Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

WFH Ditemani Kutus-kutus, Tungku Keramik, dan Tempat Gula

30 Juni 2020   05:36 Diperbarui: 30 Juni 2020   05:49 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuk bulan kedua WFH di masa pandemi, lutut kiriku kembali bengkak dan membuatku kesulitan duduk di antara dua sujud. Aku langsung teringat penawaran minyak kutus-kutus dari istri almarhum Ai, teman kuliahku dulu.

Alhamdulillah uang di rekening cukup untuk membeli 2 botol. Nyayu, istri almarhum Ai mengantarkan pesananku keesokan harinya. Ia juga menawarkan 1 sachet bubuk Kutus-kutus dan cara penggunaannya.

"Teteh sakit apa?" Tanya Nyayu Aisyah

"Lutut kiri kembali bengkak.  Januari lalu bengkak karena jatuh di toilet warga saat kegiatan Sedekah Oksigen di seputar lapangan yang disiapkan untuk ulang tahun Kabupaten Takalar, " jawabku sambil meringis menahan nyeri. 

"Memang teteh tahu dari mana bisa mengobati  lutut bengkak dengan kutus-kutus?" Nyayu kembali bertanya. Aku menatap wajahnya. Adik angkatan kami ini terlihat makin kurus. Wajahnya yang putih pucat makin tirus. Ia menggunakan masker sewarna dengan kerudungnya.

Aku pun menceritakan  pengobatan lututku dengan kutus-kutus dari Kak Intan dan bonggol nenas manis dari Pinrang yang dibelikan Kak Linda. Kak Linda, Datuk, Bihan, Abinya dan ketiga kakaknya Bihan merawatku dengan penuh kasih sayang. Termasuk adik iparnya yang hamil tua yang selalu mengantarkan makanan ke kamar yang kutempati.

Aku memutuskan untuk hijrah dan tinggal di rumah Kak Linda sejak Oktober 2019. Kami bekerja melembagakan Sigap Kerlip Indonesia dan membangun gerakan Semarak Indonesia Maju di Sulawesi Selatan. Lutut bengkak membuatku bekerja sambil duduk nerselonjor selama 6 minggu.  

Nyayu menyimak ceritaku dengan wajah sendu.

"Oh ya, apakabar kedua putri Nyayu setelah ayahnya wafat? Turut berduka ya?" Aku bertanya hati-hati. Hatiku meleleh melihat sosoknya yang ringkih.

"Alhamdulillah, Teh. Keduanya sudah kuliah. Hari ini saya dijemput adik yang tinggal di Dago Atas, jadi sekalian mampir mengantar pesanan teteh, " jawabnya pelan.

Mata Nyayu berbinar-binar saat menceritakan kabar gembira dari pemilik Apotek di Rancaekek. Besok hari pertamanya bekerja sebagai Apoteker. Ia juga menceritakan rasa syukurnya dibantu teman-teman almarhum suaminya terutama angkatan kami. Ia juga menceritakan perjuangannya menghidupi anak-anaknya dengan berjualan online.

Aku langsung meminta anak-anak menghangatkan minyak kutus-kutus dan menaburkan serbuknya setelah hangat sesuai tips dari Nyayu. Putri sulungku mengeluarkan beberapa tetes minyak ajaib itu ke dalam pisin dan memanaskannya di atas lilin aromatik.

Ia dan adiknya bergantian mengurut lutut ibunya dengan minyak hangat terutama pada malam hari. Setiap pagi Teh Elis mengurut lututku sebelum membantu pekerjaan rumah kami. Aku meneruskan Work From Home (WFH) di ruang keluarga kami sambil meluruskan kaki ke atas meja sampai serbuk kutus-kutus terlihat mengering."Teh Elis emut keramik hejo tempat Bapak membakar minyak aromatik?" Aku bertanya dalam bahasa Sunda kepada asisten rumah tangga kami ini saat melihat bagian bawah pisin menghitam.

"Oh, muhun, Bu! Tipayun dilebetkeun kana kardus di handap, " jawab teh Elis tangkas. Ia langsung bergegas menuruni anak tangga. Tak lama kemudian ia membawa  tungku kecil berwarna hijau yang terbuat dari keramik. Selain untuk memanaskan minyak, tungku tersebut ternyata sangat pas menjadi tempat bersandar  saat temu daring menggunakan gawai andalanku di atas wadah gula.

Alhamduillah aku bisa duduk di antara dua sujud lagi. Lututku sudah tak bengkak lagi. Namun demikian aku tetap meneruskan mengurut lututku dengan minyak dan serbuk kutus-kutus sesuai saran Nyayu.  Dan aku pun makin nyaman WFH ditemani kutus-kutus, tungku keramik, dan tempat gula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun