Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu propinsi kepulauan di negeri ini. Ia terdiri dari gugusan pulau-pulau yang besar maupun kecil. Propinsi ini terbagi dalam 22 kabupaten yang di dalamnya terdapat  beragam etnis, suku,  budaya, serta agama.Â
Sejujurnya, hingga saat ini NTT masih dicap sebagai propinsi yang menjunjung tinggi toleransi atau hidup berdampingan secara damai dalam keberagaman.
Sama seperti propinsi atau daerah lainnya di negeri ini, pada bulan Juni yang akan datang NTT juga akan menggelar pemilihan kepala daerah dalam hal ini gubernur. Ada empat calon yang telah terdaftar dan siap bertarung. Saat ini sedang memasuki masa kampanye.Â
Beragam program dipasarkan kepada masyarakat dengan aneka argumentasi yang meyakinkan. Tentu tidak terlepas dari upaya untuk mengeluarkan NTT dari produksi tenaga kerja ilegal serta zona kemiskinan.
Semuanya tentu baik dan tidak ada larangannya karena memang demikianlah metode berpolitik yang masih berlaku di seluruh nusantara. Hanya yang menjadi pergumulannya adalah NTT masih rawan dengan politik identitas. Dalam hal ini para tim sukses dari masing-masing kandidat akan dengan gampang menyulutkan isu primordial untuk meraup suara secara instan.
Isu agama, suku, budaya serta wilayah menjadi lahan empuk bagi timses masing-masing calon. Inilah taktik politik kotor yang tidak kala busuknya dengan politik uang. Hal ini pulalah yang mesti diwaspadai dan disikapi oleh seluruh rakyat NTT.Â
Berhadapan dengan perhelatan politik pilkada di NTT, Mgr. Silvester San, Pr selaku Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng, melalui surat gembala prapaskah 2018 mengajak semua untuk terlibat aktif dalam proses demokrasi untuk  memilih pemimpin daerah yang berkompeten dan berintegritas moral. Pilihan politik umat beriman hendaknya bertolak dari hati nurani yang jernih yang terarah kepada kebaikan dan kesejahteraan umum (Floresa.co).Â
Lebih lanjut beliau mengungkapkan agar semua umat turut mengusahakan proses pilkada yang jujur dan adil serta tidak terjebak dalam politik uang dan politik primordial yang mengkotak-kotakkan.Â
Beliau juga menghimbau para politisi agar bertarung dengan sportif, jujur dan benar. Sebab, pilkada adalah momentum perjuangan untuk menjadi pelayan masyarakat dan abdi kesejahteraan umum.Â
Hemat saya, apa yang disampaikan oleh Mgr. Silvester San di atas perlu direnungkan sekaligus dijalankan pada pelaksanaan pilkada NTT. Hal ini penting agar NTT tetap menjadi propinsi yang menjunjung tinggi toleransi dalam perbedaan dan bukannya menciptakan riak-riak konflik yang merusak tali keakraban dan persaudaraan. Ingat kita semua bersaudara.
Waingapu, 2 Maret 2018