Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bentengan vs Gadget: Siapa yang Lebih Kuat di Hati Anak-Anak?

22 Desember 2024   13:53 Diperbarui: 23 Desember 2024   13:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi permainan tradisional | Sumber: Meta Whatsapp Application

Saat ini, kita hidup di era di mana anak-anak lebih akrab dengan kata "level up" daripada "hom pim pa". Jangan heran kalau mereka lebih tahu cara main Minecraft daripada engklek. Tapi tenang, kita masih bisa menyelamatkan permainan tradisional ini, sambil menanamkan nilai-nilai karakter yang keren di jiwa anak-anak kita. Siap? Yuk, mulai!

Permainan Tradisional: Antara Masa Lalu dan Masa Kini

Dulu, gobak sodor, bentengan, dan cublak-cublak suweng adalah "game of the year" sepanjang masa. Tapi sekarang, mereka seperti artis jadul yang mulai dilupakan. Menurut MR, M. H. (2021), kemajuan teknologi bikin permainan tradisional tergeser oleh game modern. Anak-anak lebih tertarik dengan gadget daripada bermain di lapangan.

Padahal, permainan tradisional ini nggak cuma seru, tapi juga sarat nilai-nilai karakter. Gobak sodor, misalnya, ngajarin kerjasama, kejujuran, dan strategi (Nugrahastuti et al., 2016). Siapa sangka, main kejar-kejaran ternyata bisa bikin kita belajar jadi pemimpin, lho!

Gadget: Si Penggoda yang Bikin Anak Betah di Rumah

Mari kita bicara serius. Gadget memang serba bisa: buat belajar, hiburan, sampai stalking akun crush. Tapi, anak-anak yang kebanyakan main gadget bisa kecanduan dan itu nggak baik. Yaqin et al. (2023) mencatat bahwa pandemi memperburuk kecanduan ini karena sekolah daring. Solusinya? Ajak mereka main permainan tradisional!

Festival permainan tradisional yang mereka adakan sukses bikin anak-anak kembali main di luar dan lupa gadget sejenak. Bayangkan, main ular naga sambil lari-larian jauh lebih menyenangkan daripada scroll TikTok sampai lupa waktu, kan?

Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional dengan Gaya Kekinian

Oke, mari kita bicara soal inovasi. Permainan tradisional sebenarnya bisa tetap relevan kalau kita kasih sentuhan modern. Misalnya, bikin "Gobak Sodor AR" (Augmented Reality) atau "Cublak-Cublak Suweng Challenge" di media sosial. Anak-anak jadi lebih tertarik kalau ada unsur kekinian, setuju?

Tapi jangan lupa, esensi dari permainan tradisional harus tetap dijaga. Menurut Yoga Brata Susena et al. (2021), gobak sodor nggak hanya soal lari-larian. Permainan ini juga mengasah motorik, kemampuan berpikir, dan keterampilan sosial. Dengan kata lain, gobak sodor adalah "gym gratis" untuk anak-anak!

Oh ya, buat para orang tua, ini tips jitu: ikut main! Anak-anak bakal lebih semangat kalau ayah-ibu turun tangan. Bayangkan momen seru main bentengan bareng keluarga, pasti lebih hangat daripada nonton serial drama Korea sendirian.

Nilai Karakter dari Permainan Tradisional: Serius Tapi Fun

Nggak perlu ceramah panjang lebar soal nilai-nilai hidup. Cukup ajak anak-anak main permainan tradisional, dan mereka akan belajar nilai-nilai itu secara alami. Misalnya, dari permainan engklek, anak-anak belajar kedisiplinan dan ketangkasan (Nugrahastuti et al., 2016).

Atau coba main "kucing tikus," permainan yang sering dimainkan di Semarang (Anggita, 2018). Di sini, anak-anak belajar soal kerja sama tim dan strategi. Jadi, daripada beli buku self-help mahal, ajak anak-anak main aja. Nilai hidupnya nggak kalah berfaedah kok!

Permainan Tradisional: Warisan Budaya yang Harus Dilestarikan

Selain untuk hiburan dan penanaman nilai, permainan tradisional juga punya nilai historis dan budaya. Menurut Anggita (2018), permainan seperti bentengan, egrang, dan bakiak adalah bagian dari warisan budaya bangsa. Kalau sampai permainan ini punah, kita kehilangan lebih dari sekadar permainan, kita kehilangan identitas.

Tapi, pelestarian permainan tradisional nggak bisa dilakukan sendirian. Semua pihak harus terlibat: sekolah, komunitas, dan pemerintah. Bayangkan kalau tiap sekolah punya ekstrakurikuler permainan tradisional, serunya pasti nggak kalah dari ekskul futsal atau basket.

Untuk anak-anak, kenalkan permainan ini lewat acara seru seperti festival. Contoh suksesnya bisa dilihat di Desa Pakisjajar, di mana festival permainan tradisional berhasil menarik perhatian anak-anak dan mengurangi kecanduan gadget (Yaqin et al., 2023).

Strategi Kekinian untuk Menyelamatkan Permainan Tradisional

  1. Media Sosial sebagai Alat Promosi
    Coba bikin video pendek ala TikTok tentang cara main gobak sodor atau serunya main ular naga. Dengan gaya kekinian, permainan tradisional bisa jadi viral.

  2. Kolaborasi dengan Dunia Digital
    Bayangkan ada game mobile berbasis permainan tradisional. Main gobak sodor lewat aplikasi sambil kumpulin poin? Anak-anak pasti antusias!

  3. Program Edukasi di Sekolah
    Libatkan permainan tradisional dalam pelajaran. Guru olahraga bisa ajak anak-anak main engklek atau bakiak, sambil menjelaskan manfaatnya untuk kesehatan dan karakter.

Jangan Sampai Gobak Sodor Tinggal Cerita

Kita mungkin nggak bisa menghentikan kemajuan teknologi, tapi kita bisa menjadikannya sekutu dalam melestarikan permainan tradisional. Ayo, mulai dari diri sendiri. Libatkan anak-anak di lingkungan kita untuk mengenal dan mencintai permainan tradisional.

Dengan permainan tradisional, kita bukan hanya bermain, tetapi juga belajar, tertawa, dan melestarikan budaya. Jadi, kapan terakhir kali kamu main gobak sodor? Kalau udah lupa cara mainnya, mungkin ini saatnya nostalgia bareng anak-anak. Let's go, benteng pertahanan, kita mulai lagi dari awal!

Referensi: 

MR, M. H. (2021). Lunturnya Permainan Tradisional. Aceh Anthropological Journal, 5(1), 1-15. 

Nugrahastuti, E., Pupitaningtyas, E., Puspitasari, M., & Salimi, M. (2016, August). Nilai-nilai karakter pada permainan tradisional. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan. 

Yaqin, M. A., Sumartha, A. R., Syifa, A. A., & Falahul, A. N. (2023). Pengenalan Permainan Tradisional sebagai Upaya Mengurangi Kecanduan Gawai pada Anak-anak. Abdimasku: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 6(2), 561-567. 

Yoga Brata Susena, Y., Danang Ari Santoso, D., & Puji Setyaningsih, P. (2021). Ethnosport permainan tradisional gobak sodor. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi, 7(2), 450-462. 

Anggita, G. M. (2018). Eksistensi permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa. JOSSAE (Journal of Sport Science and Education), 3(2), 55-59.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun