Mohon tunggu...
yasa ok
yasa ok Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menagih Janji Reformasi

26 Mei 2014   06:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:06 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 21 Mei 1998 (14 tahun lalu), reformasi bergulir di Indonesia. Reformasi Indonesia adalah sebuah gerbang awal bukan akhir dari perjuangan, dimana pada masa itu telah melahirkan para tokoh yang kita kenal sampai hari-hari ini. Mereka memiliki kekritisan dan kepintaran luar biasa, namun akan sayang sekali ketika kekritisan dan kepintaran itu tidak diimbangi dengan komitmen, idealisme, integritas, dan konsistensi.

Sementara itu, bagaimana kondisi Indonesia di masa Soeharto yang membawa Indonesia ke masa kehancuran, dimulai dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia, ketimpangan sosial di kalangan masyarakat, korupsi di kalangan pejabat negara dan banyak lagi masalah lain yang menimpa negeri ini. Kondisi ini menyebabkan munculnya gerakan-gerakan demonstrasi di penjuru negeri.

Seiiring berjalannya waktu era reformasi pun telah berganti menjadi era demokrasi, berarti telah terjadi perubahan dari orde baru ke era demokrasi, akan tetapi apakah reformasi yang berlangsung sudah sesuai dengan harapan kita semua? Tidak, kenapa…reformasi yang telah berlangsung saat ini adalah reformasi yang kebablasan dan jauh dari harapan kita. Reformasi seakan mati suri, perubahan yang diharapkan tidak dapat tercapai. Birokrasi di Indonesia yang katanya telah mengalami reformasi faktanya tidak, tetap saja Indonesia terkenal dengan sistem birokrasi yang sulit dan berbelit-belit.

Di era reformasi sekarang ini muncul banyak partai politik yang seakan tiada hentinya menggoda rakyat dengan janji-janji politis. Kesejahteraan, keamanan, kesamaan di bidang hukum, pendidikan murah, fasilitas kesehatan dijadikan sebagai bahan kampanye oleh para politisi. Meskipun kebanyakan janji tersebut bagai hilang ditelan bumi. Kepentingan pribadi dan golongan menjadi prioritas utama bagi para politisi yang pada akhirnya malah membawa kerugian bagi negara. Mereka seakan menumbuhsuburkan budaya korupsi dan money politicdi negeri ini.

Parahnya lagi, para aktivis 1998 yang sekarang duduk di kursi-kursi empuk di pemerintahan seakan menelan ludahnya sendiri, dulu menolak tetapi sekarang malah ikut melakukan tindakan korupsi. Jika kita tengok sejarah masa lalu, rezim Orba menggunakan pola-pola represif untuk meredam setiap gejolak yang timbul. Penyelesaian dengan cara-cara otoriter yang tersentralisasi tersebut memang mampu meredam berbagai permasalahan yang sempat mengemuka. Namun cara itu bukanlah menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang menabukan keberagaman (pluralitas), demokrasi dan hak-hak asasi manusia (HAM).

Pengelolaan atau manajemen konflik menjadi sesuatu yang harus dilakukan dan diwujudkan. Konflik-konflik tersebut mengakibatkan kerugian, kepedihan, dan dendam yang tidak berkesudahan. Konflik-konflik yang bersifat vertical, horizontal dan diagonal tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sepertinya negara ini kehilangan konsep tentang bagaimana reformasi ini berjalan pasca orde baru sehingga kesalahan-kesalahan di masa orde baru seperti terulang kembali. Semoga Indonesia menemukan pemimpinnya, hingga reformasi Indonesia tidak lagi tak bertuan. Marilah segenap bangsa Indonesia untuk bersatu, karena kita semua bertanah air satu, berbabangsa satu, berbahasa satu yaitu INDONESIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun