Sehingga menurut saya, UN tidak lebih sebagai seremoni tahunan pemerintah bersama dinas terkait dan semua lembaga pendidikan formal yang ada di negeri ini.
Sebagai sebuah seremoni atau perayaan, menurut saya hal itu bertujuan untuk bersenang-senang mumpung ada anggarannya. Dari pada dikembalikan ke khas negara mending dihabiskan. Dari sini, bukan mustahil menjadi lahan empuk bagi koruptor yang pandai memanfaatkan keadaan.
Hemat saya, UN untuk pemetaan harusnya membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam hal ini setelah dilakukan pemetaan kualitas pendidikan berdasarkan hasil UN itu, mesti ada tindakan selanjutnya.
Hal ini harus segera dilakukan agar lembaga pendidikan atau sekolah di setiap daerah tidak hanya bergerak berdasarkan ritmenya masing-masing yang kemudian menimbulkan kesan umum bahwa ada UN atau pun tidak ada UN sama saja, tidak ada pengaruhnya.
Pemerintah semestinya tidak hanya berhenti pada taraf pemetaan jika hal itu memang sudah dilakukan. Jika pemetaan itu memang telah dibuat, pemerintah mesti menyusun dan melaksanakan program selanjutnya tentang bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan di daerah atau wilayah yang masih terbelakang, misalnya NTT dan Papua.
Semoga pelaksanaan UN di tahun 2018 ini berjalan sebagaimana mestinya. Dan besar harapan agar hasilnya nanti bisa menjadi cermin bersama untuk menciptakan dan membenah lembaga pendidikan agar menghasilkan generasi bangsa yang beraklak, cerdas, optimis, serta bijak dalam menghadapi dunia dengan aneka perubahannya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H