Selain terikat dengan kedua poin di atas, seorang sastrawan juga memperhatikan konvensi budaya, konvensi budaya merupakah sistem semiotik yang mengarah pada suatu kerangka kebudayaan yang menjadi latar belakang karya sastra itu sendiri. Konvensi budaya juga dapat diartikan dengan pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks dan sistem sosial budaya. Menurut Champmamn (1980) Munculnya karya sastra dioengaruhi oleh kehidupan sosial budaya pengarangnya, oleh karena itu sikap dan pandangan pengarang dalam karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya.Â
Konvensi budaya berfungsi sebagai tempat spesifikasi makna, seorang penyair, baik itu laki-laki maupun perempuan pasti terpengaruh oleh sosial dan budayanya. hal itu terbukti ketika mereka membuat karya sastra, kemasyarakatan yang terasa melekat dengan pengarang, budaya, serta pandangannya terhadap golongan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan.
Konvensi budaya merupakan sistem semiotik yang berada di luar sistem semiotik bahasa dan sastra, hal itu dapat berkaitan dengan pola perilaku, bentuk-bentuk tertentu dan lain sebagainya. karena sebuah sistem semiotik kebudayaan dipandang memiliki aspek ekspresi fisik yang memiliki aspek makna.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konvensi dalam sastra ini sangat penting untuk dikuasai oleh para pembaca karya sastra,baik itu konvensi bahasa, sastra maupun budaya, hal itu disebabkan agar para pembaca dapat mengambil makna yang sesuai dan tepat yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H