Suara burung di antara pepohonan bergantian dengan teriakan anak-anak kota yang sudah bosan di rumah saja. Suara sandal anak-anak yang berlari menjemput senja berganti dengan tawa canda penjaga komplek perumahan tempat Rindu bermukim. Sesekali deru motor mengiringi lantunan ayat suci dari pengeras suara di masjid belakang rumah. Rindu masih duduk di atas kursi jati dengan lengan melengkung beralaskan busa kasur terbungkus kain sprei bermotif garis. Es krim vanila pemberian Rani sudah habis. Rindu masih malas bergerak.Â
Sudah masuk bulan kelima Rindu terpaku di ruang keluarga. Kursi sofa yang patah sudah diganti kasur dengan tumpukan bantal bersarung kain kuning nan lembut. Bantal-bantal besar bertumpuk di sudut kanan kursi jati besar favorit Rindu.Â
"Alhamdulillah akhirnya beres juga ya, Teh!" Kata Rindu. Rani, putri sulungnya sedang berbicara dengan Ita, staf administrasi, akuntansi, dan keuangan yang baru bergabung di Rumah KerLiP.Â
"Bu, Ita pamit tuh!" Rani setengah berteriak menyampaikan pesan Ita. Rindu menjawab tanpa bergeser sedikit pun dari tempat duduknya. Rindu juga menjawab pesan Eka, adik angkatan di  kampus Gajah. Eka sedang mengerjakan proposal dengan sahabat-sahabat di Jawa Barat.Â
"Ini revisi yang keempat kali sejak Direktur yayasan di Makassar itu mengontak saya pada Maret 2020, " terdengar suara Rindu yang disambut ucapan hamdalah dari Eka.
Hm, ibu pasti cerita. Rani bergegas naik menghampiri ibunya.Â
"Bu, waktu kita tinggal 2 hari lagi untuk menyelesaikan rencana homestay. Tadi teteh minta Ita menyusun RAB untuk mendekor common room kita, " Rani berkata pelan. Ia menyodorkan secangkir es krim vanila.Â
"Gigi ibu gimana?" Tanya Rani agak khawatir. Rindu kembali menderita sakit gigi sejak awal Ramadhan. Beberapa minggu yang lalu sudah pergi ke My Dental Clinic di jalan Merdeka, tapi Rindu hanya berani scalling dan kuret gusi.Â
"Gigi ibu masih ada, "jawab Rindu singkat.Â
Jawaban konyol sebenarnya. Sakit gigi yang tak tertahankan itu tetap tidak menghalangi ibu menikmati makanan kesukaannya. Padahal dua hari yang lalu ibu kesakitan setelah makan siomay Bima. Beberapa malam sebelumnya ibu sampai menelan 3 butir Cataflam selama 8 jam. Sakit giginya kumat setelah makan lotek buatan Bi Julianti. Ibuku memang begitu.Â
***
"Ayo siapa yang mau bicara dengan Kak Seto!" Rindu menatap wajah keponakan-keponakannya. Tak ada yang menjawab. Semuanya asyik menyiapkan nasi kotak untuk pengajian nanti. Rindu bergegas mengambil air wudhu. Ia baru saja menutup webinar rutin bersama sahabatnya di kanal youtube. Pukul 15.30 WIB, jadwal pertemuan Rindu dengan Kak Seto dan para ketua organisasi mitra yang bersiap melaksanakan konferensi pers Senin siang.Â
Ketua umum FGII yang meminta pertemuan koordinasi sore ini tak kunjung masuk ke room.zoom. Sekjen LPAI sempat mempertanyakan banyak hal. Kak Seto menegaskan kembali tentang tema Hari Anak 2020 "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga hak hidup dan tumbuh kembang anak selama masa pandemi COVID19. Kak Seto juga yang berhasil menggandeng ketua IDAI. Akhirnya pertemuan sore itu menyepakati jadwal pengumpulan bahan siaran pers.
***
Rindu menyimak dengan seksama paparan Dirjen yang baru tentang rencana pelaksanaan tatap muka di zona kuning. Sambil menahan sakit gigi yang kumat lagi kemarin sore, Rindu menekan raise hand.Â
"Saya baru ngeh tentang kekhawatiran IDAI saat mendengar dokter Yogi menyampaikan data dan fakta yang mengkhawatirkan. Apalagi diperkuat pernyataan perwakilan WHO yang meminta kita untuk hati-hati dengan penetapan zona hijau. Hari ini Dokter Yogi kembali menyampaikan informasi yang harus kita pertimbangkan betul agar tidak nekad, meminjam istilah komisioner dari KPAI. Bu Retno juga menyampaikan temuannya tentang ketidaksiapan sekolah-sekolah kita termasuk di zona hijau untuk mengikuti santiaji kesehatan dan keselamatan jika membuka tatap muka di masa pandemi COVID19. Mohon bersabar. Anak-anak harus dilindungi, "suara Rindu agak bergetar. Ia menahan tangis karena gundah dengan ungkapan dukungan beberapa organisasi massa terhadap rencana  membuka tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan dan keselamatan.Kegundahan ini ditangkap Rima, sahabat lama yang kini menjadi Sekjen Asah Pena. Rindu langsung setuju untuk segera menyuarakan data dan fakta IDAI. Konferensi pers pun berlangsung dengan sambutan hangat para jurnalis muda dari berbagai media cetak dan daring.Â
***
Rindu memutuskan hijrah ke Sulawesi untuk membangun pesantren kebangsaan di Kabupaten Mamassa jelang akhir 2019. Â Ia bertekad untuk membangun basis keluarga peduli pendidikan dan merintis Pusat Pendidikan dan Latihan bagi Satuan Istimewa Siaga Pendidikan. Namun ia resah. Â Pengaduan orangtua bahkan anak yang merasa tertekan karena tidak bisa Belajar Dari Rumah dengan gembira mendorong beberapa sekolah membuka tatap muka.Â
"Rima, kamu harus maju kali ini. Berhentilah mengatakan diri tidak terbiasa advokasi. Apa yang kamu lakukan selama ini adalah kegiatan advokasi. Aku bantu dari belakang, " Rindu meminta Rima untuk melangkah tanpa ragu melakukan advokasi pemenuhan hak dan perlindungan anak di satuan pendidikan.Â
Rima adalah perempuan yang sangat pintar menjalin kata. Â Terobosan-terobosannya memanfaatkan platform daring mendapat sambutan antusias dari banyak pihak. Kesempatan bagi Rindu memperkuat komitmen sahabat lamanya ini memimpin advokasi bersama pengurus dan anggota Asah Pena Indonesia.Â
"Aku harus mendampingi anak sulung yang sedang bersemangat membuka usaha homestay sambil menata Rumah KerLiP. Tapi aku tetap akan setia menemanimu. Apalagi kegiatan-kegiatan Rumah KerLiP tetap membutuhkan keterhubungan dengan jejaring advokasi hak atas pendidikan dan perlindungan anak, "kata Rindu.
Akhirnya Rima pun setuju melarik Rindu dengan menggerakkan jejaring mereka berdua untuk memulai advokasi memperkuat gebrakan merdeka belajar Mendikbud milenial NKRI, Nadiem Anwar Makarim.
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H