Mohon tunggu...
Antonetta Maryanti
Antonetta Maryanti Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

Seorang Ibu Rumah Tangga yang tak pernah berhenti belajar dan suka menulis. "Orang-orang terdidik adalah orang-orang yang senantiasa mendidik dirinya sendiri."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berbagi

25 September 2017   10:43 Diperbarui: 25 September 2017   10:47 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berbagi adalah salah satu keterampilan hidup yang bersifat vital. Anak-anak perlu belajar berbagi untuk bisa memiliki teman dan bermain bersama-sama."

Sarah kecil menatap riang apa yang baru saja ia temukan di balik tumpukan buku mamanya, Viona. Disitu rupanya mama menyembunyikan permen-permen tangkai dengan tiga varian rasa. Ia sangat menyukai permen warna pink dengan varian rasa strawbery.

"Mama, mama lihat, apa yang aku temukan."

"Harta karun, kah?" jawab mamanya yang sedang mengocok telur untuk dijadikan telur dadar pengisi perut di siang yang panas, hari itu.

"Ayo ke sini, Ma, lihat," tak sabar menantikan kedatangan mamanya ia datang menarik ujung baju Viona, mengajaknya melihat harta karun yang ia temukan.

Hati mama terkulai seperti mawar yang kehilangan mahkota-mahkotanya, ketika melihat buku-buku dan permen-permen yang berserakan di lantai. Bukan karena ia harus membereskannya kembali, tetapi permen-permen itu, "bagaimana ade menemukannya?" tanya mama dengan nada putus asa.

Wajah kecil itu menyeringai, gigi-gigi putihnya terlihat rapi, matanya bercahaya penuh bintang yang sedang menari, tiga tangkai permen ada di tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengebas rambut yang menutupi dahinya, "boleh ade pergi ke rumah Gibe? Yang hijau buat Gibe, dan yang cokelat buat Ketty," ia menyebutkan nama teman-temannya.

Mama terdiam, menatapnya. Mengatakan 'tidak' hanya membuat seisi rumah gaduh, mengatakan 'iya' membuatnya merasa bersalah setiap mendengar suara batuk berdahak yang terdengar dari dada Sarah.

"Ma, ayolah, boleh yah, Ma," kali ini ia memohon dengan tangan terkatup di dada dan tiga tangkai permen seperti kuncup mawar bermahkota tiga yang baru saja mekar menjulang ke atas.

Hati mama luluh seketika, ia memeluk putri kecilnya, "baiklah, tapi jangan berlari, pakai jalan saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun