Mohon tunggu...
yanun anbiya
yanun anbiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Recently this blog is using for my assignment's student study service

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kehidupan Sosial Budaya Warga Desa Kopeng

25 Juli 2022   06:13 Diperbarui: 25 Juli 2022   06:21 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Kegiatan warga dalam bergotong royong (Dokpri)

Desa Kopeng merupakan desa yang memiliki potensi ekonomi dan wisata yang terletak di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini dikenal sebagai desa wisata karena banyakanya objek wisata yang dibuka di desa ini sehingga setiap harinya selalu dikunjungi oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. 

Oleh karena itu, masyarakat desa Kopeng rentan mengalami arus globalisasi karena masuknya budaya luar ke dalam desa tersebut yang dibawa oleh para wisatawan asing. 

Guna menjaga kelestarian budaya setempat, warga di salah satu dusun di desa Kopeng yaitu dusun Sleker, Kecamatan Getasan, memiliki sanggar seni budaya tradisional yaitu berupa tempat latihan rutin kesenian khas setempat yaitu reog, kuda lumping, wayang, tari-tarian tradisional dan gamelan. 

Kesenian tradisional tersebut terus dilestarikan oleh warga setempat dengan mengadakan latihan rutin setiap malam supaya budaya tradisional tidak terkikis oleh perkembangan zaman. 

Selain itu, setiap tahunnya warga dusun Sleker mengadakan perayaan hari lahir wahyu linggarjati, yaitu sanggar seni tradisional setempat, untuk memperingati kekhasan kesenian daerah setempat dan memperkenalkannya ke publik.

Pada tahun ini, pelaksanaan peringatan hari lahir wahyu linggarjati yang ke 24 tahun akan dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2022 dengan mendatangkan tamu dari pejabat daeah setempat dan menampilkan tarian-tarian khas daerah Kopeng. 

Puncak acara akan dilaksanakan pada malam hari dengan mensajikan pertunjukan-pertunjukan budaya tradisional khas desa Kopeng yang diisi oleh seluruh elemen masyarakat desa Kopeng untuk turut berkontribusi memeriahkan acara peduli budaya tersebut.

Selain melestarikan kebudayaan tradisonal daerah Kopeng, warga setempat juga masih kental dengan tradisi desa khas lainnya yaitu Saparan. Menurut (Nurrohmah: 2017) Saparan merupakan ritual tolak bala pada masyarakat dusun Sleker. 

Ritual ini bermula dari adanya wabah penyakit atau pagebluk, sehingga masyarakat setempat mengadakan ritual untuk menolak bala. Ritual Saparan merupakan acara mereti dusun yang dilaksanakan pada hari Minggu Pahing dan berganti ke Kamis Pahing setiap lima tahun sekali pada bulan Sapar oleh masyarakat dusun Sleker. 

Adapun serangkaian acara yang dilaksanakan pada upacara Saparan yaitu diantaranya adalah arak-arakan, ritual di sumber air umbul songo dan makam, pertunjukan wayang, pertunjukan kuda lumping dan pertunjukan warok. 

Saparan juga digunakan sebagai upaya untuk menghindari bencana/bala seperti wabah penyakit dan gagal panen. Tolak bala bukan menjadi makna tunggal dalam ritual saparan, melainkan juga terdapat makan lain dari ritual saparan yaitu sebagai wujud syukur masyarakat atas berkah selama satu tahun. 

Bahkan, beberapa warga setempat menganggap ritual saparan sebagai hari jadi desa Kopeng dan patut untuk disyukuri dan dirayakan melalui berbagai ritual khas yang telah menjadi tradisi turun-menurun. 

Foto : Kegiatan warga dalam bergotong royong (Dokpri)
Foto : Kegiatan warga dalam bergotong royong (Dokpri)

Kehidupan sosial masyarakat desa Kopeng juga masih kuat akan gotong royong dan kesolidaritasan antar warga dalam berkehidupan sehari-hari. 

Hal ini terlihat pada saat adanya acara-acara besar seperti moment idul adha, di mana warga bekerja sama untuk mempersiapkan perayanan idul adha dengan mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk kurban dan bahan-bahan masakan untuk perayaan hari raya idul adha di salah satu rumah warga. 

Kemudian, pada hari raya idul adha tiba, seluruh warga bergotong royong untuk mensajikan masakan khas daerah kopeng dengan bahan utama daging kurban dan daun adas yang dimasak oleh ibu-ibu setempat. 

Seluruh warga berkumpul bersama untuk menikmati berbagai makanan dan minuman di salah satu rumah warga yang dituakan sehingga tercipta rasa kesolidaritasan yang kuat antar sesama warga. 

Foto : Kolam renang Umbul Songo (Dokpri)
Foto : Kolam renang Umbul Songo (Dokpri)

Disamping kekhasan budaya yang terus dilestarikan oleh warga setempat. Salah satu sumber air dan kehidupan di desa Kopeng yaitu Umbul Songo telah tercemar dan bahkan terlihat seperti tidak terurus. 

Padahal, Umbul Songo merupakan hutan yang dilindungi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang masuk ke dalam Taman Nasional dan memiliki 115 titik lokasi sumber air. 

Tak hanya itu, Umbul Songo juga memiliki kekayaan flora dan fauna di dalamnya. Beberapa flora yang masih terpelihara hingga saat ini yakni pinus, Puspa, Pakis, kelompok anggrek, dan sebagainya. 

Sedangkan fauna yang dilindungi salah satunya adalah lutung budeng. Saat ini, aliran air menuju air terjun umbul songo harus melalui pemukiman penduduk terlebih dahulu. 

Sehingga, kejernihan air menjadi berkurang dan disertai banyaknya sampah yang terbawa menuju air terjun karena minimnya kesadaran warga maupun wisatawan akan lingkungan. 

Selain itu, warga sekitar di Umbul Songo yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, mengambil kayu secara ilegal di Taman Nasional tanpa mendapatkan izin dari petugas Taman Nasional. 

Sehingga, hal ini menyebabkan beberapa pohon tumbang dan tidak adanya upaya penanaman kembali dan timbul lah ancaman bagi warga setempat yaitu kepunahan. 

Sebenarnya, petugas Taman Nasional telah mengizinkan bagi warga yang ingin mengambil kayu tetapi hanya sebatas kayu atau ranting-ranting yang telah jatuh di permukaan tanah sehingga hal ini tidak akan meimbulkan kerusakan. 

Tetapi, kebanyakan warga justru menebang pohon dan tidak turut menanamnya kembali. Selain itu, upaya membersihkan aliran sungai dan air terjun dilakukan setiap sebulan sekali oleh petugas Taman Nasional dengan menggunakan alat besar untuk mengangkut sampah-sampah. Namun, hal ini tidak diiringi oleh kesadaran warga sehingga upaya tersebut tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan. 

Oleh sebab itu, warga desa Kopeng maupun wisatawan harus memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan supaya generasi selanjutnya akan terus dapat merasakan keindahan alam yang dimiliki oleh desa Kopeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun