Mohon tunggu...
Yanuar Arifin
Yanuar Arifin Mohon Tunggu... -

jika takut, jangan jadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agus Salim yang Cerdik

17 Februari 2014   17:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agus Salim sudah menorehkan prestasi gemilang sejak duduk di bangku sekolah dasar. Di tengah kawan-kawan sekolahnya yang sebagian besar anak eropa, dia tak minder, malah berpikir kritis. Kemampuannya menonjol dalam semua pelajaran, terutama penguasaan bahasa, ilmu sosial, dan ilmu pasti. Lulus pun dengan predikat terbaik sejak pendidikan dasar hingga menengah. Agus Salim adalah manusia cerdas dan kritis.

Pada usianya yang masih muda Agus Salim pernah bertanya kepada seorang Ulama. “Apakah Adam dan Hawa punya pusar?”

Ulama itu menjawab, “Ya, karena mereka juga manusia.”

“Jika mereka berdua punya pusar sebagaimana halnya kita, tentu saja mereka, itu tandanya mereka dilahirkan oleh seorang ibu,” kata Agus Salim.

Sang ulama yang mendapati argumentasi tokoh nyentrik itu hanya diam tak berkata apa-apa. Tak punya dia alasan untuk membalas pernyataan cerdas yang dilontarkan Agus Salim.

Itulah Agus Salim. Lelaki sederhana itu adalah sosok yang cerdas. Pikirannya kritis. Ia berpikir jauh melampai zamannya. Saat kebanyakan orang tak pernah mempersoalkan asal usul Adam dan Hawa, dengan kritis ia mempertanyakannya. Saat kebanyakan orang menerima begitu saja pemikiran yang disampaikan oleh para pemuka agama, tanpa ragu ia mempermasalahkannya. Agus Salim selalu bertanya. Tentang hal-hal yang dianggapnya perlu. Nampaknya, semua persoalan menjadi perlu, karena manusia mesti berpikir tentang apa pun, bahkan tentang asal usul dirinya sendiri.

Agus Salim nampaknya ingin setiap orang menjadi merdeka. Setidaknya sejak di pikiran. Jangan sampai menjadi orang dungu yang bisa diperintah tanpa tahu alasan mengapa ia harus mengerjakan perintah itu. Jangan sampai menjadi orang yang dijajah sejak di pikiran. Untuk itu, menjadi merdeka harus berani bertanya. Menjadi merdeka harus berani berpikir. Jika manusia sudah bisa berpikir, ia tidak akan mudah disetir atau ditindas oleh manusia yang lain.

Agus Salim memperlihatkan itu. Ia adalah manusia merdeka. Saat orang pribumi berlomba-lomba untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Belanda, ia justru memilih untuk mengajar anak-anaknya sendiri. Ia merasa, jika orang-orang pribumi menerima didikan Belanda, maka mereka akan kehilangan identitas diri. Pada akhirnya, mereka lupa bahwa Belanda adalah bangsa penjajah yang mesti dilawan. Bukan malah dirangkul menjadi teman. Di bawah didikan Agus Salim, anak-anaknya memang tidak menerima pendidikan formal. Namun, anak-anak tersebut justru menjadi manusia merdeka yang cerdas. Yang berani berkonfrontasi dan beradu argumen dengan orang-orang Belanda.

Suatu ketika, Agus Salim mendatangi kediaman seorang pegawai Belanda. Di sana ia diledek oleh seorang pribumi yang juga bekerja di kediaman Belanda itu. “Seandainya kamu mau menerima pekerjaan dari Belanda, kamu tidak akan tampil dengan baju kumal seperti itu,” ledek pribumi itu. Agus Salim tidak marah. Ia hanya tersenyum, meski getir.

Saat yang punya rumah datang dan menemui Agus Salim, ia mencium tangan Agus Salim. Sementara si pribumi malah mencium tangan pemilik rumah. Kepada pribumi itu, Agus Salim berkata, “Seandainya saya menerima pekerjaan dari Belanda, orang Belanda yang punya rumah ini tidak akan mencium tangan saya.”

Agus Salim sekali lagi memperlihatkan kecerdasannya. Ia tidak mudah dilecehkan orang lain. Apalagi dijajah oleh orang-orang yang lebih berkuasa. Meski Agus Salim bukanlah seorang yang kaya, pantang baginya kemiskinan dijadikan alasan untuk memelas di hadapan orang yang lebih kaya. Selama manusia belum mampu memerdekakan dirinya, ia tetap akan ditindas dan diinjak-injak oleh orang lain. Namun, jika manusia sudah bisa memerdekakan dirinya sendiri, meskipun ia miskin, tidak punya jabatan apa-apa, orang lain akan memuliakannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun