Mohon tunggu...
Yasinta Wirdaningrum
Yasinta Wirdaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ordinary Writer : Wanita dengan 1001 cerita

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] Balada Istri Kedua

6 Oktober 2016   16:24 Diperbarui: 6 Oktober 2016   17:47 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Suatu hari Mas Rusdi mengunjungi kami dirumah kontrakan, dia memberitahukan kabar gembira akan membelikan rumah untuk kami , dan sudah membayar uang muka rumah tersebut. Aku bahagia sekali mendengar kabar ini, akhirnya aku bisa tinggal dirumah sendiri dan tidak terbebani dengan tetangga yang mulai curiga akan statusku sebagai istri kedua.

Rumah mewah beserta isinya dibelikan Mas Rusdi, tidak berselang lama mobilku digantinya dengan model terbaru city car lengkap  warna kesukaanku merah. Terasa kesempurnaan kehadiran anak dan kecukupan materi telah kudapat. Segala kesulitan ekonomi dan peliknya hidup tidak aku jumpai di rumah tanggaku, aku bersyukur dengan semua ini. Sampai suatu hari ketika anakku berusia 3 tahun ada seseorang yang melempari rumah kami dengan batu tepat mengenai kaca, sebab model rumah dikomplek kami tanpa pagar, sehingga orang iseng sambil lewat bisa saja melemparkan sesuatu di pekarangan rumahku.

Sambil terbangun kaget aku turun dari kamarku dan menjumpai pecahan kaca rumahku yang sudah berserakan dilantai. Aku dan ibuku saling berpandangan dan seakan mengerti siapa yang telah melakukan hal ini terhadap kami. Ibuku bergegas memangil pembantuku untuk membersihkan pecahan kaca tersebut, kami naik ke lantai atas dan membicarakan kejadian barusan. Aku menduga bahwa istri pertama Mas Rusdi telah mengetahui keberadaan kami dirumah baru, mungkin dia selama ini memata-matai Mas Rusdi dan menyuruh orang untuk mengikuti kemana saja Mas Rusdi pergi. Hingga jejak kami ditemukan dirumah sekarang.

Setelah kejadian itu aku tidak bisa tenang, anakku tidak lagi aku yang mengantar kesekolah, kami menggunakan jasa supir untuk anter jemput anakku sekolah, karena jaraknya lumayan jauh, sebuah sekolah bertaraf Internasional dipilihkan Mas Rusdi untuk anak kami bersekolah. Saat itu aku semakin sadar posisiku ini tidak bisa untuk menuntut banyak waktu dan perhatian Mas Rusdi, terlebih bisnis yang telah dia lakukan semakin membuatnya banyak menghabiskan waktu di luar kota, bahkan keluar negeri. Anakku sendiri jarang bertemu dengan ayahnya, walau untuk berjalan- jalan ke Mall di kala weekend tidak pernah mereka lakukan, aku mengerti Mas Rusdi mungkin takut bertemu dengan keluarga, kerabat atau teman kantornya.

Rutinitas yang menjadikan aku dan anakku bosan dengan kehidupan penuh ketakutan, tidak boleh ke mal- mal tertentu yang sekiranya menjadi tempat bertemu dengan banyak kerabat dan famili, tidak boleh ini, tidak boleh itu.. lama-lama tersiksa kami dibuatnya. Hidupku dibuat hampa dengan statusku istri kedua, bahkan mungkin bagi sebagian orang yang tahu aku dianggap bagai istri simpanan.

Terlebih kami tidak bisa melakukan aktifitas bersama-sama seperti tamasya,  datang di acara resepsi pernikaham atau sekedar silaturahmi di acara hari raya pun tidak pernah kami lewatkan bersama. Ketidakhadiran mas Rusdi terasa hanya untuk memenuhi kebutuhan materi saja, padahal diriku membutuhkan lebih dari itu, kehadirannya ditengah-tengah keluarga akan sangat berdampak bagi kejiwaan anakku yang sudah semakin besar  tapi ya sudahlah, nasib ini ternyata harus ditanggung juga oleh anakku yang tidak mengerti permasalahan orangtuanya.

Sepi dan sepi menjadi pengisi hari-hariku, kegiatanku hanya ikut perkumpulan ibu-ibu sosialita dari sekolahan, gaya hidup yang tinggi menjadikanku mengukuti selera kaum jetset, arisan ke Singapura, jalan – jalan ke Bali kerap menjadi kegiatanku dengan mereka, yang ku cari sekarang bukan lagi sosok suami ada di sisiku tapi hanya uang yang aku tunggu darinya, jahat memang sikapku sekarang padanya, namun keegoisan mas Rusdi untuk mengunjungiku terasa tidak adil 1 bulan sekali juga belum tentu dia lakukan, dia hanya mngirimkan uang untuk kebutuhan anak, sekolah, supir, makan dan kebutuhan gaya hidupku sekarang.

Suatu hari aku bertemu dengan seorang pemuda berwajah lumayan disuatu area parkir mal, dia menanyakan sesuatu yang sebetulnya aku sendiri tidak tahu jawabannya, sebab harus ditanyakan kepada pengelola gedung mal tersebut, dari situ kami berkenalan dan saling bertukar nomer telpon hingga berlanjut sering jalan bersama dan mengisi hari-hariku dikala sendiri menunggu mas Rusdi datang.

Hubunganku dengannya semakin dekat, bahkan aku sudah tidak lagi ikutan acara sosilalita dengan teman-temanku, uang dari Mas Rusdi sering aku habiskan bersamanya, seperti pergi makan, bensin.. hingga suatu hari aku terlena bujuk rayunya untuk membayarkan sebuah kendaraan dengan alasannya untuk dipakai usaha. Aku yang saat itu sedang terlena dan serasa jatuh cinta padanya tidak sadar dengan kondisi bahwa aku sedang dimanfaatkan saja olehnya. Hingga suatu saat aku tersadar bahwa sudah ratusan juta uang yang telah aku keluarkan untuknya selama ini. Aku menyesal telah melakukan kebodohan dalam hidupku. Uang tabungan hasil kiriman Mas Rusdi habis hanya untuk seorang pemuda yang pandai merayu dan memberi perhatian lebih padaku, perhatian yang berharga sangat mahal harus kutebus dengan habisnya tabunganku untuknya…hingga aku putuskan untuk mengakhiri hubunganku dengannya.

Kehidupan sebagi istri kedua memang dilema pahit yang harus aku telan sendiri. Hingga suatu hari mas Rusdi datang membicarakan tentang suatu kondisi yang membuatku syok secara ekonomi. Usahanya bangkrut, kredit macetnya menumpuk, dia tidak bisa lagi mengirimkanku uang belanja seperti biasa besarnya, mungkin hanya sepertiga dari biasanya.. kepalaku yang dari tadi mendengarkan ceritanya tentang kondisi perusahaannya tidak bisa berfikir panjang dan menanggapinya. Aku hanya lemas dan terasa sakit kepalaku mendengar semua ceritanya.

Mulai bulan ini pincang kondisi ekonomi keluargaku, tidak ada lagi uang lebih untuk belanja kebutuhan pribadiku, tidak ada lagi buget ke salon yang biasanya aku lakukan 2x dalam sebulan, bahkan untuk kebutuhan makan harus di irit-irit agar bisa memenuhi semuanya, meskipun sudah diupayakan namun masih harus nombok sana-sini. Otakku yang biasa santai menghadapi kebutuhan hidup mulai dilanda ketegangan, setiap pengeluaran mulai harus aku hitung hingga ac yang tidak perlu dan lampu-lampu dimatikan jika tidak dipergunakan ketat aku terapkan. Sekarang badanku sering dilanda gatal yang tidak tertahankan, entah dari mana sumber penyakit gatal yang aneh bagiku tidak pernah aku alami sebelumnya, mungkin ini akibat kondisi stres yang melandaku sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun