"Kita jadi bisa menulis dan membaca, karena siapa, kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa, kita jadi pintar dibimbing pak guru, kita bisa pandai dibimbing bu guru, guru bak pelita penerang dalam gulita, jasamu tiada tara."
Demikianlah penggalan syair lagu yang menggambarkan tentang peran atau fungsi guru dalam kehidupan serta terimplisit penghargaan yang disematkan kepadanya. Sejarah membuktikan bahwa guru memiliki peran utama dalam mencetak kaum cerdik pandai. Kaum cerdik pandai inilah yang telah membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri dari belenggu bangsa asing.
Seiring berjalannya waktu peran guru selalu dibutuhkan dalam membina generasi yang cerdas berkarakter dan selaras zaman. Sadar sebagai bangsa yang sedang berkembang, pemerintah terus didorong guna memperlakukan guru secara khusus. Hal ini dilakukan agar guru benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar yang profesional.
Tidak bisa disangkal bahwa keberadaan guru pada masa perjuangan kemerdekaan (zaman dulu), tentu jauh berbeda dengan guru pada zaman sekarang. Kalau dulu guru tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, sekarang guru sudah memiliki sarana memadai yang memungkinkan guru itu bisa berkreasi atau menciptakan sesuatu yang baru dalam metode pembelajaran.
Namun sarana yang memadai dan kecakapan guru belum cukup mampu mendongkrak prestasi siswa secara umum dalam belajar. Kebanyakan guru juga masih mengeluh sebagaimana diungkapkan oleh Drs Yohanes Bere Anton, kepala SMPN 1 Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT: "saya sudah membuat persiapan mengajar yang bagus dan lengkap, sudah mengajar sesuai instruksi kurikulum, sudah mengajar berbagai metode yang dianjurkan, sudah mengajar dengan formulasi bahasa yang bagus, berpenampilan mengajar yang menyenangkan, tetapi hasilnya masih buruk juga" (Media Pendidikan Cakrawala NTT, Maret 2017).
Selain itu, mencermati fakta umum yang terjadi, guru masih kalang kabut menghadapi arus perubahan yang ada dalam dunia pendidikan. Arus perubahan ini sepertinya cenderung mengarah kepada perbuatan destruktif dari pada yang konstruktif. Munculnya perilaku siswa yang tidak lagi menghargai guru bahkan sampai pada aksi pemukulan terhadap guru. Apakah salah guru?
Hal ini haruslah menjadi pergumulan seorang guru. Dalam arti mesti ada upaya untuk mencari akar dari realitas persoalan yang ada. Apa yang diungkapkan oleh bapak Yohanes di atas serta fakta umum yang terjadi dalam dunia pendidikan, menurut saya hal tersebut merupakan titik simpul kebingungan guru.
Saya menilai fakta kebingungan ini sebagai efek dari matinya kreativitas guru dalam mengajar. Mengapa? Karena kencenderungan guru adalah menjiplak metode yang sudah ada, ditambah lagi dengan pengawas tingkat sekolah "memaksakan" guru untuk menerapkan kurikulum secara mentah tanpa memperhatikan kajian kontekstual yang mendalam sesuai keadaan sekolah. Akibatnya guru layaknya sebagai robot yang hanya bisa berfungsi karena instruksi. Itu artinya guru kehilangan roh kreatif untuk mengajar. Lantas seperti apakah guru zaman now itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin menegaskan kembali apa yang dikemukakan oleh Robert Bala, penulis buku Creative Teaching. Menurut beliau perlu ada kreativitas metodologis dalam diri seorang guru. Kreativitas adalah produk dari sebuah proses yang telah dilewati. Sebuah metode kreatif bukan jiplakan tetapi temuan dari dalam yang dilakukan sebagai hasil kombinasi antara realitas di lapangan, kebutuhan, tanggapan dan jawaban dari seorang guru atas kenyataan (pos kupang.com, 6 April 2017). Bertolak dari konsep ini, kreativitas metodologis seharusnya merupakan temuan investigatif guru di dalam kelas dan roses ini harus dirangsang terus-menerus oleh guru.
Dengan demikian, menjadi guru zaman now bukanlah guru yang hanya berkutat dengan seperangkat administrasi mengajar yang berjumlah ratusan halaman, hasil copy paste dari internet bahkan dari sumber yang diragukan validitas kebenarannya.
Guru zaman now harus mampu mematahkan kemapanan metode lama berupa rentetan program kaku yang bersifat wajib yang tentu saja tidak lagi memiliki efek positif terhadap kemajuan prestasi belajar siswa. Guru zaman now adalah guru yang tanggap terhadap persoalan yang dialami siswa secara umum di dalam kelas. Dari sana diharapkan guru dapat menemukan metode yang kontekstual  yang memungkinkan siswa mampu mengerti konsep, menanggapi konsep sekaligus menerapkannya dalam kehidupan.
Selanjutnya, dengan modal literasi yang cukup serta didukung oleh "kegalauan" terus-menerus guna mencari dan menemukan jawaban ampuh yang kreatif atas persoalan lokal, guru sudah seharusnya memantaskan diri dengan pengetahuan yang mumpuni. Artinya, guru zaman now adalah guru yang tak pernah berhenti belajar. Sederhananya, dia adalah guru yang mengajar sambil belajar.
Jika demikian, hemat saya syair lagu di atas layak untuk didengungkan serta dinyayikan dengan semarak gegap gempita. Dan guru layak dipuji karena kreativitasnya yang mengubah keadaan ke arah yang lebih baik. Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI