Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Peringatan Hari Anak Nasional untuk Ayah Bunda

22 Juli 2022   06:02 Diperbarui: 26 Juli 2022   02:25 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memastikan negara hadir dalam hati semua warga terutama anak membutuhkan komitmen tinggi setulus hati. Setiap tahun kita memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli. Tentu Anda sudah tahu alasan Pemerintah menetapkan tanggal tersebut. Ya. Tanggal penandatanganan Undang-Undang Kesejahteraan Anak dipilih dan ditetapkan oleh Presiden RI  dalam Kepres No. 44 Tahun 1984 sebagai Hari Anak.

Bangsa Indonesia berkomitmen penuh untuk menegakkan Sistem Perlindungan Anak sejak pemerintah meratifikasi Konvensi Hak Anak.  Sampai saat ini sudah banyak Undang-Undang terkait Anak yang ditetapkan Pemerintah. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak,  meski belum masuk dalam indikator kinerja daerah, KLA telah mendorong lahirnya kebijakan terkait anak sampai ke desa. Anak menjadi urusan wajib pemerintah daerah nomor dua.

Malam ini saya membaca kabar tentang anak usia 11 tahun yang meninggal setelah dipaksa teman-teman sekolahnya menyetubuhi kucing dan direkam. Ada apa dengan anak-anak kita?

Negeri Tanpa Ayah

Hari Anak  Nasional semestinya tidak berhenti dalam selebrasi.   Indonesia menjadi negeri tanpa ayah urutan ketiga dunia pada 2021. Ketidakhadiran ayah dalam tumbuh kembang anak-anak secara fisik maupun nonfisik perlu menjadi  perhatian keluarga Indonesia.

Rata-rata anak yang kehilangan pengasuhan dari ayah rentan menarik diri dari kehidupan sosial karena kurang percaya diri. Mereka juga mudah terlibat dalam tawuran, perundungan, kekerasan,  bahkan tindak kriminal. Kesehatan mental anak-anak ini juga tidak tumbuh dengan wajar. Depresi usia anak pun tak terelakkan. Prestasi anak-anak yang mengalami fatherless ternyata sangat rendah. 

 

20 Menit Yang Memukau

Stereotype gender dalam tatanan hidup masyarakat tradisional kita diyakini menjadi salah satu penyebab utama hilangnya peran ayah dalam pengasuhan. Dalam upaya memperkuat keadilan gender di keluarga, Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan bersama multi pihak memulai Kampanye 20 Menit Yang Memukau pada Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2011. 

Deputi Perlindungan  Anak pada 2011 memulai kampanye ini dengan mengajak para ayah membacakan cerita kepada anak-anak mereka. Kampanye yang serupa dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 2013 guna meningkatkan kelekatan hubungan ayah dan anak.

Ragam kegiatan 20 Menit yang Memukau menjadi langkah kedua dalam giat Gembira menjadi Keluarga Peduli Pendidikan sejak 2014. Perkumpulan bersama Sigap Kerlip Indonesia dan Gerakan Indonesia Pintar membawa praktik baik yang digagas oleh Komunitas Dongeng Dakocan di Lampung ini ke berbagai wilayah yang terdampak bencana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun