Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rindu Mengalun Sendu

6 Agustus 2020   22:49 Diperbarui: 6 Agustus 2020   23:21 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cintaku bukan di atas kertas
Cintaku getaran yang sama
Tak perlu di paksa
Tak perlu di cari
Kerna ku yakin ada jawabnya... ohhh

Senandung merdu syair lagu Siti Nurhaliza dari balik pintu kamar Rani mengundang Rindu. Sudah seminggu Rani berkutat menguntai kata merangkai angka untuk sebuah mimpi. "Ibu sudah lama memasrahkan diri kepada Yang Mahakuasa. Hanya mengalirkan air dari hulu sungai menuju muara sambil membasahi tepian. Masih banyak panggung yang belum terisi, ya, Bu, " Ujar Rani. Ia sedikit menengadahkan muka melihat Rindu membuka pintu kamarnya.  Wajah Rani mulai cerah. Rindu pun berhenti gundah.***

Rani memeluk Sansan, kucing kesayangannya. Ia menghela nafas. Ada sisa sedu sedan di sana. "Harus ambil jarak dulu, "Rani bergumam. Ia menutup matanya dengan lengan kanan. Rindu duduk di sampingnya. "Insya Allah kita bisa melewati puncak-puncak rasa ini, "ujar Rindu. Matanya melihat ke pojok ruang gantung pakaian. "Asyik ya, Teh kalau studionya jadi!"seru Rindu sambil mengangkat badannya dari kasur.  

Rani mengelus dada melihat Rindu berusaha bangkit dengan susah payah. Meja berat di depan Rindu sampai bergeser tertarik kedua tangannya.  Ah, ibuku sudah mulai renta. Lututnya yang bengkak karena jatuh itu kembali terasa sakit. Rani merasa bersalah. 

"Sebenarnya ya, Teh. Pandemi ini membuat ibu benar-benar merasa berkelimpahan, "kata Rindu. Rani memandangnya dengan penuh kasih. "Ibu ngga tahu harus melakukan apalagi saat karyawan kita memelas minta pulang ke Bandung. Rupanya Allah bersiap membukakan pintu-pintu baru dengan teteh. Kita berdua hanya perlu mendobrak dengan kerja keras dan cerdas. Makasih ya, Teh,"imbuh Rindu lirih. Keduanya terdiam.

Bunyi alarm dispenser memecah kesunyian di antara ibu dan anak perempuan yang kini telah dewasa. 

Rani bangkit. Ia bergegas menuruni tangga. Sansan meronta dari pelukannya. Setengah berlari Sansan mengikuti Rani mengambil pesanan dari Gofood. 

Rindu, Rani dan Rina, adik bungsu kesayangannya melahap Bakso rusuk Samanhudi. Rani sengaja memesan mie ayam, rusuk, dan bakso besar. Ia ingin melepas penat dengan makan ketiganya.  Tak lupa dipesannya semangkok bakso komplit untuk bapaknya.

Sakedik ewang. Pikir Rani.

"Kayaknya Sansan takut tenggelam, dech, "ujar Rani saat melihat Rindu menyodorkan kuah bakso dalam mangkuk jingga ke muka Sansan. Rani menuangkan empat sendok makan kuah ke dalam mangkuk kecil. Sansan sudah menghabiskan sesendok kuah yang disodorkan Rindu. Dragon, kucing kecil lincah titipan adik-adik mentor Rani di English Course Club sudah berlari ke sana kemari meminta jatah. Rani mengambil mangkok kecil yang lain dan menyajikan kuah bakso untuk Dragon.  

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun