Mohon tunggu...
Yarifai Mappeaty
Yarifai Mappeaty Mohon Tunggu... Penulis - Laki

Keterampilan menulis diperoleh secara otodidak. Sejak 2017, menekuni penulisan buku biografi roman. Buku "Sosok Tanpa Nama Besar" (2017) dan "Dari Tepian Danau Tempe (2019).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Marwah Kanjeng Dimas

24 Maret 2018   10:29 Diperbarui: 24 Maret 2018   11:02 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MARWAH KANJENG DIMAS*)

Oleh : Yarifai Mappeaty

Bermula ketika seorang bernama Kanjeng Dimas, ditangkap oleh pihak kepolisian dengan mengerahkan ribuan personil dengan persenjataan lengkap. Persis seperti penangkapan seorang teroris yang sering kita saksikan di televisi. Dunia media sosial tanah air pun menjadi heboh. Sejak itu, berkembang berbagai versi cerita tentangnya yang berseliweran kemana-mana hingga ia seolah-olah  bukan lagi manusia biasa. Terlebih karena ia memiliki kemampuan menghadirkan sejumlah fenomena keajaiban yang tak tersentuh nalar.

Lantas, kontroversi pun datang dengan sendirinya menghampiri sosok ini. Ada yang mencibir tidak percaya, tetapi juga tak sedikt yang percaya penuh dengan rasa takjub. Bagi penulis yang memiliki  persepsi yang mungkin berbeda dengan orang-orang pada umumnya di dalam memandang kejadian-kejadian luar nalar, memandang sosok ini biasa saja. Bahkan, hingga ia diringkus oleh pihak berwajib, penulis sama sekali tak pernah tertarik membicarakannya.

Kalau kemudian sosok ini menarik perhatian penulis, karena disana ada sosok lain bernama Marwah Daud. Yaitu, seorang tokoh perempuan, cendekiawan muslim Indonesia yang memiliki reputasi internasional. Keberadaan Marwah di balik sosok Kanjeng Dimas, menurut penulis, justeru lebih fenomenal ketimbang sejumlah keajaiban yang mampu dihadirkan oleh sosok Kanjeng Dimas sendiri.

Mengapa Marwah ada di sana? Bahkan ia berdiri di garda terdepan dengan penuh keyakinan mempertaruhkan hidup dan seluruh kehidupannya. Reputasi, martabat, kecendekiaan, organisasi, jejaring yang mulai dari tingkat lokal, nasional hingga internasional, semua ia pertaruhkan. Bukan hanya itu, ia pun menuai hujatan, caci maki, serta penghinaan. Bahkan seorang Azzumardi Azra, koleganya di ICMI, menohoknya secara tajam, tanpa tedeng aling-aling menyebutnya "dislokasi dan disorientasi". Semua itu, ia terima, bahkan tetap saja bergeming dan kukuh pada keyakinannya melawan mainstream yang ada. Ini sungguh mengusik dunia nalar.

Dalam berbagai kesempatan muncul di televisi, argumen Marwah yang kerap menyebut scientific revolution dan transdimensi, membuat logika intelektual  kita seolah menemui jalan buntu dan tak mampu menjelaskan apa-apa selain menuding Marwah Daud sekadar "asal bunyi" membela diri. Bahkan, Azzumardi Azra sampai menyebut argumennya sebagai "pseudosience".

Demikian pula rasio-empirik kita seolah terkapar tak berdaya diperhadapkan dengan fakta ajaib yang tak masuk akal yang dihadirkan oleh Kanjeng Dimas.  Meski fakta itu sendiri masih kita perdebatkan kebenarannya. Tak ketinggalan pula hukum-hukum syariat yang bersumber dari kitab suci, pun ikut dilibatkan dengan konstribusi yang tak kecil untuk menyebutnya syirik. Dan kemudian secara bersama-sama memvonis bahwa Marwah sesat.

Sosok Marwah yang penulis ketahui adalah sosok inspiratif dan visioner. Dua atau tiga dekade silam, Ia mengispirasi anak-anak muda Makassar dalam banyak hal. Termasuk, agar tak merasa minder untuk bermain di kancah nasional. Ia mengispirasi kebangkitann gerakan perempuan di Makassar dan Indonesia pada umumnya. Ia pun pernah di pusat kekuasaan, namun kekuasaan itu tak sedikitpun ia manfaatkan untuk kepentingan dirinya.

Di era 1990-an, ia tak pernah berhenti berbicara tentang pengembangan SDM indonesia melalui iptek dalam kerangka visi Indonesia abad dua puluh satu. Tema-tema besar seperti revolusi sains dan teknologi, fisika kuantum, masyarakat madani, seolah sudah lekat dengan dirinya. Apalagi yang disebut religiusitas dan spiritualitas.

Akan tetapi, Marwah yang telah menjadi pesakitan, seperti tampak konyol ketika meski ia begitu piawai menjelaskan teori fisika kuantum ke dalam pembelaannya.  Publik bahkan merasa  geli karena tidak melihat relevansi teori fisika kontemporer itu digunakan untuk menjelaskan fenomena supranatural pada sosok Kanjeng Dimas yang dianggap tak lebih dari seorang dukun.

Fenomena integrasi antara Marwah dengan Kanjeng Dimas ini, tampaknya memang ganjil dan sulit diterima oleh akal sehat. Marwah seorang intelektual yang bergelar Ph.D, alumni American University. Sedangkan Kanjeng Dimas, paling tidak, adalah seorang penganut mistisisme atau mungkin lebih tepat disebut okultist. Yaitu seorang penganut kepercayaan supranatural.  Inilah yang membuat Marwah dihujat karena dianggap merendahkan kecerdasan intelektual yang begitu diagungkan di era ini.

Bagaimana mungkin sains moderen bisa dipadukan dengan okultisme? Lebih kurang seperti itu pandangan orang pada umumnya. Tetapi, apakah memang seorang Marwah telah menjadi sedungu itu? Bagi penulis, tidak. Oleh karena itu, untuk menguak "keanehan" Marwah, maka mari kita coba dekati dengan perspektif teori kuantum yang kerap kali ia sebut dalam berbagai kesempatan.

Dari berbagai referensi yang penulis temukan bahwa dalam fisika kuantum, setidaknya terdapat empat mazhab. Salah satu di antaranya adalah mazhab integrasi. Pendukung mazhab ini melihat adanya hubungan yang dekat antara teori ilmiah dengan keyakinan agama tertentu.  Fritjof Capra dan Gary Zukaf, misalnya, dua orang fisikawan kuantum mazhab ini, konon, telah berhasil memadukan antara fisika modern dengan mistisisme timur secara sistematis.

Misalnya, dualitas "partikel - gelombang" yang sering disebut sebagai paradox dalam fisika kuantum, memiliki kemiripan dengan polaritas "yin - yan", yang tidak lain adalah "local genius" Taoisme China. Tentu saja tak mudah memahaminya. Tetapi terobosan Capra dan Zukaf itu, dapat dimaknai sebagai pengakuan sains modern  terhadap "local genius", sehingga menjadi sebuah perspektif di dalam usaha menguak misteri kehidupan.

Jika demikian halnya, maka integrasi sains Marwah dengan okultisme Kanjeng Dimas, pada dasarnya memiliki landasan ilmiah pada sains modern. Bahkan pada konteks ini, upaya Marwah melakukan upaya integrasi sains dengan "local genius" di Nusantara ini, justeru patut diapresiasi karena tidak banyak ilmuan kita yang mencoba melakukannya.

Lalu apa landasan teoritis Marwah sehingga ia begitu percaya pada fakta Dimas Kanjeng yang mampu mendatangkan benda-benda yang diingininya? Seperti yang ketahui bahwa menurut perspektif fisika kuantum, ruang dan waktu adalah relatif. Dengan begitu, jarak bisa ditarik - dilipat, serta ruang dan waktu bisa ditembus. Narasi seperti ini tentu membuat jidat kita makin berkerut karena pengetahuan kita sendiri tidak cukup memadai untuk memahaminya, terutama penulis.

Tetapi kalau demikian halnya, maka memang bukan mustahil kalau materi dapat berpindah dari satu tempat ke lain tempat. Dari satu dimensi ke dimensi yang lain (transdimensi). Semua itu bisa terjadi dalam sekejap. Bahkan, konon, ilmuan kuantum "superposisi" telah berhasil membuktikan bahwa sebuah benda dapat berada pada dua dimensi yang berbeda dalam waktu relatif bersamaan.

Berdasarkan narasi di atas, maka peristiwa perpindahan istana Ratu Bilkis pada kisah Nabi Sulaiman dan peristiwa Isra-Mikhraj Rasulullah SAW oleh suatu kekuatan supranatural, dapat diterima dalam perspektif sains moderen. Apatah lagi sekadar memindahkan benda seperti uang kertas, batangan emas, dan batu-batu permata, yang massanya tak seberapa jika dibandingkan dengan sebuah istana, pun, tidak mustahil dengan menggunakan kekuatan yang sama. Dalam hal ini, kita boleh sependapat dan boleh tidak, kalau Kanjeng Dimas memang memiliki kekuatan supranatural. Sehingga penulis cenderung menyebutnya sebagai seorang okultist. Bahkan kita boleh berspekulasi bahwa kekuatan itu berasal dari bantuan Jin atau bersumber dari kekuatan ilahiah.

Namun pada konteks ini, tentu bukan itu soalnya. Tetapi yang ingin penulis sampaikan bahwa meskipun sains memiliki metodenya sendiri, namun sejarah mencatat bahwa kebangkitannya pada abad ke 16 dan 17, tidak benar-benar bebas dari pengaruh luar, seperti mistisisme, terutama yang bersumber dari okultisme. Bahkan sains dan okultisme ini telah lama hidup berselingkuh secara diam-diam di ruang  rahasia.

Jonathan Black (2007) menulis dalam "The Secreet History of The World",  bahwa Copernicus mengakui tesisnya tentang heliosentris diinspirasi oleh teks-teks dari dunia kuno. Ketika Kepler merumuskan teori-teorinya, ia sadar bahwa kebijaksanaan kuno bekerja melalui dirinya. Bahkan, Newton, ilmuan terbesar yang pernah dilahirkan, pun akhirnya percaya bahwa misteri kehidupan terkodekan dalam bentuk numerik dalam struktur alam.

Newton juga percaya bahwa petunjuk untuk menguraikan kode rahasia itu, tersembunyi dalam sandi-sandi numerik maupun linguistik pada naskah kuno dan pada bangunan kuno seperti Piramida dan Kuil Solomon. Demikian pula, Leibniz, matematikawan Jerman, saingan Newton dalam merumuskan Kalkulus, mengakui kalau diinspirasi oleh mistisisme angka pada Kabbala, yaitu, sebuah tradisi esoterik dalam mistisisme Yahudi.

Namun,  cara terbaik untuk memahami pandangan aneh tentang hubungan okultisme dan sains, adalah kembali kepada Francis Bacon, genius besar di balik revolusi sains Eropa. Bacon pun percaya sebagaimana Newton, bahwa terdapat perantaraan halus antara jiwa dan materi, perantaraan ini sama dengan yang ada dalam diri manusia yang tertutup dalam tubuh yang lebih tebal yang disebutnya "tubuh eteris". Ini menunjukkan bahwa betapa para pahlawan revolusi sains tersebut pun percaya dan tidak lepas dari pengaruh "local genius" mistisisme - okultisme yang hidup di Eropa pada masa itu, tulis Black.

Marwah memang bukan Newton. Tetapi uraian Black itu, setidaknya dapat mengantar kita untuk dapat memahami kalau kemudian Marwah, juga berinteraksi dengan okultisme dalam perjalanannya ke pelosok nusantara dalam usahanya mencari dan menemukan "local genius", demi menguatkan keyakinannya pada terwujudnya visi nusantara jaya 2045. Oleh karena itu, maka Marwah sama sekali tidak benar jika dianggap merendahkan kecerdasan intelektual yang begitu di dewakan.

Selain itu, situasi yang seolah-olah paradoks pada diri Marwah terkait dengan visinya tentang nusantara jaya 2045, mengingatkan kita pada George Washinton ketika terinisiasi oleh visi Amerika merdeka pada tahun 1752.  Yaitu, 24 tahun sebelum kemerdekaan Amerika yang dideklarasikan pada kongres kontinental kedua 4 Juli 1776. George Washinton menyusun visi besar Amerika berdasarkan petunjuk ajaran mistisisme - okultisme.

Tidak banyak yang mengetahui kalau sejarah awal Amerika Serikat,  pun sarat dengan nuansa magis. ini tidak terlepas dari sosok-sosok penganut mistisisme - okultisme yang tergabung dalam perkumpulan rahasia Fremasonry, seperti, selain George  Washinton, ada  Benjamin Franklin, Christopher Wren, John Evelyn, dan Thomas Paine yang kemudian dikenal sebagai nabi besar revolusi Amerika Serikat. Dari merekalah simbol-simbol Amerika dibuat dengan mengadaptasi tradisi Mesir kuno. Mulai dari bendera, uang kertas, hingga pembangunan Capitol yang berdasarkan petunjuk astrologi melalui perhitungan horoskop yang dilakukan sendiri oleh Washinton.

Demikian pula visi nusantara jaya 2045 yang diusung Marwah Daud, juga tak lepas dari pengaruh okultisme yang ia gali dari "local genius"  yang bertebaran di seluruh penjuru nusantara. Berbagai kearifan lokal yang ia temukan, kemudian disintesa ke dalam perspektif " rahmatan lil alamin". Perspektif inilah yang membuat penulis sehingga berpendapat  pada okultisme Marwah Daud bersumber pada "Allahu Akbar, Tuhan semesta alam".

Bahwa ada masalah hukum yang melibatkan Marwah terkait Kanjeng Dimas, tentu saja tidak bisa dielakkan. Biarkan hukum yang kita anut bekerja dengan caranya sendiri.

*) Ditulis pertama kali di Jakarta, Oktober 2016 dengan judul, " Saintisme dan Okultisme Marwah Daud pada Visi Nusantara Jaya yang dimuat di Edunews.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun