Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiskinan dan Kurangnya Pengetahuan Membuat Kita Lebih Rentan Akan Bencana

18 Oktober 2022   05:54 Diperbarui: 18 Oktober 2022   06:06 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Anda bayangkan saat mendengar kata evacuate..evacuate..evacuate..

Berapa ribu kali pun kita sudah naik pesawat, tetap harus menyimak pramugari yang memeragakan cara kita memasang safety belt sebelum pesawat mengudara. Seluruh penumpang pesawat diminta mengutamakan diri sendiri memasang masker oksigen sebelum membantu orang.lain meskipun anak kita sendiri.

Seringkali muncul rasa tak nyaman menyimak instruksi tersebut. Namun banyak penelitian yang menunjukkan penyebab kerentanan perempuan terutama ibu terkait risiko bencana. Panggilan nurani untuk melindungi anak membuat perempuan dan anak menjadi korban lebih banyak.  

Penumpang juga menerima instruksi untuk membaca panduan siap untuk selamat. Sementara itu, penumpang yang duduk di kursi dekat pintu evakuasi mendapat pertanyaan dan penjelasan khusus.

Bagaimana upaya Siap Untuk Selamat di rumah Anda?

Bulan Oktober khususnya Rabu minggu kedua diperingati sebagai Hari Pengurangan Risiko Bencana.  Kegiatan intensif di daerah tanpa listrik dan sinyal internet membuat kami berhenti melakukan simulasi Siap Untuk Selamat seperti tahun-tahun sebelumnya. 

Setidaknya ada 2  faktor penyebab rendahnya kesadaran akan budaya Siap Untuk Selamat:

1. Kemiskinan Ekstrem 

"Kabarnya ada puluhan ribu desa di kawasan konservasi yang warganya alami kemiskinan seperti yang dialami masyarakat di kawasan SM Rimbang Baling. Sebaiknya ibu menghubungi Subdit PPK KLHK. Tupoksi kami melindungi satwa, "ujat Genman, kepala BBKSDA Riau sesaat setelah pertemuan pembahasan poin-poin Nota Kesepahaman Sinergi untuk Pembangunan Strategis Yang Tak Terelakkan.

Mengutip rencana  dan strategi BBKSDA Riau yang disajjkan di  https://bbksda-riau.id/ bahwa dalam.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Diamanatkan Untuk Melaksanakan Perlindungan, Pengawetan, Dan Pemanfaatan Ekosistem, Spesies Dan Sumberdaya Genetik Untuk Mewujudkan Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati Serta Keseimbangan Ekosistemnya.

1. Memanfaatkan potensi SDH dan LH secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan (sasaran strategis kedua).

2.Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (sasaran strategis ketiga).

"Kemiskinan ekstrem yang dialami 15.454 warga Kampar di kawasan SM Rimbang Baling seharusnya menjadi perhatian pemerinrah juga warga dunia dengan mempertimbangkan kontribusi terhadap ketersediaan Oksigen. Jika perlu kami siap untuk menyampaikan hal ini kepada Dirjen KSDAE, "PJ Bupati Kampar, Dr. H.Kamsol, M.M menekankan komitmennya untuk bersama mewujudkan ekosistem pembangunan yang berkeadilan tanpa merusak kelestarian alam di sekitarnya.

Sasaran strategi kedua BBKSDA sejalan dengan desakan tersebut. Tak mengherankan jika BBKSDA mengalokasikan dana untuk membantu masyarakat di 9 desa di kawasan SM Rimbang Baling sejak 2019. Sayang sekali, Kepala BBKSDA beserta staf berkali-kali menekankan jika tugas pokok dan fungsi mereka hanya menjaga kelangsungan hidup margasatwa di kawasan tersebut.

Kenyataan menunjukkan bahwa seluruh desa yang berada di kawasan dan daerah penyangga SM Rimbang Baling merupakan Desa Sangat Tertinggal berdasarkan Indeks Desa Membangun. Hal ini tidak membuat BBKSDA bergeming.

Bagaimana dengan kesadaran masyarakatnya akan bencana? 

Berdasarkan laporan analisis dan rekomendasi SDG's Desa yang kami himpun, terdapat kegiatan terkait kebencanaan.  Namun belum ada informasi yang cukup mengenai upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB) berbasis keluarga dan komunitas di desa-desa teesebut. 

Menurut hasil penelitian masyarakat miskin dan rentan menanggung beban ancaman bahaya banjir dan terdampak secara tidak proporsional. Mereka cenderung tinggal di daerah berbahaya seperti permukiman padat yang terletak lebih rendah dibanding dengan tingginya permukaan banjir, daerah pantai yang sangat terbuka, dan di sepanjang bantaran sungai yang sering meluap. Mereka juga memiliki keterbatasan akses kepada layanan keuangan dan dukungan dasar untuk mengatasi dampak banjir.

2. Kurangnya Pengetahuan

Kampanye Sejuta Sekolah dan Rumah Sakit Aman yang digagas oleh Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB) sejak 29 Juli 2009 sejalan dengan prakarsa UNISDR, yakni 1MSSHC.

"Tak ada satu pun sekolah, pondok pesantren, dan madrasah yang kami kunjungi bersama pengurus Fakar untuk melaksanakan Ikrar Menuju SRA Berima pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah yang memiliki Rencana Kesiapsiagaan Bencana, "ujar Sahabat Bupati Kampar, Yanti Kerlip. Tim Sigap Kerlip yang dibangun oleh Perkumpulan yang dipimpin alumni ITB ini melaksanakan 1MSSHC sejak 7 Agustus 2010 di Jawa Barat dan sudah menjangkau lebih dari 200 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia

Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana di Kampar belum menjadi prioritas.  Intensitas kejadian banjir yang makin meluas terutama di Bangkinang Kota perlu menjadi pertimbangan Pemkab Kampar dalam pengarusutamaan PRB di pendidikan dan kesehatan.  

"Penyediaan Tas Siaga Bencana merupakan langkah penting dalam penyuluhan Keluarga Tangguh Bencana. Sejak masuk ke Kabupaten Kampar saya berupaya mengajak TP PKK untuk memprakarsai penyuluhan ini, "imbuh Yanti.

Kurangnya pengetahuan dan tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan bencana terbukti di berbagai belahan buni mempertinggi risiko bencana  di keluarga komunitas, dan satuan pendidikan.

Masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya kesadaran akan risiko bencana. Kesenjangan ekonomi yang diperparah dengan kurangnya pengetahuan inj perlu segera kita atasi bersama. Kampanye pembuatan Tas Siaga Bencana di rumah dengan menggunakan tas sekolah bekas anak-anak bisa menjadi pintu masuk dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan PRB di keluarga dan satuan pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun