Mohon tunggu...
Indrayanti Pangastuti
Indrayanti Pangastuti Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Pekerja keras, pekerja keuangan, pemerhati lingkungan, penyuka kopi, suka melukis , menulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Film

Gadis Kretek antara Film dan Novelnya, Ada Isu Traumatis di Sana

2 Januari 2024   15:46 Diperbarui: 2 Januari 2024   17:14 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Netflix via kapanlagi.com

Setiap membaca novel yang difilmkan, seringkali saya merasa kecewa. Kok filmnya tidak sebagus novelnya. Ternyata kali ini tidak. Novel dan film Gadis Kretek ternyata tidak seringan yang saya bayangkan sebelumnya. Saya perlu mengambil jeda untuk menghela napas dari setiap bab yang saya baca, juga setiap seri yang saya tonton.  Saya merasakan sesuatu yang berat di sana. Rasa trauma.

Membaca novel Gadis Kretek mengingatkan saya pada sosok Mbah Kakung yang hidup di jaman Belanda, lahir 1902, dan besar di Kota Maospati Madiun. Saya masih sempat bertemu dan mengenalnya dalam kurun waktu tahun terakhir masa hidupnya. Mbah Kakung dan Mbah Putri suka menghisap rokok klobot dan rokok kretek yang dilintingnya sendiri. Beberapa kali saya melihat kotak tembakaunya dan melihat bagaimana mereka membuatnya.

Ketika membaca novel Gadis Kretek, kesan saya, isi novel lebih banyak menceritakan tiga anak dari Soeraja, kemudian masa keciI Idroes Moeria dari remaja sampai sukses sebagai pemilik usaha rokok Kretek Merdeka dan Kretek Gadis, dan kelahiran Dasiyah yang dimulai dari hilangnya ari ari Dasiyah saat lahir.

Dasiyah dalam film Gadis Kretek jadi tokoh utama di samping Soeraja. Pemerannya sudah tak asing lagi, Dian Sastro yang cantik dan Ario Bayu yang gagah, tentunya tak lepas dari sentuhan ahli sinematografi. Dengan outfit kebaya janggan, Dian Sastro mampu membuat tren baru dan menjadikan mereka kunci sukses film dari sisi komersialnya.

Dasiyah dalam novel tidak dijelaskan secara detail, dia hanya muncul dalam dialog dialog yang menimbulkan imajinasi pembacanya. Dasiyah digambarkan sebagai Dasiyah yang ceria, pintar, dan berani menatap mata siapa saja lawan bicaranya. Dia dilukiskan seperti titisan Roro Mendut yang membuat rokok kretek buatannya diminati banyak orang.

Ketika Dasiyah difilmkan, dia memang diciptakan menjadi sosok  karakter yang kalem, lembut, santun pada orang tuanya tetapi juga sosok perempuan kuat yang masuk dalam pertentangan gender karena berada dalam pekerjaan yang dikuasai laki laki dan dilarang buat perempuan. Dasiyah dengan kebaya janggannya terlihat cantik dan mewah, jika dibandingkan dengan perempuan sebaya lainnya, bahkan jika dibandingkan dengan adiknya sekalipun, Rukayah. Dasiyah di film sangat menonjol sekali kecantikannya.

Dasiyah di novel dan film memang berbeda dan itu sah sah saja, apalagi pemerannya Dian Sastro. Dian Sastro yang dalam kesehariannya berbeda jauh dengan Dasiyah, tentunya perlu usaha keras agar membuat Dasiyah seperti yang disiratkan dalam novel. 

Dian Sastro yang gaul sudah berusaha keras menjadi Dasiyah, tapi belum bisa meninggalkan Dian Sastro sebagai Cinta di film aadc. Dian Sastro sebagai perempuan kuat tangguh dan mandiri, masih menempel kesan si Cinta dibandingkan dengan si Kartini dalam film RA Kartini yang pernah diperankan oleh Dian juga.

sumber: Netflix via kapanlagi.com
sumber: Netflix via kapanlagi.com

Berbeda dengan Dasiyah, sosok Soeraja malah sangat sedikit diceritakan dalam novel maupun filmnya. Soeraja dikisahkan sebagai orang asing yang tiba tiba datang ke kota M. Dalam film, Soeraja dibawa ke rumah Dasiyah oleh Idroes Moeria atas permintaan Dasiyah. Sedangkan dalam novel justru Dasiyah yang mengajaknya bekerja sebagai buruh pabrik dan menjadikannya asisten.

Soeraja dalam film, buat para remaja yang menontonnya, dikesankan sebagai sosok tampan pekerja keras, pintar, ulet dan gigih tapi juga sekaligus seorang yang toxic, oportunis, dan memiliki sifat red flag. Kata mereka, Soeraja saat akhir hidupnya masih mengingat dan mengenang Dasiyah. Dan itu mengesalkan, kata mereka.

Soeraja, pemuda yang hidup di jaman kemerdekaan dan jaman Jepang, di mana banyak  orang tidak merasakan bangku sekolah, berjuang demi sesuap nasi, jaman susah cari makan, hidup penuh ancaman, menyusuri nasib dengan gigih. 

Ketika Soeraja menggapai sukses, ada sepenggal tanggung jawab dan soal yang belum terselesaikan yaitu keluarga Idroes Moeria dan Dasiyah. Raja berusaha melunasi semua hutang hutangnya. Walaupun dengan nafas terakhirnya. 

Di sudut yang lain, Dasiyah dan keluarganya menjadi korban fitnah atas situasi di mana ada Raja di dalamnya. Situasi yang tidak memungkinkan untuk dijelaskan satu satu.

Saya paham mengapa Soeraja muda tak banyak dilukiskan dalam novel maupun film. Ada kaitan organisasi terlarang yang sedikit sekali diungkap baik di novel maupun filmnya. Mungkin karena ini pula nama kota M disembunyikan.

Buat Soeraja, hidup memang pilihan, dia harus menjalaninya dengan penuh kekuatan, dimana dia dinilai "kejam" dari sisi sebaliknya. Ada kehidupan orang lain yang dikorbankan oleh orang yang sebenarnya memanfaatkan kemampuannya. Atau mungkin sebaliknya. Atau bisa juga keduanya. Jaman now? Mungkin juga ada tapi dengan versi yang berbeda.

Diakhir cerita dijjabarkan bahwa kehidupan Dasiyah berbanding terbalik dengan kehidupan Soeraja. Dasiyah kehilangan ayahnya. Kehilangan pabrik kreteknya. Rahasia formula kretek miliknya dicuri oleh orang yang justru sangat ia percayai, Soeraja.  Jiwa Dasiyah porak poranda. Dan dia bersama keluarganya harus berjuang hidup dari nol lagi.  Dasiyah trauma. 

Dibelahan dunia lain, Soeraja yang menikah dengan anak dari saingan bisnis Idroes Moeria, Soejagad, menuai keberhasilan karena formula milik Dasiyah. Di sepanjang film, dikisahkan Soeraja hidup tidak tenang di masa akhir hidupnya walaupun kekayaannya bisa menghidupi anak anaknya tujuh turunan. 

Kalau bisa disimpulkan dari cerita tentang Gadis Kretek, ada garis merah yang terungkap baik novel maupun filmnya, yaitu kondisi traumatis yang dialami pelakonnya, Dasiyah dan Raja. Yang semuanya harus dibayar lunas oleh anak dan cucunya, Arum Cengkeh dan ketiga anak anak Raja.

Allah memang maha adil.

Walaupun antiklimaks dalam novel maupun film ini berbeda, setiap manusia akan mencari ketenangan dalam akhir hidupnya. Begitupun anak  Dasiyah dan Raja

Antara novel dan film, seperti juga kehidupan manusia yang penuh drama dan rahasia, ada kesanggupan para pelakunya dalam menghadapi cobaan hidup biarpun harus melukai kesehatan jiwa sampai akhir waktu.

Kali ini saya menutupnya dengan menonton film Gadis Kretek. Dan saya bisa bernafas lega dengan penutup ceritanya. Happy ending.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun