Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Engkau dalam Beda

24 Februari 2018   14:28 Diperbarui: 24 Februari 2018   14:30 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku  pun membuat kisah baru. Lembaran baru pun kubuka. Aku menjalin kasih dengan pribadi yang kusebut dia. Dia menaruh minat dan perhatian padaku. Hari-hari kulalui bersamanya. Rasanya dia tak terlalu mendapat tempat di hatiku walaupun dia dan aku mempunyai latar belakang keyakinan yang sama. Dia hanyalah sebagai daerah penumpahan rasa kangenku pada pribadi yang kusapa engkau.

Aku sendiri tak dapat mengingkari kenyataan itu. Sesungguhnya aku memiliki rasa rinduku padanya dan betapa aku ingin kembali. Aku tak tahu harus bagaimana? Meninggalkan dia yang sekarang, itu berarti menamkan luka dalam batinnya. Kembali kepada engkau yang dulu, yang pernah aku tinggalkan artinya aku harus rendah hati untuk mengungkapkan maaf. Tetapi apakah dia bisa menerimaku kembali?

Ah..., Tuhan apa yang harus aku lakukan, tunjukkan jalanMu bagiku.

Kini aku hidup dalam angan-angan. Wacana pengandaian pun kubuka. Seandainya dia tidak menerimaku kembali, mungkin aku harus bersikap realistis meski berat. Tetapi seandainya dia menerimaku kembali aku tentu bersujud penuh syukur.

Namun, apakah aku harus meninggalkan religiositas pribadiku dan mencicipi rasa religiositasnya supaya kami sekeyakinan, sepaham dan sekonsep?

Bila kuputuskan hal itu artinya aku harus menanggung cercaan dan hinaan dari seluruh kerabat keluarga. Kalaupun kami tetap mempertahankan keyakinan kami masing-masing, apakah seluruh keluarga dan lingkungan menerima keputusan kami?

Seandainya Tuhan punya kehendak lain dimana kami harus bersatu dan tak ada lagi yang sanggup memisahkan kami, itu berarti kami membangun institusi baru yang orang sebut keluarga. Bagaimana dengan anak-anak kami yang akan dilahirkan? Pendidikan apa yang harus kami berikan?

Memang tak dipungkiri mayoritas masyarakat khususnya di kawasan Asia dan Afrika, agama menjadi dasar pijakan dalam pendidikan. Dan, kenyataan menunjukkan bahwa benih kejahatan dan terorisme banyak dihasilkan oleh bangsa-bangsa Asia yang dinilai sebagai benua yang menghasilkan agama-agama besar di dunia ini.

Aku memang memiliki keyakinan bahwa setiap agama mengajarkan tentang kebaikan. Dalam setiap agama ada benih sabda Ilahi. Ini tentu bukan relativisme agama sebab setiap agama tentu berbeda.

Dalam kenyataan, agama untuk konteks masyarakat di mana aku berada adalah agama keturunan artinya agama diwariskan oleh orangtua kepada anak.

Lantas agama apa yang kami wariskan kepada anak-anak kami? Nuraniku berbisik: ego setiap pribadi harus ditanggalkan. Artinya, tak ada pemaksaan kehendak terutama pada saat anak beranjak dewasa. Keputusan bebas seorang anak harus dihargai. Saling memberikan pemahaman tanpa berpretensi menghina atau meremekan agama yang lain mesti punya tempat yang luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun