Siapa sih yang tidak kenal dengan Mohammad Hatta?
Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, sekaligus partner dari Ir. Soekarno. Pada 23 Oktober 1986, Hatta diberi gelar Pahlawan Proklamator bersama-sama dengan pemberian gelar untuk Soekarno. Gelar itu diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81/TK/1986. Selanjutnya, pada tanggal 7 November 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan gelar Pahlawan Nasional untuk Hatta. Mengenai lebih jauh tentang Mohammad Hatta simak artikel ini ya untuk kamu mengetahui dari awal perjuangan beliau sampai akhir hayat.
Mengenal Mohammad Hatta
Mohammad Hatta (1902-1980), salah satu intelektual terkemuka dalam gerakan antikolonial Afro-Asia, adalah pemimpin gerakan nasionalis Indonesia yang mengarah pada kemerdekaannya pada tahun 1945. Ia adalah seorang juara non-keberpihakan dan sosialisme yang didasarkan pada Islam.
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia, pada 12 Agustus 1902. Meskipun ayahnya meninggal ketika dia masih bayi, dia dibesarkan di lingkungan keluarga yang aman dan kaya yang mendorong pencapaian ilmiah dan kesetiaan kepada Islam. Karakteristik ini menjadi ciri khasnya selama karirnya sebagai salah satu intelektual terkemuka dalam gerakan anti-kolonial Afro-Asia.Â
Pendidikan dan Aktivisme Politik
Sebagai seorang anak Hatta menerima pendidikan terbaik yang tersedia di Hindia Belanda, termasuk sekolah menengah berbahasa Belanda di Jakarta. Pada saat ia berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studinya di Sekolah Perdagangan Rotterdam, ia telah mengembangkan minat yang besar dalam urusan politik, setelah menjabat saat masih remaja sebagai perwira organisasi pemuda di Sumatera Barat dan Jakarta. Tak lama setelah tiba di Rotterdam ia menjadi bendahara Persatuan Indonesia (Perhimpoenan Indonesia) pada saat ia mengadopsi program-program politik secara eksplisit.
Hatta tidak kembali ke Indonesia, seperti yang ia dan rekan-rekan nasionalisnya sebut koloni, sampai tahun 1932. Selama sepuluh tahun ini ia muncul sebagai pemimpin luar negeri gerakan nasionalis Indonesia dan berkenalan dengan rekan-rekan yang mewakili gerakan kemerdekaan lainnya, termasuk pemimpin India Jawaharlal Nehru. Pada tahun 1927 Hatta dituduh oleh otoritas Belanda menulis artikel yang berkhianat. Setelah dipenjara selama satu setengah tahun, Hatta berhasil membela diri dan rekan-rekannya dalam pidato ruang sidang yang meriah dan tanpa kompromi yang, setelah dipublikasikan di Indonesia, menetapkan nada militan untuk gerakan kemerdekaan.
Sekembalinya ke Indonesia Hatta dan rekan senegaranya Sutan Sjahrir berusaha untuk bergabung dengan para pemimpin nasionalis lainnya, termasuk Sukarno. Upaya organisasi orang-orang ini digagalkan oleh kebijakan represif negara kolonial. Pertama Soekarno ditangkap dan diasingkan ke Flores; pada tahun 1934 Hatta dan Sjahrir ditangkap dan akhirnya dipenjara di kamp penjara yang jauh lebih keras di Digul, Nugini Barat. Mereka kemudian dipindahkan ke pulau Banda, di mana mereka terus merumuskan ide-ide mereka dan mengekspresikannya dalam artikel-artikel yang beredar di banyak kota di Indonesia. Ketika Belanda di Timur Jauh menyerah kepada Jepang pada awal 1942, Hatta, di Jakarta, mengambil peran kepemimpinan baru.
Pendudukan dan Kemerdekaan
Bersama Soekarno dan Sjahrir, Hatta berpartisipasi dalam pemerintahan pendudukan Jepang. Ia tetap berkomunikasi dengan elemen bawah tanah dari gerakan nasionalis, dan dia menggunakan posisinya sebagai wakil ketua Putera (sebuah organisasi massa yang dibentuk pada tahun 1943) untuk melanjutkan persiapan politik untuk kemerdekaan. Dengan runtuhnya ambisi kekaisaran Jepang, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Hari-hari menjelang acara ini penuh gejolak dan termasuk "penculikan" singkat Soekarno dan Hatta oleh para pemuda yang mendesak untuk tindakan dramatis dari pihak para pemimpin mereka. Soekarno dan Hatta menandatangani proklamasi kemerdekaan dan dengan cepat masing-masing ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden oleh parlemen sementara.
Empat tahun berikutnya adalah periode perjuangan bersenjata melawan Belanda, yang berniat untuk mendapatkan kembali kendali atas Hindia Timur. Bagi Hatta itu adalah masa aktivitas politik yang intens yang mencakup penahanan lain oleh Belanda dan keretakan yang semakin dalam dengan Soekarno. Ketika negosiasi yang mengarah pada penyerahan kedaulatan Belanda pada Desember 1949 berlangsung, perawakan internasional Hatta serta kemudahan dan kompetensinya dalam berurusan dengan orang Eropa berperan penting dalam menentukan hasilnya. Antara lain ia berhasil menentang pengenaan sistem federal yang dirancang oleh Belanda.
Gagasan dan Pengaruh Politik
Meskipun Hatta kemudian dibayangi oleh Soekarno yang lebih flamboyan dan agresif, banyak posisinya menjadi penting tidak hanya di Indonesia tetapi juga internasional. Ia adalah seorang juara yang pandai berbicara tentang non-keberpihakan dan sosialisme yang didasarkan terutama pada koperasi dan desentralisasi. Ia juga meyakini bahwa sosialisme Indonesia harus didasarkan pada Islam.
Karena ia berasal dari Sumatera dan sangat berbeda dalam gaya pribadi dengan Soekarno, seorang Jawa, keduanya dianggap benar-benar saling melengkapi. Tetapi perbedaan yang sama ini menyebabkan kemitraan mereka hancur, dan ketika Soekarno meninggalkan proses parlementer demi "demokrasi terpimpin" pada akhir 1950-an, jurang di antara mereka menjadi tidak dapat dijembatani. Namun, runtuhnya rezim Soekarno dalam kebingungan dan keterpurukan pada tahun 1966 tidak menyebabkan Hatta kembali ke posisi politik formal; pemerintahan penerus di bawah Soeharto didominasi oleh tentara, sebuah organisasi yang dianggap Hatta korup, tidak efisien, dan tidak cocok untuk pemerintahan dalam keadaan apapun.
Mohammad Hatta tetap menjadi latar belakang politik Indonesia sepanjang tahun 1970-an kecuali untuk periode singkat pada tahun 1978 ketika ia setuju untuk menjabat sebagai ketua umum Yayasan Lembaga Kesadaran Konstitusi. Yayasan ini menyediakan forum untuk ekspresi kritik yang berani dari berbagai penentang pemerintah Soeharto. Namun, itu tidak dapat melemahkan secara signifikan kendali tentara atas lembaga-lembaga publik, dan kehilangan banyak momentum yang mungkin diperolehnya ketika Hatta meninggal pada 14 Maret 1980.
Sumber Biografi
- J. D. Legge, Sukarno: A Political Biography (1972). Studi George Kahin tentang Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (1952)
- Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (1962)
- "In Memorium: Mohammad Hatta (1902-1980), " di Indonesia (1980)
- Herbert Feith dan Lance Castles, editor, Pemikiran Politik Indonesia, 1945-1965 (1970).
- Hatta, Mohammad, Mohammad Hatta: memoar, Jakarta: Tintamas Indonesia, 1979.
- Hatta, Mohammad, Mohammad Hatta, patriot Indonesia: memoar, Singapura: Gunung Agung, 1981.
- Rose, Mavis, Indonesia free: a political biography of Mohammad Hatta, Ithaca, N.Y.: Cornell Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University, 1987.
#KemerdekaanIndonesia #DirgahayuIndonesia #HUTRI #HUTRI77 #HUT77 Â #HariUlangTahunRepublikIndonesia #IndependenceDay #PulihLebihCepat #BangkitLebihKuat #IndonesiaMaju #IndonesiaBangkit #IndonesiaMerdeka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H