Hari itu udara terasa sejuk. Maklum, wilayah Sumba Timur diguyur hujan. Hujan menjadi sesuatu yang dirindukan. Jika di daerah lain terjadi banjir karena cura hujan yang tinggi, namun tidak bagi tanah Humba. Istilah Tanah Humba sering diungkapkan untuk merujuk kepada wilayah Sumba dan Sumba Timur Khususnya.
Wilayah Sumba Timur lebih banyak musim kemaraunya daripada musim hujan. Musim hujan biasanya dimulai pada akhir bulan Oktober atau awal bulan November dan berakhir pada akhir bulan Februari atau awal bulan Maret tahun berikutnya. Itu berarti musim hujan hanya terjadi empat bulan itu pun selama empat bulan itu hujan tidak rutin turun.
Hal yang paling menarik adalah ketika musim hujan tiba, hamparan padang sabana yang menutupi perbukitan akan terlihat hijau dan sejuk. Namun pada musim kemarau hamparan bukit sabana Sumba akan kelihatan kering dan gosong. Hal inilah yang menyebabkan warga Sumba umumnya mendambakan hujan mengguyur deras guna membasahi tanah Humba.
Dan, lihatlah ketika hujan itu datang menghampiri, bukit sabana Sumba menampilkan pesona yang penuh daya pikat seakan hendak memberitahukan kepada dunia bahwa tanah Humba adalah tanah yang menjanjikan kehidupan yang berbeda yang tidak dimiliki oleh tempat lain di bumi nusantara ini.
Salah satu tempat yang menjadi target kami adalah gugusan bukit Hiliwuku. Bukit ini berada di desa Hiliwuku, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur. Jaraknya kurang lebih tiga puluhan kilo meter dari Waingapu yang menjadi pusat kota kabupaten Sumba Timur. Untuk bisa masuk ke tempat ini tidak perlu merogoh kocek lebih dalam. Semuanya bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi roda empat atau pun roda dua.
Saat pertama masuk ke tempat ini jantung saya berdegup kencang. Saya benar-benar kagum dengan gugusan bukit nan hijau dan sejuk. Gumpalan kabut putih yang melayang-layang di atas perbukitan memberikan pesona tersendiri. Kicauan burung syahdu dalam keheningan. Ada rasa syukur yang terbersit dalam dada. Terima kasih Tuhan untuk pesona alam yang tiada duanya ini.
Mayoritas kami yang datang melihat bukit Hiliwuku menarik nafas dalam-dalam, tidak ada kata yang terucap selain wajah sumringah yang terpancar. Ini tentu merupakan efek dari pesona alam bukit Hiliwuku. Setiap orang yang mengunjungi tempat ini dipastikan bakal memiliki pengalaman yang berbeda.Â
Jika ingin menyaksikan keindahan alam yang masih asli dalam arti belum terpengaruh oleh perkembangan teknologi modern, gugusan bukit Hiliwuku dan alam Sumba Timur umumnya menjadi tempat yang pantas untuk didatangi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H