Seseorang berbuat kesalahan sekali, kamu malah mencelanya berkali-kali. Seseorang berbohong sekali, kamu malah menghinanya berkali-kali. Seseorang salah ucap sekali, kamu malah mem-bully-nya berkali-kali. Seseorang yang salah melangkah sekali, kamu malah menertawainya berkali-kali.
Ya, ibarat orang yang ke-pede-an---bahkan ke-pede-an banget---seolah tak pernah berbuat salah, begitulah seseorang yang sangat jeli melihat kuman diseberang lautan, dan tak mampu melihat raksasa di pelupuk mata. Seseorang yang hanya pandai mengeritik tapi tak sadar dengan kesalahan sendiri.
Coba perhatikan media-media sosial, betapa banyak celaan, bully-an, kritikan, dan semacamnya, yang terus-menerus dilancarkan.
Melihat orang berbohong terus saja di-bully seolah yang mem-bully tak pernah berbohong sedikit pun. Mendengar orang salah ucap terus saja dicela seolah yang mencela tak pernah tercela. Menyaksikan sebuah kekurangan terus saja direndahkan seolah yang merendahkan bebas dari kekurangan.
Jika kita berada di posisi-posisi itu, segeralah menyadari diri. Segeralah berbenah dan melihat diri sendiri lebih dalam lagi. Kita dan orang-orang yang kita bully, yang kita cela, yang kita rendahkan, bahkan kita hina, semuanya sama dengan kita. Sama-sama manusia.
Kita menyaksikan orang berbohong, sadarlah bahwa kita juga pernah berbohong. Saat kita melihat orang lain melakukan kesalahan, ketahuilah bahwa kita juga tak luput dari kesalahan.
Jika memang tujuan kita baik. Ingin melihat segalanya menjadi baik, maka bully-an, celaan, bahkan hinaan, bukan jalan yang tepat untuk untuk kita lakukan. Kita harus saling mengingatkan dan itu tidak pake celaan. Kita harus saling menutupi kekurangan dan itu tidak dengan merendahkan. Kita harus saling melengkapi dan itu bukan dengan cara menganggap diri paling benar dan menjelek-jelekan orang lain dengan kesalahannya.
Kita perlu merenung, bahwa kesalahan bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada diri kita sendiri. Kita juga harus sadar bahwa seseorang yang salah mungkin setelah itu akan segera memperbaiki kesalahannya. Jadi tidak perlu lagi dihina, tak usah lagi dicela.
Jangan sampai orang lain yang kita bully malah telah memperbaiki diri, dan kita tetap saja dengan bully-an kita. Itu tandanya orang lain telah berubah menjadi lebih baik, sementara kita yang menjadi lebih buruk.
Celaan yang kita lontarkan setiap saat bisa saja membuat orang yang kita cela, langsung memperbaiki kesalahannya dan telah bertobat, serta menjadi semakin baik setiap hari. Lalu kita? Ya, kita. Bisa jadi kita malah yang lupa bertobat. Kita keasikan terus mencela hingga menjadikannya kebiasaan. Jadilah kita membiasakan yang buruk. Semakin tertinggal di tengah kemajuan orang-orang yang kita cela dan kita bully.
Yang paling parah, jangan sampai kita kebanyakan mem-bully dengan kritik berlebihan, sementara masalah yang kita kritik sama sekali kita tak punya keahlian di dalamnya.
"Ingat! Seseorang yang mengkritik sesuatu yang tidak ada keahlian terhadapnya---hakikatnya---ia tidak mengkritik, tapi memperlihatkan kebodohannya."
Wallahu A'lam
Yasir Husain, Penulis Buku SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H