Pemuda merupakan fase dimana tiap manusia mempunyai semangat dan rasa keingintahuan yang tinggi akan suatu hal. Dalam fase tersebut pula pemuda menemukan beberapa masalah atau cobaan dalam kehidupannya dan pengambilan sikap atas masalah tersebut menentukan kepribadian pemuda tersebut dikemudian hari.Â
Tentu banyak aspek yang mengatur pengklasifikasian pemuda, baik itu umur, fisik, penampilan, ideologi dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan memuat pengertian Pemuda, yaitu warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Â
Ir. Soekarno pernah berkata, "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 Pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.", hal ini menunjukkan bahwa sejatinya, seorang pemuda merupakan generasi penerus untuk membawa perubahan kearah yang lebih baik. Namun, sangat disayangkan bahwa pemuda saat ini masih terlalu sulit untuk menahan atau mengontrol emosi diri sehingga dapat meninmbulkan tindakan-tindakan yang diluar norma.
Dalam kehidupan sehari-hari, pemuda erat dikait-kaitkan dengan tindak kriminalitas yang ada. Tindakan kriminalitas atau tindakan kejahatan sendiri merupakan tindakan individu ataupun kelompok yang melanggar hukum, yang menimbulkan keresahan masyarakat bahkan menimbulkan korban.Â
Tindakan kriminalitas individu berarti seseorang melakukan tindakan diluar norma dengan sendirinya tanpa ada pihak manapun yang ikut dalam kegiatan tersebut, seperti penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan, pelecehan seksual, pencurian dan bahkan pembunuhan. Lalu, tindakan kriminalitas kelompok merupakan kegiatan diluar norma yang dilakukan tidak sendiri atau berkelompok atas dasar kemauan sendiri, seperti tawuran dan pembegalan. Â
Banyak terdapat pandangan bahwa tindakan kriminalitas  dilakukan atau dipelopori oleh para pemuda, seperti tawuran yang terjadi akibat adanya konflik anar dua kelompok yang biasanya terjadi karena adu ejek antar pihak.Ada pula pemicu para pemuda melakukan tindak kriminal adalah hanyak ikut-ikutan.Â
Pada fase ini, tiap orang sedang membiasakan diri akan tingkat keegoisan dan gengsi yang tinggi. Hal ini menjadikan kesan seorang pemuda cenderung negatif dimata masyarkat. Memang, terdapat beberapa tindak kriminalitas yang dilakukan oleh kaum pemuda, namun terdapat pula beberapa pihak yang menggeneralisasikan bahwa semua tindak kriminal, dilakukan oleh kaum pemuda.
Tindak kriminalitas yang dilakukan oleh para pemuda seperti mabuk-mabukan, tawuran, pembegalan, dan maupun tindak asusila itu terjadi karena rasa keingintahuan para pemuda akan hal yang baru mereka lihat. Berawal dari mencoba dan berujung ketagihan, itulah fase umum para pemuda terjerumus dalam hal kriminalitas. Faktor internal lain yang mempengaruhi pemuda melakukan tindak kriminalitas adalah kondisi keluarga.Â
Dalam hal ini, minimnya pendidikan non-formal dari keluarga terhadap anak juga mempengaruhi tingkah laku anak diluar rumah. Kebanyakan pemuda yang melakukan tindak kriminalitas itu tidak diketahui oleh orang tuanya karena minim pengawasan dari mereka. Keharmonisan keluarga juga faktor pentin dalam membangun mental anak agar tidak terjerumus dalam ranah kriminal, seperti anak yang depresi akibat perceraian kedua orang tuanya dapat membuat anaknya memasuki ranah kriminalitas seperti mabuk-mabukan dan bahkan narkoba.Â
Kemdian, faktor ekstenal yang mendorong terjadinya tindak kriminal yaitu faktor lingkungan. Kata-kata "memilihlah dalam berteman" merupakan salah satu kunci dalam faktor eskternal ini apabila tidak ingin terjerumus dalam tindakan-tindakan tersebut. Dorongan dari teman dengan iming-iming solidaritas dapat menjadikan seseorang berubah dan melakukan tindakan diluar norma tanpa sadar awalnya. Namun ketika ia sadar telah melakukannya, yang banyak terjadi justru ketagihan.Â
Beberapa berkata karena memacu adrenaline. Lagi-lagi masalah gengsi antar sesama laki-laki yang tak mau terlihat penakut didepan teman atau orang terdekatnya. Faktor eksternal lainnya yaitu sikap labelling masyarakat terhadap pelaku tindak kriminal.Â
Menurut Edwin M. Lemert mengatakan jika individu yang melakukan penyimpangan dari proses labeling yang diberikan dari masyarakat pada individu tersebut. Dalam hal ini, apabila seseorang telah mendapat labelling dari masyarakat, ia akan melakukan tindakan negatif tersebut lagi dan lagi karna ia berfikir bahwa telah dianggap sebagai kriminal, berbuat baikpun akan tetap dianggap kriminal.Â
Itulah pentingnya keluarga dan lingkungan sekitar. Seseorang dinilai dari sifat dan perbuatannya. Bila sikap dan sifatnya baik maka dikatakan bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang baik, bagitu pula dengan sebaliknya.namun, kepribadian pada diri seseorang itu dapat berubah kapanpun dan dimanapun.Â
Karena kepribadian terbentuk salah satunya karena faktor lingkungan. Kepribadian seseorang bisa dilihat dan dirasakan dalam rentang kehidupannya. Oleh karena itu kepribadian manusia itu dikatakan sebagai satu kesatuan pda jiwa dan badan manusia (Hadi,2002). Â Mulai memilih lingkungan sejak dini, baik tempat tinggal, bermain, maupun sekolah merupakan langkah awal agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminalitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H