika tetap seperti itu, insyaAllah, kita akan selalu bahagia. Kita bersyukur pada setiap keadaan. Pada saat kita berlebih, kita pun berbagi pada yang membutuhkan. Intinya kita selalu sadar bahwa betapa banyak nikmat yang Allah berikan dan sebab itulah setiap harinya kita semakin bersyukur. Hal ini baik dan perlu untuk selalu dipertahankan.Â
Kita perlu istikamah, kita harus konsisten dengan keadaan positif seperti ini. Kita harus selalu terbiasa memenuhi pikiran kita dengan hal-hal sewajarnya dan sesuai porsinya. Fokus pada diri sendiri dan tanggung jawab dan jangan pernah membandingkannya dengan orang lain.
Nah, ketika kita tiba-tiba mencoba membanding-bandingkan kondisi kita dengan orang lain, di situlah biasanya muncul masalah. Ketika kita merasa lebih dari orang lain, kita akan dengan mudah memandang rendah orang lain. Dan saat kita merasa di bawah, kita pun akan merasa terbebani bahkan putus asa.
Coba bayangkan, bagaimana jadinya jika setiap hal yang akan kita dapatkan terlebih dahulu dibandingkan dengan orang lain. Kita ingin makan saja, harus melebihi makanan orang lain atau---paling tidak---sama dengan orang lain. Ingin kendaraan pribadi, nilainya pun harus melebihi atau sama dengan orang lain. Semuanya dibandingkan.
Yang paling miris, saat kita sebenarnya tak butuh, kita pun berusaha mati-matian memenuhinya hanya karena orang lain telah memilikinya. Jadilah beban pikiran kita bertambah dan lewatlah kapasitas dari yang seharusnya terpikirkan. Kita tak lagi bisa menikmati apa yang kita peroleh. Kita hanya sibuk membandingkannya dengan apa yang didapatkan orang lain. Padahal, kebutuhan dan selera kita dengan orang lain tak selalu sama.
Jika kebiasaan ini terus saja kita pelihara, secara tidak langsung kita telah menggantungkan sebagian hidup kita pada orang lain. Kita telah mengusik kebahagiaan dan ketenangan hidup kita sendiri. Pikiran kita yang tadinya stabil akhirnya dipenuhi dengan hal-hal tak penting yang hanya akan jadi sumber masalah.
Jika pikiran sudah terganggu maka ketenangan pun akan terusik. Akhirnya kebahagiaan pun semakin jauh. Pikiran kita yang seharusnya hanya diperuntukkan untuk kewajiban dan tanggung jawab kita, malah kita usik dengan sesuatu yang tak seharusnya menjadi isinya. Kita jadi mengurusi hidup orang lain, kita malah mengalihkan fokus pada hal-hal yang di luar kendali kita.Â