Wisata berbasis komunitas atau community-based tourism (CBT) telah menjadi pendekatan inovatif dalam sektor pariwisata global. Konsep ini tidak hanya menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan, tetapi juga berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan melibatkan komunitas sebagai pengelola utama, wisata berbasis komunitas memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan budaya yang berkelanjutan.
Keberhasilan wisata berbasis komunitas bergantung pada pengelolaan yang hati-hati. Selain pelatihan dan dukungan finansial, diperlukan juga strategi untuk mengatasi dampak negatif seperti perubahan budaya yang berlebihan atau eksploitasi lingkungan. Dengan pendekatan yang inklusif, wisata berbasis komunitas dapat menjadi model pariwisata berkelanjutan yang membawa manfaat bagi semua pihak.
Salah satu keunggulan wisata berbasis komunitas adalah interaksi langsung antara wisatawan dan masyarakat lokal. Wisatawan tidak hanya mengunjungi destinasi, tetapi juga ikut merasakan kehidupan sehari-hari, seperti bertani, memasak makanan tradisional, atau membuat kerajinan tangan. Desa Nglanggeran di Yogyakarta dan Desa Sade di Lombok adalah contoh sukses model ini. Di sana, wisatawan dapat menikmati pemandangan alam sekaligus memahami budaya lokal secara mendalam.
Wisata berbasis komunitas juga menjadi pendorong ekonomi lokal dengan menciptakan lapangan kerja baru dan mempromosikan produk khas daerah, seperti kerajinan tangan atau makanan lokal. Selain itu, program ini mendukung pelestarian budaya karena masyarakat termotivasi untuk mempertahankan tradisi mereka sebagai bagian dari daya tarik wisata.
Namun, tantangan tetap ada, seperti minimnya infrastruktur dan kurangnya pelatihan manajemen bagi masyarakat lokal. Untuk mengatasi ini, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas sangat penting. Infrastruktur seperti akses jalan, penginapan ramah lingkungan, dan pusat informasi wisata perlu ditingkatkan agar wisata berbasis komunitas dapat berkembang.
Wisata berbasis komunitas tidak hanya menawarkan pengalaman wisata yang bermakna, tetapi juga membantu melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan dukungan yang tepat, pendekatan ini dapat terus berkembang sebagai cara baru untuk menikmati dunia secara lebih bertanggung jawab.
Daftar Pustaka
Imanniyar Ayu Anggraeni, & Farida Rahmawati. (2016). Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) di Hutan Mangrove Pancer Cengkrong, Trenggalek. Jurnal Planoearth, 6(1), 56--61. https://doi.org/10.31764/jpe.v6i1.5529
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H