Mohon tunggu...
Yasinta Wirdaningrum
Yasinta Wirdaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ordinary Writer : Wanita dengan 1001 cerita

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Balada Istri Kedua

6 Oktober 2016   16:24 Diperbarui: 6 Oktober 2016   17:47 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata kabar syok perekonomian keluargaku tidak cukup sampai disini, rumah yang selama ini kami tinggali, harus di jual mas Rusdi, dan tidak lain harus segera dijual, dengan alasan takut terdeteksi pihak Bank dan bisa di segel untuk menutupi hutang perusahaan mas Rusdi. Aku hanya bisa pasrah menerima kondisi ini dan tidak sanggup untuk kubayangngkan lepas dari kemewahan rumah dan lingkungan yang selama ini kami tempati 8 tahun sudah. Aku yang selama ini tidak pernah bertanya bahkan ikut campur kondisi perusahaannya merasa sangat kaget harus menghadapi perubahan hidup yang cepat aku rasakan. Rumah sudah dijual kepada developer komplek , sementara mencari rumah tinggal baru kami mengontrak disebuah rumah kecil sambil bersembunyi dari kejaran pihak Bank.

Hancur sudah ekonomi keluargaku, uang hasil penjualan rumah dikuasai seluruhnya mas Rusdi, tanpa kesepakatan bersama dia telah membayar uang muka pembelian rumah dikawasan pinggir Jakarta, dengan sistem membangun cluster, namun hutang mas Rusdi diluar memaksanya menggunakan uang untuk penyelesaian pembangunan rumah, hingga sampai pada tahap rumah tidak dapat dilanjutkan karena mas Rusdi tidak melakukan pelunasan untuk pembangunan rumah tersebut. Tidak terbayang aku tinggal dikontrakan kecil yang seadanya, menunggu rumah yang sedang dibangun namun ternyata uang tersebut sudah tidak ada, hingga kami harus mengambil keputusan untuk menjual kembali rumah yang belum selesai dibangun, kondisi ini semakin membuatku stres menjalani hidup yang tak menentu.

Hari yang berat aku lewati  bersamaan dengan harus ditutupnya bisnis kecil-kecilan bersama tanteku lantaran modal yang tidak ada, habis untuk kebutuhan makan kami bertiga, aku terpaksa mengurus kepindahan etalase dan perlengkapan masak untuk dipindahkan kerumahku. Mobil sewaan yang menjadi andelan kami sehari-hari kuparkirkan di depan mini market, lamanya urusanku dengan pihak pemilik tempat ternyata telah menghalangi mobil pengunjung mini market yang terlihat sedikit kesal padaku ketika aku menuju mobilku. Aku meminta maaf pada seorang pria putih, ganteng dan good looking. Karena salahku, aku berusaha ramah padanya dan meminta maaf atas serobotan parkir yang menghalangi kendaraannya.

Kami berkenalan, dia meminta nomer telponku, karena merasa bersalah padanya aku memberikan saja nomerku, dan berlalu pulang. Usaha dan sisa uang sudah habis, nasibku dan anakku harus ditebus dengan mahal akibat ulah suamiku yang menjual rumah dan mengurus segala sesuatu tanpa persetujuanku. Hidup kami sangat pahit, tiba-tiba serasa di alam mimpi tiba-tiba tidak punya apa-apa, tersisa mobil mewah yang masih harus dibayarkan cicilannya karena aku menggadaikan BPKB mobil tersebut.

Perkenalanku di mini market ternyata berlanjut, dari sekedar iseng Tomi menghubungiku, kami bertemu sekedar jalan makan dan aku menerima ajakannya untuk mengusir stresku..aku dan Tomi semakin sering bertemu, tanpa pikir panjang aku memberanikan diri meminjam uang padanya, entah sudah hilang urat maluku hingga dengan orang yang baru kenal aku berani meminjam uang padanya..aku sudah tidak perduli, dikasih syukur tidak ya sudahlah dalam hatiku. Tanpa disangka Tomi adalah laki-laki yang baik, perhatian menolong dan tidak pamrih.. aku mengajaknya berkenalan dengan ibu dan anakku. Tomi adalah sosok yang santun, mudah bergaul dan bisa akrab dengan anakku, mereka tampak asik membicarakan permainan yang sedang tren digandrungi anak-anak seumurnya.

Mas Rusdi menghubungiku dan menyuruhku bersiap-siap pindah ke kontrakan baru yang lebih besar dan nyaman disuatu komplek dekat dari jalan tol, aku sedikit lega bisa pindah dari kontrakanku yang sempit dan keluar dari mimpi burukku untuk tetap berada di rumah ini. Mulai kukemasi barang – barang kami, ibuku yang sudah tua ikut membantu kemi berkemas, mungkin dihatinya juga sudah tidak kerasan dan ingin segera pindah.

Kontrakan baru kami lumayan nyaman, besar namun tidak sebesar dan semewah rumah kami dulu, tapi aku bersyukur walau harus mengambil dari uang sisa penjualan rumah untuk mengontrak rumah yang juga terbilang lumayan mahal, tapi aku dan anakku bisa tidur dengan lebih nyaman. Tomi semakin akrab denganku dan anakku, dia sudah mengerti kondisi rumah tanggaku dan sering dia yang memberikan uang untuk kebutuhan rumah tanggaku dari uang makan, bayaran anakku, supir dan segala tetek bengek pengeluaran kecil, semua ini karena mas Rusdi sudah tidak pernah lagi memberikan kami uang untuk keperluan hidup kami, seenaknya saja dia datang dan pergi tanpa meninggalkan uang untuk kami makan.

Ibuku yang sudah tua semakin kesal juga melihat mas Rusdi yang seakan angkat tangan dari semua ini. Terus terang aku sudah tidak tahan dengan kondisi ini, waktu terus berjalan, statusku yang menjadi istri kedua kini digantung mas Rusdi, dia masih suka datang berkunjung karena saat ini hubungannya dengan istri pertamanya juga tidak harmonis dikarenakan usaha mas Rusdi yang tengah terpuruk.

Aku bingung dengan keadaan ini, Tomi sangat baik dan perhatian dengan keluargaku dan menutupi semua kebutuhan kami, sementara mas Rusdi tidak juga menceraikanku, kini aku dan Tomi harus kucing-kucingan jika ingin bertemu, aku tidak ingin hubunganku diketahui mas Rusdi dan menganggap aku yang mengkhianatinya, padalah aku lakukan ini karena banyak alasan yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, walau aku sadar aku tetap juga diposisi salah sebagai istri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun