Pada (6/6/2024) saya mengikuti kelas Webinar yang dilaksanakan oleh Magister Kenotariataan Universitas Indonesia yang mengusung Tema "100 Tahun Untuk Negeri", salah satu topik yang diangkat adalah Pajak Penghasilan (PPh) Jabatan Notaris, atas seminar tersebut saya tertarik membuka catatan saya terkait Pajak pada umumnya dan menemukan pendapat tokoh Rochmat Soemitro yang menyatakan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pendapat  Rochmat Soemitro mengidentifikasikan 4 Hal : Pertama Pajak merupakan iuran wajib warga negara, Kedua Pelaksanaan pajak supaya sah harus diatur oleh Undang-Undang, Ketiga Pembayaran kita terhadap negara tiada imbal jasa sebagaimana hubungan keperdataan antara subyek hukum satu dengan subyek hukum lainnya, Keempat Pajak yang dipunggut digunakan untuk mengeluaran umum seperti pendidikan, kesehatan, pembangunan serta gaji aparatur sipil dan semacamnya.
Salah satu bentuk pajak yang kerap kali bersinggungan dengan warga negara yaitu PPh. PPh secara definisi  yaitu jenis pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) atau WP Badan atas penghasilan yang diterima dalam suatu masa maupun tahun pajak.  Mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyebutkan:
"Objek pajak atau penghasilan yang dimaksud merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dipakai untuk konsumsi atau menambahkan kekayaan Wajib Pajak terkait, meliputi keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, royalti, dividen dan lain sebagainya."
PPh berdasarkan peloporannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per - 34/PJ/2010 Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak  Orang Pribadi dan Wajib Pakak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya diketahui terdapat tiga macam :
- Jenis pelaporana dengan menggunakan Formulir 1770 diperuntukkan bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dari satu atau lebih pemberi kerja yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan atau bersifat Final; dan/atau penghasilan lain, Contoh seperti Notaris, Advokat, pengusaha dan semacamnya
- Jenis pelaporana dengan menggunakan Formulir 1770s bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan lebih besar dan/atau sama dengan Rp 60 juta per tahun dari satu atau lebih pemberi kerja dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final, contoh seperti Karyawan atau buruh dari suatu perusahaan.
- Jenis pelaporan dengan menggunakan Formulir 1770 SS) bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Kaitannya dengan profesi Notaris termasuk kelompok sebagai pekerjaan bebas tapi menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-16/PJ/2016, Notaris sebagai profesi yang dikategorikan sebagai tenaga ahli perbedaan ini tidak terlalu mempengaruhi terhadap perhitungan pajak, sebagaimana diketahui pekerjaan Notaris sehubungan dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang N0. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris), Notaris sebagaimana Pasal 36 UU Jabatan Notaris dalam pelaksanaan Jabatan Notaris berhak atas honorarium yang atas jasa yang diberikan kepada klien.
Honorarium atas jasa Notaris, Notaris perlu kiranya memperhatikan kedudukan Klien sebagai pemberi honorarium dalam perpajakan karena kedudukan ini mempengaruhi terhadap pembayaran Pajak serta honorarium Notaris
- Klien yang hadir dihadapan Notaris sebagai pemotong PPh Pasal 21, apabila itu terjadi Notaris harus paham bahwa honorarium yang akan dia terima nantinya adalah honorarium pasca pajak sehingga hasil potong tersebut nantinya di kreditkan terhadap pembayaran PPh 21 Tahunan sehingga untuk menjamin kepastian akan pemotongannya Notaris berhak untuk meminta bukti potong pajak terhadap Klien yang bersangkutan, lalu untuk mengetahui Klien itu adalah pemootong Pajak 21 Notaris bisa meminta untuk menunjukkan surat keterangan terdaftar yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak.
- Klien yang hadir dihadapan Notaris bukan sebagai pemotong PPh Pasal 21, apabila itu terjadi Notaris berhak atas Honorarium penuh atas jasa yang diberikan sehubungan pasal 15 UU Jabatan Notaris, dan Notaris memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilannya dalam satu tahun dimana dia terdapar.
Sistem perhitungan PPh 21 Notaris, dalam pelaporan Pajak atas penghasilan Notaris dapat menggunakan perhitungan secara Norma dengan cukup melakukan pencatatan atau melalui pembukuan, sistem pertama kerapkali digunakan terhadap pelaporan pajak karena dianggap lebih mudah, efisien dan praktis. Syarat Notaris dapat menggunakan melakukan perhitungan dengan sistem Norma yaitu :
- Perhitungan Broto dalam satu Tahun yang diperoleh Notaris tidak lebih 4,8 M;
- Adanya pemberitahuan Kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan.
Untuk melakukan perhitungan Pajak Notaris dapat diketahui hal yang perlu diketahui sebelumnya :
- Perama, Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 : 50% x Jumlah Penghasilan Broto dalam satu Tahun Pajak = Penghasilan Netto
- Kedua Penghasilan tidak kena Pajak (PTKP) atas PPh Pribadi PTKP digunakan sebagai pengurang nantinya terhadap penghasilan kena pajak yang akan dikenakan, Diketahui:
Rp. 54 Juta untuk Notaris
Rp. 4,5 Juta tambahan jika dalam status perkawinan
Rp. 54 Juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilan digabung dengan penghasilan suami (NPWP Istri berbeda dengan NPWP Suami)
Rp. 4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkatÂ
syarat : tanggungan sepenuhnya dan paling banyak 3 (tiga) orangÂ
- Ketiga, Menentukan Penghasilan kena Pajak : Jumlah Penghasilan Netto - PTKPÂ
- Keempat, Menentukan Pajak penghasilan terutang: tarif pajak x Penghasilan kena Pajak
Tarif pajak PPh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagaimana berikut :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H